12 Kebiasaan Ini Dapat Mencegah "Brain Rot", Apa Saja?
Kompas.com - 10/02/2025, 07:30 WIB Muhammad Iqbal Amar, Ahmad Naufal Dzulfaroh Tim Redaksi
Istilah brain rot atau pembusukan otak dinobatkan sebagai Word of the Year 2024 versi Oxford. Brain rot merujuk pada kondisi yang mencerminkan kekhawatiran tentang dampak budaya digital modern terhadap kesehatan kognitif seseorang. Saat ini, brain rot telah menjadi istilah singkat untuk menggambarkan dampak negatif konten digital di media sosial. Penggunaan internet dan media sosial yang berlebihan dapat mengurangi daya ingat, perhatian, fokus, pemikiran kritis, dan hubungan antarmanusia. Jika berlangsung secara terus menerus dan dalam jangka waktu lama, hal ini bisa mengakibatkan pembusukan otak. Baca juga: Apa Itu Brain Rot dan Dampaknya pada Kesehatan Mental? Tanda-tanda otak mengalami pembusukan Dilansir dari Oxford University Press, Senin (2/12/2024), pembusukan otak didefinisikan sebagai kemerosotan yang diduga terjadi pada kondisi mental atau intelektual seseorang. Kemerosotan ini merupakan akibat dari konsumsi berlebihan terhadap materi atau konten daring yang dianggap "receh" atau tidak menantang. Kesulitan berkonsentrasi Isolasi sosial, yakni menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar daripada berinteraksi secara langsung Kabut otak Merasa kewalahan oleh stres harian Masalah tidur, seperti kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur Sifat lekas marah Kecemasan Suasana hati buruk. Baca juga: Serba-serbi Cara Warga Pulih dari Gejala Brain Rot Kebiasaan yang bisa mencegah brain rot Berikut beberapa kebiasaan yang bisa mencegah terjadinya brain rot:
Tetapkan batas waktu media sosial
Dikutip dari Health (6/1/2025), platform media sosial memang dirancang untuk menarik perhatian penggunanya. Meskipun berselancar di media sosial dapat menghibur, menonton dalam waktu lama sering kali menghilangkan produktivitas seseorang. Penelitian menunjukkan, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat meningkatkan kecemasan dan depresi, serta mengurangi produktivitas. Menetapkan batasan waktu penggunaan media sosial dapat membantu melindungi kesehatan kognitif, sehingga meningkatkan produktivitas dan kesehatan mental.
Berlatih konsentrasi
Konsentrasi berarti menyadari sepenuhnya pikiran dan perasaan saat ini. Latihan konsentrasi secara teratur dapat membantu melatih kembali otak untuk fokus, menghentikan kebiasaan scroll media sosial atau konten "receh" lainnya. Baca juga: Kecanduan Scrolling Medsos, Gejala Brain Rot yang Kian Nyata
Berolahraga secara teratur
Aktivitas fisik yang teratur tidak hanya baik untuk tubuh, tetapi juga merupakan salah satu cara terbaik untuk menjaga kesehatan otak. Olahraga meningkatkan aliran darah ke otak, menyalurkan oksigen dan nutrisi penting, sekaligus meningkatkan kemampuan otak dalam berpikir. Olahraga juga membantu mengurangi kadar kortisol, hormon stres yang dapat terakumulasi akibat konsumsi media digital yang berlebihan dan menyebabkan kelelahan mental.
Membaca buku
Membaca buku memerlukan perhatian penuh dan melibatkan otak dalam aktivitas kognitif. Kegiatan ini merupakan salah satu cara paling efektif untuk mendukung kesehatan otak. Penelitian menunjukkan, orang yang membaca selama 30 menit sehari lebih kecil kemungkinannya mengalami penurunan kognitif. Baca juga: Mengenal Brain Rot, Dampak Kecanduan Konten Receh di Medsos
Hindari melakukan hal yang bersifat multitasking
Multitasking atau melakukan banyak tugas sekaligus dapat lebih berbahaya daripada mendapatkan manfaat. Saat mengerjakan banyak tugas, otak akan beralih dengan cepat di antara tugas-tugas tersebut. Hal ini justru akan membebani memori kerja dan mengurangi kemampuan untuk fokus. Penelitian menunjukkan, mengerjakan banyak tugas dalam waktu lama akan mengurangi memori kerja dan fungsi eksekutif, sehingga berdampak negatif di dunia kerja maupun sekolah. Daripada mengerjakan banyak tugas sekaligus, fokuslah pada satu tugas dalam satu waktu. Baca juga: Studi Ungkap Covid-19 Meninggalkan Bekas pada Otak Orang Dewasa Muda
Jalin hubungan sosial secara langsung
Hubungan dan interaksi sosial merupakan hal mendasar bagi kesehatan mental dan emosional. Komunikasi dan hubungan tatap muka menumbuhkan ikatan yang lebih dalam. Ikatan sosial yang kuat dapat meningkatkan daya ingat dan melindungi dari penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia. Meskipun koneksi daring dapat memberikan nilai tambah dan membantu terhubung dengan banyak orang-orang secara jarak jauh, bersosialisasi dengan teman dan keluarga secara langsung adalah hal yang penting.
Lakukan detoks digital
Detoks digital dapat dilakukan dengan melepas dari ketergantungan perangkat elektronik dalam waktu yang cukup lama. Cara ini dapat menyegarkan dan mengisi ulang tenaga. Penelitian menunjukkan, detoks digital meningkatkan fokus, suasana hati, dan kualitas tidur.
Pelajari keterampilan baru
Mempelajari keterampilan baru adalah salah satu cara terbaik untuk menjaga otak tetap aktif, baik dengan alat musik maupun hobi yang paling digemari. Hal ini dapat membantu meningkatkan daya ingat dan pemecahan masalah, serta melindungi dari penurunan kognitif. Penelitian menunjukkan, orang dewasa yang mempelajari keterampilan baru dapat meningkatkan daya ingat dan fungsi kognitif. Rasa puas karena menguasai sesuatu yang baru juga dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kesehatan fisik maupun mental.
Habiskan waktu di alam
Menghabiskan waktu di luar ruangan adalah salah satu cara paling sederhana untuk mengurangi efek stimulasi digital yang berlebihan, mencegah kerusakan otak, dan meningkatkan kinerja kognitif. Penelitian menemukan, paparan alam menurunkan tingkat stres, meningkatkan suasana hati, dan meningkatkan fokus, serta me-refresh otak.
Terlibat dalam hobi kreatif
Hobi kreatif seperti membuat kerajinan tangan, menggambar, merajut, menulis, atau memainkan alat musik dapat membuat otak tetap aktif, serta menumbuhkan keterampilan memecahkan masalah. Kegiatan langsung ini memberikan alternatif yang sehat daripada konsumsi konten digital. Penelitian menunjukkan, menekuni hobi kreatif meningkatkan pemikiran divergen (kemampuan menghasilkan ide) dan memori.
Tidur yang cukup
Tidur sangat penting untuk kesehatan otak. Saat kondisi tidur, tubuh memperbaiki dirinya sendiri, memperkuat ingatan, dan membersihkan racun dari otak. Banyak orang mengorbankan waktu tidur untuk berselancar di media sosial atau menonton drama favorit secara maraton. Seiring waktu, hal ini memengaruhi fungsi kognitif, yang menyebabkan masalah dengan fokus dan ingatan, serta meningkatkan risiko kondisi neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer (AD).
Makan Makanan Seimbang
Mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang dapat menyehatkan tubuh dan otak. Sebaliknya, makan makanan olahan atau berkadar gula tinggi yang rendah nutrisi dapat menurunkan kinerja kognitif. Konsumsilah makanan yang kaya antioksidan, zat besi, vitamin esensial, dan asam lemak omega-3, seperti ikan berlemak, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan buah beri, untuk melindungi dari penurunan kognitif. Penelitian menemukan, orang yang rutin mengonsumsi makanan olahan atau tinggi gula memiliki risiko lebih tinggi mengalami penurunan kognitif seiring bertambahnya usia.
Sumber : 12 Kebiasaan Ini Dapat Mencegah "Brain Rot", https://www.kompas.com/tren/read/2025/02/10/073000265/12-kebiasaan-ini-dapat-mencegah-brain-rot-apa-saja-?page=all.
4 Fakta Penting Brain Rot, Akibat Terlalu Banyak Nonton Konten "Receh"
Kompas.com - 29/12/2024, 07:57 WIB Nabilla Tashandra
KOMPAS.com - Istilah brain rot sedang menjadi perbincangan hangat di media sosial, terutama di kalangan Gen Alpha—generasi yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan "pembusukan otak," sebuah kondisi yang dikaitkan dengan konsumsi berlebihan konten digital tanpa makna atau konten receh. Lebih lanjut, berikut sejumlah fakta penting tentang brain rot yang perlu kamu ketahui lebih lanjut.
Fenomena kesehatan otak nyata Brain rot mungkin hanya sebuah istilah "gaul" yang dibuat oleh anak-anak muda. Namun, fenomenanya benar-benar terjadi. Menurut Ilmuwan Neurosains dan CEO Sekolah Otak Indonesia, Taufiq Pasiak, fenomena ini memiliki dasar ilmiah yang nyata dan bisa memengaruhi kesehatan otak. "Brain Rot adalah kelebihan beban kognitif otak akibat aktivitas digital (misalnya, media sosial) berlebihan, tapi tanpa makna," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (21/12/2024). Brain rot terjadi akibat kelebihan beban kognitif yang dipicu oleh konsumsi berlebihan konten instan, seperti video pendek di TikTok atau Instagram Reels. Aktivitas ini sering melibatkan konten "receh" atau hiburan ringan tanpa nilai edukasi yang signifikan. Taufiq menjelaskan bahwa otak manusia memiliki sistem pengimbalan (reward system) yang bekerja dengan melepaskan dopamin saat seseorang menikmati sesuatu yang menyenangkan. Namun, konsumsi konten receh yang terus-menerus dapat membuat otak bergantung pada hiburan instan dan menghindari aktivitas yang membutuhkan usaha atau konsentrasi.
Berdampak buruk pada otak Brain rot tidak menyebabkan kerusakan fisik pada otak, tetapi memiliki dampak serius pada kemampuan kognitif dan emosional. Berikut beberapa dampaknya:
Penurunan memori kerja: informasi instan tidak melibatkan area otak yang bertanggung jawab untuk pembelajaran mendalam. Akibatnya, kemampuan otak untuk menyimpan dan mengolah informasi kompleks menurun.
Pemendekan rentang perhatian: konsumsi konten pendek dapat membuat seseorang sulit fokus pada tugas jangka panjang, sehingga mudah teralihkan dan sulit menyelesaikan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi tinggi.
Penurunan empati: paparan berlebihan terhadap konten digital dapat menumpulkan kemampuan seseorang untuk memahami dan merespons emosi orang lain, sehingga memengaruhi hubungan sosial.
Dipicu konsumsi konten "receh" Brain rot tidak berakibat fatal, seperti membuat otak menjadi rusak secara fisik. Namun, jika dilakukan dalam waktu lama, tetap memberikan sejumlah dampak bagi otak. "Beban kognitif ini memang tidak langsung membuat otak rusak secara fisik, meskipun jika dicermati secara molekuler, akan ditemukan perubahan," tuturnya. Tidak semua konten berdurasi pendek adalah konten "receh". Menurut Taufiq, ciri-ciri konten receh bisa meliputi: Hiburan ringan seperti meme atau video lucu tanpa kedalaman cerita. Informasi yang tidak mendidik atau tidak menambah wawasan. Interaksi cepat dan dangkal, misalnya video pendek yang hanya berfokus pada hiburan instan. Untuk dicatat, bukan berarti kita tidak boleh mengonsumsi konten-konten tersebut sama sekali. Namun, pastikan tidak melakukannya secara berlebihan sehingga dampak buruknya kita rasakan.
Bisa dicegah Untuk mencegah dampak negatif brain rot, Taufiq menyarankan untuk lebih selektif dalam mengonsumsi konten digital. Prioritaskan konten yang menginspirasi, mendidik, dan memberikan nilai tambah. Selain itu, kurangi waktu scrolling tanpa tujuan dan luangkan waktu untuk aktivitas offline yang merangsang otak, seperti membaca buku atau diskusi mendalam. Mengonsumsi konten singkat juga tak semuanya buruk. Namun, perhatikan isinya. Taufiq menyarankan untuk memilih konten berkualitas dan hindari konten yang hanya menawarkan hiburan singkat tanpa makna. "Konten yang membuat pintar atau memperluas dan pengetahuan akan satu hal. Juga konten yang mendidik pikiran untuk mendalami sesuatu," tuturnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Fakta Penting Brain Rot, Akibat Terlalu Banyak Nonton Konten "Receh"", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2024/12/29/075727720/4-fakta-penting-brain-rot-akibat-terlalu-banyak-nonton-konten-receh?page=all#page2.
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6