TINDAK PIDANA KORUPSI
HUKUM DAN ETIKA DIGITAL/ BISNIS
By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LLM.
"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)
Definisi
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut perinciannya adalah sebagai berikut:
Pasal 2;
Pasal 3;
Pasal 5 ayat (1) huruf a;
Pasal 5 ayat (1) huruf b;
Pasal 5 ayat (2);
Pasal 6 ayat (1) huruf a;
Pasal 6 ayat (1) huruf b;
Pasal 6 ayat (2);
Pasal 7 ayat (1) huruf a;
Pasal 7 ayat (1) huruf b;
Pasal 7 ayat (1) huruf c;
Pasal 7 ayat (1) huruf d;
Pasal 7 ayat (2);
Pasal 8;
Pasal 9;
Pasal 10 huruf a;
Pasal 10 huruf b;
Pasal 10 huruf c;
Pasal 11;
Pasal 12 huruf a;
Pasal 12 huruf b;
Pasal 12 huruf c;
Pasal 12 huruf d;
Pasal 12 huruf e;
Pasal 12 huruf f;
Pasal 12 huruf g;
Pasal 12 huruf h;
Pasal 12 huruf i;
Pasal 12 B jo. Pasal 12 C; dan
Pasal 13.
Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kerugian keuangan negara:
Pasal 2
Pasal 3
Suap-menyuap:
Pasal 5 ayat (1) huruf a
Pasal 5 ayat (1) huruf b
Pasal 13
Pasal 5 ayat (2)
Pasal 12 huruf a
Pasal 12 huruf b
Pasal 11
Pasal 6 ayat (1) huruf a
Pasal 6 ayat (1) huruf b
Pasal 6 ayat (2)
Pasal 12 huruf c
Pasal 12 huruf d
Penggelapan dalam jabatan:
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10 huruf a
Pasal 10 huruf b
Pasal 10 huruf c
Pemerasan:
Pasal 12 huruf e
Pasal 12 huruf g
Pasal 12 huruf h
Perbuatan curang:
Pasal 7 ayat (1) huruf a
Pasal 7 ayat (1) huruf b
Pasal 7 ayat (1) huruf c
Pasal 7 ayat (1) huruf d
Pasal 7 ayat (2)
Pasal 12 huruf h
Benturan kepentingan dalam pengadaan:
Pasal 12 huruf i
Gratifikasi:
Pasal 12 B jo. Pasal 12 C
Selain definisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana lain itu tertuang pada Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas:
Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21)
Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar (Pasal 22 jo. Pasal 28)
Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22 jo. Pasal 29)
Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo. Pasal 35)
Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo. Pasal 36)
Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 24 jo. Pasal 31)
Contoh Kasus
Contoh Menganalisis Suatu Kejadian Dengan Menggunakan Matrik Tindak Pidana Korupsi
Contoh Kasus Pertama
B selaku Dirut BUMN telah menjual tanah negara yang merupakan aset perusahaan (BUMN) yang dipimpinnya kepada F seluas 50 Ha. Akan tetapi sebelum melakukan transaksi penjualan B mengadakan beberapa kali pertemuan dengan F sehingga tercapai kesepakatan bahwa B akan menurunkan harga NJOP tanah serta sistem pembayaran dari F akan dilakukan secara bertahap. Kemudian B meminta kepada F agar menyertakan 2 perusahaan pendamping untuk memenuhi persyaratan formal dalam proses lelang.
Selanjutnya, B mengupayakan penurunan harga NJOP atas tanah sehingga NJOP tanah tersebut menjadi sesuai dengan kesepakatan harga yang telah dibuatnya dengan F dan meminta suatu perusahaan appraisal untuk membuat taksiran harga jual sesuai dengan permintaannya.
B kemudian mengatur siasat agar penjualan seolah-olah sesuai dengan prosedur dengan cara membentuk panitia penaksir harga dan panitia penjualan, akan tetapi B lebih dahulu memberikan pengarahan kepada panitia penaksir harga agar menetapkan harga jual sesuai dengan keinginannya dan memerintahkan panitia penjualan agar penawaran dibatasi hanya untuk F dan 2 perusahaan lain yang disodorkan oleh F serta sistem pembayaran di dalam RKS dilakukan secara bertahap. Sebenarnya, perbuatan B tersebut telah bertentangan dengan SK Menkeu tentang penjualan aset negara dengan prosedur lelang terbuka untuk umum.
Pada tanggal 10 Januari 2005 aset berupa tanah tersebut dijual kepada F di depan Notaris dengan harga Rp 100 M, padahal menurut SK Meneg BUMN penjualan tanah aset BUMN adalah sesuai dengan NJOP tertinggi tahun berjalan atau harga pasar sehingga seharusnya aset tersebut dijual dengan harga Rp 150 M.
Dalam proses penjualan aset tersebut, F mentransfer uang sebesar Rp. 15 M ke rekening milik B. Atas perbuatan B tersebut negara c.q. perusahaan BUMN tersebut telah dirugikan sebesar Rp. 50 M.
Kasus diatas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matrik unsur tindak pidana korupsi Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 dengan hasil sebagai berikut;
Analisis Kasus Pertama
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1)Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Setiap orang
B adalah seorang Dirut BUMN
Keterangan dari Terdakwa B
KTP A/n B
SK pengangkatan B sebagai Dirut BUMN
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
Pada tanggal 10 Januari 2005 B mendapat transfer uang sebesar Rp 15 M dari F
F telah mendapat kekayaan berupa aset tanah seluas 50 Ha dengan harga dibawah NJOP/harga pasar
Keterangan dari Terdakwa B
Keterangan dari Saksi F
Keterangan dari Petugas Bank
Print-out rekening bank
Dengan cara melawan hukum
B telah menjual tanah negara aset perusahaan (BUMN) yang dipimpinnya kepada F seluas 50 Ha.
Sebelum menjual, B mengadakan beberapa kali pertemuan dengan F untuk melakukan negosiasi harga dan tata cara pembayaran.
Setelah tercapai kesepakatan, B mengupayakan penurunan harga NJOP atas tanah sehingga sesuai dengan kesepakatannya dengan F
B meminta F agar mencari 2 perusahaan lain untuk melengkapi persyaratan administrasi penjualan secara lelang.
B menunjuk panitia penaksir harga dan panitia penjualan untuk memenuhi formalitas administrasi proses penjualan secara lelang serta telah menetapkan harga tanah dan pembelinya serta sistem pembayaran secara bertahap.
Padahal menurut SK Menkeu penjualan harus dengan prosedur lelang terbuka untuk umum dan pembayarannya harus dengan tunai.
Pada tanggal 10 Januari 2005 aset tanah tersebut dijual dengan harga Rp 100 M, padahal menurut SK Meneg BUMN penjualan tanah aset BUMN adalah sesuai dengan NJOP tertinggi tahun berjalan dan atau harga pasar sehingga seharusnya aset tersebut dijual dengan harga Rp 150 M.
Keterangan dari Saksi F
Keterangan dari Panitia penaksir Harga
Keterangan dari Panitia penjualan
Keterangan dari Kantor PBB
Keterangan dari Perusahaan Appraisal
Keterangan dari Komisaris Perusahaan
Keterangan dari Para Direksi
Keterangan dari Notaris
Surat, seperti dokumen yang berhubungan dengan penjualan, NJOP tanah, SK Panitia.
SK Menteri Keuangan
SK Meneg BUMN
Akta Jual Beli
Sertifikat tanah
Kwitansi penjualan
Print-out Rekening Koran Perusahaan BUMN
Dapat merugikan keuangan negara atau Perekonomian negara
Negara dirugikan sebesar Rp 50 M
Keterangan dari Ahli dari BPKP
Surat berupa laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara.
KESIMPULAN: Keempat unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh B adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 sehingga B dituntut untuk dipidana penjara.
Contoh Kasus Kedua
W salah seorang pejabat di sebuah lembaga Negara dan telah ditunjuk menjadi ketua panitia/penanggungjawab proyek pengadaan barang pada tahun 2005 di lembaga tersebut.
Pada akhir tahun anggaran, S selaku salah seorang pemeriksa dari instansi yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan telah ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan atas proses pengadaan barang yang telah dilakukan oleh W. Dalam melakukan pemeriksaan, S menemukan adanya sejumlah indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara. W mengetahui hal tersebut, lalu berusaha melakukan pendekatan kepada S dengan menawarkan uang sebesar Rp 300 juta dan menyampaikan keinginannya kepada S supaya temuan indikasi penyimpangan itu dihilangkan dari laporan hasil pemeriksaan.
S melaporkan upaya pemberian uang tersebut kepada Penyidik yang kemudian ditindak lanjuti dengan melakukan perekaman terhadap pembicaraan W dengan S serta merekam proses pemberian uang yang dilakukan oleh W kepada S. Pada saat W memberikan uang kepada S, Penyidik melakukan penangkapan.
Kasus di atas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matrik unsur tindak pidana korupsi Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 dengan hasil sebagai berikut;
Analisis Kasus Kedua
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. .....
Setiap orang
W salah seorang pejabat di sebuah lembaga Negara.
W adalah ketua panitia/penanggungjawab proyek pengadaan barang di lembaga tersebut.
Keterangan dari Terdakwa W
KTP A/n W
SK sebagai ketua panitia
Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu
W memberi uang Rp 300 jt kepada S.
S melaporkan kepada Penyidik tentang rencana pemberian uang oleh W.
Keterangan dari Terdakwa W dan Keterangan dari Saksi S
Keterangan dari Petugas Penyidik yang melakukan penangkapan.
Alat bukti petunjuk berupa:
Hasil perekaman oleh Penyidik tentang rekaman peristiwa pemberian uang dari Terdakwa W kepada Saksi S
Uang tunai Rp 300 jt
Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
S adalah seorang pegawai negeri di salah satu lembaga negara yang berfungsi sebagai pemeriksa keuangan negara.
S sedang melakukan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan pengadaan barang yang dilakukan oleh W.
Keterangan dari Saksi S
SK S sebagai Pegawai Negeri.
Surat Tugas S untuk melakukan pemeriksaan di lembaga W
Keterangan dari Atasan S.
Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya
Pemberian uang oleh W kepada S dimaksudkan agar S dalam membuat laporan hasil pemeriksaan tidak mencantumkan temuan tentang adanya indikasi penyimpangan dalam pengadaan barang.
W mengetahui bahwa hal tersebut bertentangan dengan kewajiban S selaku pemeriksa.
Keterangan dari Terdakwa W dan Keterangan dari Saksi S
Keterangan dari Anggota Tim S
Keterangan dari Atasan S
Surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan.
KESIMPULAN:
Keempat unsur tindak pidana korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh W adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001sehingga W dituntut untuk dipidana penjara.
Korupsi Yang Terkait Dengan Kerugian Keuangan Negara
PASAL 2, PASAL 3
MELAWAN HUKUM UNTUK MEMPERKAYA DIRI DAN DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ADALAH KORUPSI
Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata “dapat” sebelum unsur “merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk yang paling banyak digunakan untuk memidana koruptor.
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi
Dengan cara melawan hukum
Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN UNTUK MENGUNTUNGKAN DIRI DAN DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ADALAH KORUPSI
Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata “dapat” sebelum unsur “merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk yang paling banyak digunakan untuk memidana koruptor.
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Korupsi Yang Terkait Dengan Suap-Menyuap
Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2) Pasal 12 huruf a Pasal 12 huruf b Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2) Pasal 12 huruf c Pasal 12 huruf d
MENYUAP PEGAWAI NEGERI ADALAH KORUPSI [1]
Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 209 ayat (1) angka 1 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. ....
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu
Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya
MENYUAP PEGAWAI NEGERI ADALAH KORUPSI [2]
Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 209 ayat (1) angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. .....
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Memberi sesuatu
Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
MEMBERI HADIAH, KEPADA PEGAWAI NEGERI KARENA JABATANNYA ADALAH KORUPSI
Rumusan korupsi pada Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 berasal dari Pasal 1 ayat (1) huruf d UU No. 3 Tahun 1971 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian diubah rumusannya pada UU No. 31 Tahun 1999.
Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Memberi hadiah atau janji
Kepada pegawai negeri
Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
PEGAWAI NEGERI MENERIMA SUAP ADALAH KORUPSI [1]
Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 adalah rumusan tindak pidana korupsi baru yang dibuat pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. ...
b. ...
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Unsur Tindak Pidana
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima pemberian atau janji
3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b
Pegawai Negeri Menerima Suap Adalah Korupsi [2]
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 419 angka 1 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. ...
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Menerima hadiah atau janji
Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
Pegawai Negeri Menerima Suap Adalah Korupsi [3]
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 419 angka 2 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
a. ....
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. ...
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Menerima hadiah
Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
Pegawai Negeri Menerima Hadiah Yang Berhubungan Dengan Jabatannya Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 418 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Menerima hadiah atau janji
Diketahuinya
Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya
Menyuap Hakim Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 210 ayat (1) angka 1 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 6 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b. ....
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Memberi atau menjanjikan sesuatu
Kepada hakim
Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
Menyuap Advokat Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 210 ayat (1) angka 2 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 6 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. ...
b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Memberi atau menjanjikan sesuatu
Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan
Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili
Hakim & Advokat Menerima Suap Adalah Korupsi
Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 6 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 420 ayat (1) angka 1 dan angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 6 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001
Pasal 6 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Unsur Tindak Pidana
Hakim atau advokat
Yang menerima pemberian atau janji
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau huruf b
Hakim Menerima Suap Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf c UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 420 ayat (1) angka 1 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
b. ...
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. ...
Unsur Tindak Pidana
Hakim
Menerima hadiah atau janji
Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Advokat Menerima Suap Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf d UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 420 ayat (1) angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf d UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
c. .....
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
e. ...
Unsur Tindak Pidana
Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan
Menerima hadiah atau janji
Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili
Korupsi Yang Terkait Dengan Penggelapan Dalam Jabatan
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b , Pasal 10 huruf c
Pegawai Negeri Menggelapkan Uang Atau Membiarkan Penggelapan Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 415 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu
Dengan sengaja
Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu
Uang atau surat berharga
Yang disimpan karena jabatannya
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pegawai Negeri Memalsukan Buku Untuk Pemeriksaan Administrasi Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 416 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu
Dengan sengaja
Memalsu
Buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pegawai Negeri Merusakkan Bukti Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 417 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 10 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 10 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. ...
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu
Dengan sengaja
Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
Barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang
Yang dikuasainya karena jabatan
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pegawai Negeri Membiarkan Orang Lain Merusakkan Bukti Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 417 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 10 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 10 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. ...
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. ...
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu
Dengan sengaja
Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pegawai Negeri Membantu Orang Lain Merusakkan Bukti Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf c UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 417 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 10 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 10 huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. ...
b. ...
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu
Dengan sengaja
Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a
Korupsi Yang Terkait Dengan Perbuatan Pemerasan
Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g , Pasal 12 huruf f
Pegawai Negeri Memeras Adalah Korupsi [1]
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
d. ...
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. ...
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Secara melawan hukum
Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
Menyalahgunakan kekuasaan
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pegawai Negeri Memeras Adalah Korupsi [2]
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf g UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf g UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
f. ....
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah- olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. ....
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Pada waktu menjalankan tugas
Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang
Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya
Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pegawai Negeri Memeras Pegawai Negeri Yang Lain Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf f UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 1 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf f UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
e. .....
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah- olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g. ....
Unsur indak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Pada waktu menjalankan tugas
Meminta, menerima, atau memotong pembayaran
Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum
Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum mempunyai utang kepadanya
Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
Korupsi Yang Terkait Dengan Perbuatan Curang
Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2) , Pasal 12 huruf h
Pemborong Berbuat Curang Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 387 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 7 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. ....
Unsur Tindak Pidana
Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan
Melakukan perbuatan curang
Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan
Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pengawas Proyek Membiarkan Perbuatan Curang Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
a. .....
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. ....
Unsur Tindak Pidana
Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan
Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan
Dilakukan dengan sengaja
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Rekanan Tni/Polri Berbuat Curang Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf c UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 388 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian diubah/dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001
Pasal 7 ayat (1) huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh Juta rupiah):
b. .....
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. .....
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Melakukan perbuatan curang
Pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI
Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pengawas Rekanan Tni/Polri Berbuat Curang Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf d UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 388 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian diubah/dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 7 ayat (1) huruf d UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):
c. .....
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
Unsur Tindak Pidana
Orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI
Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c)
Dilakukan dengan sengaja
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Penerima Barang Tni/Polri Membiarkan Perbuatan Curang Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 adalah rumusan tindak pidana korupsi baru yang dibuat pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 7 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Unsur Tindak Pidana
Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI
Membiarkan perbuatan curang
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a atau huruf c
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Pegawai Negeri Menyerobot Tanah Negara Sehingga Merugikan Orang Lain Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf h UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 3 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf h UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
g. ....
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang- undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau
i. ....
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah negara yang di atasnya ada hak pakai
Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Telah merugikan yang berhak
Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Korupsi Yang Terkait Dengan Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
Pasal 12 huruf i
Pegawai Negeri Turut Serta Dalam Pengadaan Yang Diurusnya Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 435 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
h. .....
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Dengan sengaja
Langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan
Pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya
Korupsi Yang Terkait Dengan Gratifikasi
Pasal 12 B jo. Pasal 12 C
Pegawai Negeri Menerima Gratifikasi Dan Tidak Lapor Kpk Adalah Korupsi
Rumusan korupsi pada Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001 adalah rumusan tindak pidana korupsi baru yang dibuat pada UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 12 C UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Unsur Tindak Pidana
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
Menerima gratifikasi
Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi
Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi
Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi
Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 21 merupakan bentuk pemidanaan yang dimuat pada UU No. 31 Tahun 1999.
Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas), tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Unsur Tindak Pidana
Setiap orang
Dengan sengaja
Mencegah, merintangi atau menggagalkan
Secara langsung atau tidak langsung
Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Tersangka Tidak Memberikan Keterangan Mengenai Kekayaannya
Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 28 UU No. 31 Tahun 1999.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 28 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan terhadap seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.
Unsur Tindak Pidana
Tersangka
Dengan sengaja
Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
Tentang keterangan harta bendanya atau harta benda isteri/suaminya atau harta benda anaknya atau harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui atau patut diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Bank Yang Tidak Memberikan Keterangan Rekening Tersangka
Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 29 UU No. 31 Tahun 1999.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 29 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
(2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi per mintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap.
(4) Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.
(5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran.
Unsur Tindak Pidana
Orang yang ditugaskan oleh Bank
Dengan sengaja
Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Saksi Atau Ahli Yang Tidak Memberi Keterangan Atau Memberi Keterangan Palsu
Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 ini harus dikaitkan dengan Pasal 35 UU No. 31 Tahun 1999.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 35 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak dan cucu dari terdakwa.
(2) Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.
(3) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah.
Unsur Tindak Pidana
Saksi atau ahli
Dengan sengaja
Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu
❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆❆
Orang Yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan Atau Memberi Keterangan Palsu
Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 36 UU No. 31 Tahun 1999.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 36 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia.
Unsur Tindak Pidana
Orang yang karena pekerjaan, harkat, martabat, atau jabatannya yang diwajibkan menyimpan rahasia
Dengan sengaja
Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu
Saksi Yang Membuka Identitas Pelapor
Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999.
Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
(2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan atau orang lain tersebut.
Unsur Tindak Pidana
Saksi
Menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memungkinkan diketahuinya identitas pelapor
Ada Korupsi, Laporkan!
Bagaimana Anda melapor apabila ada korupsi disekitar Anda?
Untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan pengaduan/ laporan Anda, yang perlu diperhatikan ketika melaporkan sebuah dugaan korupsi, adalah:
Uraikan kejadiannya. Uraikan sedetail mungkin kejadian yang Anda curigai sebagai bentuk perbuatan korupsi. Sebaiknya, uraian dibatasi pada hal-hal yang berdasarkan fakta dan kejadian nyata, hindari hal-hal yang berdasarkan perasaan kebencian, permusuhan atau fitnah. Usahakan keseluruhan uraian dapat menggambarkan SIABIDIBA (siapa, apa, bilamana, di mana, bagaimana) dari kejadian yang dilaporkan.
Pilih pasal-pasal yang sesuai. Kemudian cocokkan dengan pasal-pasal yang ada di buku ini, kira-kira pasal-pasal mana yang sesuai untuk kejadian tersebut (dapat lebih dari satu pasal) .
Penuhi unsur-unsur tindak pidana. Lihat unsur-unsur tindak pidana pada matrik di dalam pasal yang sesuai, kemudian pastikan bahwa informasi dalam uraian yang Anda buat dapat memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut. Semaksimal mungkin dapatkan informasi mengenai setiap unsur yang ada. Apabila terdapat unsur yang tidak bisa anda lengkapi uraiannya, maka jelaskan bahwa unsur tersebut belum dapat dilengkapi.
Sertakan bukti awal, bila ada. Apabila ada copy dokumen atau barang lain yang memperkuat uraian kejadian di atas agar disimpan dengan baik untuk disertakan dalam pengaduan/laporan Anda kpada KPK.
Sertakan identitas Anda, bila tidak keberatan. Akan sangat baik apabila Anda menyertakan identitas dan alamat atau nomor telepon Anda, sehingga bila KPK masih membutuhkan keterangan tambahan maka Anda akan mudah untuk dihubungi oleh KPK.
Kirimkan ke KPK. Apabila urutan 1 s.d 5 telah Anda lakukan maka pengaduan/laporan Anda siap untuk disampaikan kepada KPK.
Fokuskan pengaduan/laporan Anda pada korupsi kelas kakap (big fish), bukan yang kelas teri. Pengertian kelas kakap adalah:
Melibatkan orang level tinggi atau yang memiliki pengaruh besar;
Terkait dengan aspek yang strategis/menyangkut hajat hidup orang banyak; atau
Menyangkut nilai uang yang besar.
Suplemen Perkuliahan
Sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan KPK antara lain :
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK
Undang-Undangn No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang kelembagaan KPK :
Sejumlah Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi antara lain :