HUKUM PERSAINGAN USAHA XI
HUKUM DAN ETIKA DIGITAL/ BISNIS
By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LLM.
"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)
XI. Rezim Persaingan Usaha di ASEAN
Sejarah Berdirinya ASEAN
ASEAN (Association of South East Asian Nations) adalah organisasi antar negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Pada tanggal 5 Agustus 1967, lima negara dari negara-negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand mengadakan pertemuan (Konferensi) di Bangkok dan menghasilkan Persetujuan Bangkok tanggal 8 Agustus 1967. ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk mempromosikan kerjasama politik dan ekonomi dan stabilitas regional. Laos dan Myanmar mengakui keanggotaan penuh Juli 1997 dan Kamboja menjadi anggota kesepuluh ASEAN pada tahun 1999. Tanggal 7 Januari 1984 Brunei Darussalam masuk sebagai anggota baru dan 28 Juli 1985 Vietnam masuk sebagai anggota ASEAN. Myanmar dan Laos menjadi anggota ASEAN pada tanggal 28 Juli 1997 dan Kamboja pada tanggal 16 Desember 1998. Sampai sekarang ASEAN beranggotakan 10 Negara.
Deklarasi ASEAN 1967 adalah dokumen pendiri ASEAN yang mengadopsi prinsip-prinsip perdamaian dan kerjasama yang didedikasikan ASEAN. Tujuan mendirikan ASEAN adalah:
Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial budaya di Asia Tenggara
Memajukan perdamaian dan stabilitas regional
Memajukan kerjasama dan saling membantu kepentingan bersama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Memajukan kerjasama dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, dan komunikasi
Memajukan penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia Tenggara
Memelihara kerjasama yang lebih erat dengan organisasi-organisasi internasional dan regional.
Piagam ASEAN dimulai pada 15 Desember 2008 dengan adanya Komunitas ASEAN yang terdiri dari tiga pilar, Politik Keamanan, Ekonomi dan Sosial-Budaya. Setiap pilar memiliki cetak biru sendiri yang disetujui di tingkat puncak. Dalam perkembangannya, ASEAN berusaha mendorong perkembangan pengintegrasian kawasan untuk meningkatkan kekuatan secara keseluruhan. Zona perdagangan bebas ASEAN diaktifkan tanggal 1 Januari 2002. Tujuannya untuk mewujudkan bea masuk nol persen. Pada bulan Oktober 2003, Deklarasi Bali dinyatakan antara lain berbunyi untuk membangun ASEAN sebagai masyarakat ekonomi, keamanan dan kebudayaan sebelum tahun 2020. Sejak tahun 2005, para menteri ekonomi dari 10 negara anggota ASEAN telah menandatangani tiga persetujuan tentang pembangunan masyarakat ekonomi (ASEAN Economic Community), yang menyangkut bidang-bidang perdagangan, pariwisata, penerbangan, pergudangan, distribusi serta penerbangan dan visa. Guna mempercepat tercapainya agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sebuah ASEAN Economic Community Blueprint disahkan pada tahun 2007.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) adalah sebuah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk menghilangkan, jika tidak, meminimalisasi hambatan-hambatan di dalam melakukan kegiatan ekonomi lintas kawasan, misalnya dalam perdagangan barang, jasa dan investasi. Tujuannya agar daya saing ASEAN dapat meningkat serta menyaingi negara-negara lainnya untuk menarik investor asing. Karena penanaman modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan utama diadakannya MEA 2015 adalah untuk menghilangkan secara signifikan hambatan-hambatan kegiatan ekonomi lintas kawasan dan diimplementasikan melalui 4 pilar utama yaitu:
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional (single market and production base) dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik, dan aliran modal yang lebih bebas
ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi (competitive economic region), degan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, perkembangan infrastuktur, perpajakan, dan e-commercer
ASEAN sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi yang merata (Equitqble Economic Development) dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untu negara-negara CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam)
ASEAN sebagai kawasan yang terintregasi secara penuh dengan perekonomian global (integration into the global economy) dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Hukum Persaingan Usaha di ASEAN
Diskusi terkait hukum dan kebijakan persaingan di ASEAN dimulai dengan dilaksanakannya konferensi pertama terkait persaingan usaha pada tahun 2003 yang diinisiasi oleh Indonesia dan Thailand, yang saat itu merupakan dua negara memiliki hukum persaingan usaha, dengan dukungan dari Sekretariat ASEAN. Diskusi di konferensi tersebut mendukung kebutuhan bagi suatu dialog rutin antar negara atas substansi tersebut. Setelah beberapa pertemuan, berbagai negara sepakat untuk membentuk suatu forum informal bersama, yang dinamakan ASEAN Consultative Forum on Competition (ACFC) pada tahun 2004 dan mulai melakukan pertemuan rutinnya pada tahun 2006.
Kebijakan persaingan usaha merupakan salah satu bagian dari pilar ‘highly competitive economic region’, dengan beberapa target yakni (i) pengenalan kebijakan persaingan; (ii) pembentukan pedoman persaingan usaha di kawasan; (iii) pembentukan jaringan kerja sama antar otoritas persaingan usaha; dan (iv) pengembangan kapasitas lembaga atas substansi tersebut.
Sejalan dengan salah satu target AEC Blueprint 2015 tersebut, anggota ACFC menyepakati agar mereka mengtransformasi forum informasi tersebut menjadi badan sektoral resmi di bawah naungan ASEAN, yang dinamakan ASEAN Experts Group on Competition (AEGC). AEGC saat ini beranggotakan perwakilan berbagai otoritas persaingan usaha di ASEAN, dan telah melakukan sidang pertamanya di tahun 2008 guna mewujudkan berbagai target lain di AEC Blueprint 2015.
Pasca 2015, guna mendukung suksesnya kebijakan integrasi ekonomi regional melalui MEA 2015, negara-negara anggota ASEAN khususnya dalam AEGC, berkomitmen untuk menerapkan hukum persaingan usaha di ASEAN yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam Rencana Aksi Kompetisi ASEAN (ASEAN Competition Action Plan, ACAP) 2025 dan disahkan oleh Dewan MEA pada tahun 2016. Melalui ACAP 2025, kebijakan strategis yang tercantum dalam Cetak Biru MEA dituangkan lebih rinci ke dalam tujuan, inisiatif, dan hasil yang diharapkan dengan batas waktu dan sasaran yang telah ditentukan.
Sebagai inistiatif regional yang mendukung visi utama ASEAN menuju wilayah kompetitif, inovatif, dan dinamis dengan kebijakan kompetisi yang efektif dan progresif, ACAP 2025 bertujuan untuk memastikan tersedianya prasyarat-prasyarat yang diperlukan untuk penegakan persaingan yang efektif di negara anggota ASEAN. Sejalan dengan itu, tujuan strategis ACAP 2025 meliputi:
Didirikannya rejim persaingan yang efektif di semua negara anggota ASEAN;
Ditingkatkannya kapasitas badan-badan yang terkait dengan kompetisi di negara anggota ASEAN untuk menerapkan hukum maupun kebijakan kompetisi dengan efektif;
Adanya pengaturan kerjasama regional hukum dan kebijakan kompetisi;
Dibinanya kawasan ASEAN yang sadar kompetisi; dan
Bergerak menuju harmonisasi yang lebih besar antara kebijakan dan hukum persaingan di ASEAN.
Sepuluh tahun sejak berdirinya, AEGC telah membuat langkah-langkah signifikan untuk menciptakan lapangan bermain yang seimbang untuk bisnis dengan memfasilitasi pemberlakuan dan penegakan undang-undang persaingan, mendukung pengembangan kapasitas dan kelembagaan badan persaingan, serta menanamkan budaya persaingan usaha yang sehat. Capaian-capaian AEGC antara lain meliputi: ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, Guidelines on Developing Core Competencies in Competition Policy and Law for ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business, Toolkit for Competition Advocacy in ASEAN, ASEAN Self-Assessment Toolkit on Competition Enforcement and Advocacy, dan Capacity Building Roadmap.
Hingga tahun 2017, undang-undang persaingan yang komprehensif telah berlaku di hampir semua negara-negara anggota ASEAN. Indonesia dan Thailand adalah yang pertama kali memberlakukan undang-undang persaingan pada tahun 1999, diikuti oleh Singapura dan Vietnam pada tahun 2004 dan Malaysia pada tahun 2010. Empat negara lainnya adalah Brunei Darussalam, Laos, Myanmar dan Filipina telah memberlakukan undang-undang kompetisi mereka pada tahun 2015 dan sekarang sedang dalam proses pembentukan otoritas persaingan masing-masing dan mengembangkan peraturan / pedoman untuk penegakan hukum yang efektif. Sementara itu, Kamboja sedang dalam proses penyusunan undang-undang persaingan yang akan segera disahkan. Selain itu, Indonesia, Thailand dan Vietnam sedang dalam proses memperkuat undang-undang mereka untuk memastikan penegakan hukum mereka lebih efektif.
Dalam suatu ekonomi pasar yang terintegrasi di tingkat regional memerlukan hukum persaingan dan lembaga pengawasnya. Dalam hal ini, negara-negara anggota ASEAN mempunyai pemikiran sama bahwa hukum persaingan yang efektif bersifat suatu perintah, walaupun beberapa mereka memiliki perbedaan mengenai bagaimana hukum persaingan sebaiknya diterapkan. Walaupun ada perbedaan di antara anggota negara-negara ASEAN terhadap perlu tidaknya hukum persaingan ASEAN oleh karena dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi masing-masing negara, negara-negara anggota ASEAN sepakat bahwa diperlukan adanya hukum persaingan dan lembaga antimonopoli di negara masing-masing, karena:
Hukum dan kebijakan persaingan mengatur perilaku pelaku usaha di tingkat regional, yaitu mengatur kegiatan ekonomi apa saja yang boleh dan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha, baik itu secara horizontal, vertikal maupun diagonal. Dan mengatur pelaksanaan merger dan akuisisi di tingkat regional, yaitu sejauh mana dua atau lebih pelaku usaha dapat melakukan merger atau akuisisi yang tidak mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat di negara anggota ASEAN, di mana merger dan akuisisi tersebut akan dilaksanakan;
Hukum dan kebijakan persaingan menerima peran penting negara untuk mengatur perilaku pelaku usaha. Negara tidak lagi sebagai pelaku usaha, tetapi sebagai fasilitator dan pengawas melalui kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang diterbitkannya. Dalam hal ini perilaku pelaku usaha di wilayah negara ASEAN secara integral perlu didelegasikan oleh masing-masing negara kepada satu lembaga, yaitu lembaga antimonopoli sebagai pengawas pelaksana hukum persaingan ASEAN. Oleh karena itu, kelak dalam hukum persaingan ASEAN harus ditetapkan pembentukan lembaga antimonopoli tersebut;
Melalui hukum persaingan usaha dan lembaga antimonopoli, persaingan akan lebih kompetitif. Dengan adanya hukum persaingan tersebut pelaku usaha akan lebih efisien dalam memproduksi barang atau jasanya, supaya tetap dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan. Hal ini ujung- ujungnya akan menguntungkan konsumen, karena konsumen mempunyai alternatif untuk memilih harga yang lebih murah pada pasar yang bersangkutan.
Dalam memfasilitasi pemberlakuan undang-undang persaingan di negara-negara anggota ASEAN, sebuah Pedoman Regional ASEAN mengenai Kebijakan Persaingan diluncurkan pada Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN ke-42 di tahun 2010. Panduan ini menetapkan berbagai pilihan kebijakan dan kelembagaan yang menjadi panduan referensi untuk negara-negara anggota ASEAN dalam upaya menciptakan persaingan sehat dan berfungsi untuk mengenalkan, menerapkan dan mengembangkan kebijakan persaingan sesuai dengan konteks hukum dan ekonomi masing-masing di negara-negara anggota ASEAN.
Berikut ini diuraikan berbagai hukum persaingan usaha beserta institusi yang memiliki otoritas dalam mepromosikan dan menegakkan hukum persaingan usaha di tingkat nasional. Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa beberapa negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, saat ini sedang melakukan revisi terhadap undang-undang yang mentor persaingan usaha di negaranya masing-masing. Hal ini dapat menimbulkan perubahan-perubahan kerangka institutional maupun ketentuan substantif dan penegakannya di kemudian hari.
Brunei Darussalam
Dengan komitmen untuk memperkenalkan Hukum Persaingan Usaha yang selaras dengan yang disampaikan pada ASEAN Economic Community (AEC) 2015, maka diberlakukanlah The Competition Order of Brunei Darussalam. Brunei Competition Order bertujuan untuk mempromosikan efisiensi pasar dan kesejahteraan konsumen terhadap pembangunan ekonomi di Brunei Darussalam.
a. Hukum
Hukum yang mengatur tentang persaingan usaha di Brunei Darusalam disebut dengan Constitution of Brunei Darussalam, Competition Order 2015, yang disahkan pada tanggal 7 Januari 2015. Pengenalan dari ketentuan hukum persaingan usaha ini ditujukan untuk mencegah praktik manipulasi pasar dan kartel yang dapat mempengaruhi keseimbangan pasar.
Dalam hal ini juga, Brunei Competition Order ini juga diharapkan dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat dan untuk menarik investor asing untuk menanam saham guna membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Brunei Competition Order memberi beberapa fungsi dan juga kewenangan kepada Competition Commissions dan Competition Tribunal untuk meningkatkan perkembangan hukum persaingan usaha. The Brunei Competition Order melarang 3 kegiatan yang berindikasi kejahatan, yaitu:
a. Anti Competition Agreements
b. Abuse of dominant Power
c. Anti competitive Mergers
Pelaksanaan Brunei Competition Order dan pemberlakuan larangan utama di bawah Order akan dimulai secara bertahap, dimulai dengan pengaturan kelembagaan untuk otoritas persaingan dan advokasi. Sementara, upaya advokasi lainnya termasuk pengembangan materi advokasi seperti video tentang larangan perjanjian anti persaingan, selebaran dan situs web.
Implementasi dari semua aspek di dalam Brunei Competition Order ini akan dimulai dari beberapa fase/bagian. dan susunan struktural beserta proses rekrutmen keanggotaannya sedang berjalan sampai saat ini. Saat ini, Divisi Persaingan sedang mengerjakan draft akhir untuk Pedoman Persaingan Usaha, yang akan diterbitkan pada kuartal dua tahun 2017. Dalam kerangka legislatif, empat peraturan lain yang terkait dengan hukum persaingan usaha yang telah rampung, yaitu;
i) Peraturan Persaingan 2015,
ii) Peraturan Persaingan (Ketentuan Peralihan) 2015,
iii) Peraturan Persaingan (Banding) 2015, dan
iv) Peraturan Persaingan (Pelanggaran) 2015.
b. Otoritas
Divisi Persaingan dibentuk pada bulan Juli 2016 untuk bergabung dengan divisi yang bertanggung jawab atas urusan konsumen di Departemen Perencanaan dan Pengembangan Ekonomi di bawah Kantor Perdana Menteri. Divisi Persaingan dan Urusan Konsumen ini adalah badan administratif, advokasi, investigasi dan juga akan menjadi sekretariat Komisi Persaingan Brunei.
Lebih lanjut, pada tanggal 1 Agustus 2017, Competition Commission of Brunei Darussalam resmi dibentuk dengan dipilihnya Ketua dan Anggota Komisi tersebut. Komisi akan bertanggung jawab untuk melakukan dengar pendapat, membuat keputusan kasus dan menentukan adu penalti. Di bawah Brunei Competition Order 2015, Pengadilan Banding juga diharapkan dapat dibentuk pada tahap selanjutnya.
Divisi Persaingan telah menggelar kerja advokasi sesuai dengan Rencana Komunikasi Persaingan sejak November 2016 melalui sesi perjanjian. Rencana tersebut dengan jelas mendefinisikan pemangku kepentingan utama yang ditargetkan dengan pesan kunci yang disesuaikan. Rencananya akan dilakukan dalam tiga tahap:
Fase Satu: kementerian / lembaga kunci dan anggota dewan legislatif;
Fase Dua: komunitas bisnis dan asosiasi; dan
Fase Tiga: masyarakat umum, media, akademisi dan konsumen.
Kamboja
Mengadopsi hukum persaingan usaha menjadi salah satu komitmen yang diterapkan oleh Pemerintah Kamboja sebagai anggota ASEAN. Sejalan dengan komitmen ini, Menteri Perekonomian Kamboja telah membuat Tim Penyusun Undang-Undang Hukum Persaingan Usaha yang tugasnya merancang hukum persaingan, menjadi fasilitator di setiap proses pemberlakuan undang-undang ini, dan mendiskusikan kasus-kasus terkait persaingan usaha.
a. Hukum
Rancangan Undang-Undang Persaingan mengacu pada Pedoman Regional ASEAN mengenai Persaingan. Tujuan diciptakannya undang-undang ini adalah menangani kasus-kasus persaingan usaha yang dinilai tidak sah dan juga untuk mempromosikan hukum persaingan usaha, serta melindungi para pelaku bisnis menengah kecil di Kamboja.
Kementerian Perdagangan Kamboja berkomitmen untuk mempercepat proses penyusunan dan bertujuan untuk menyerahkan rancangan undang-undang tersebut ke Dewan Menteri dan kemudian ke Parlemen pada akhir tahun 2017. Seperti yang telah dijadwalkan, rancangan undang- undang ini akan disahkan pada tahun 2017.
Rancangan Undang-Undang Persaingan juga dikonsultasikan dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait, termasuk sektor swasta. Di antaranya adalah, Kementerian Perdagangan Kamboja melakukan kunjungan studi ke KPPU pada Februari 2017 untuk belajar dari pengalaman KPPU dan tantangan dalam menegakkan undang-undang persaingan.
b. Otoritas
Berdasarkan draf undang-undang saat ini, sebuah Komisi Persaingan Kamboja akan dibentuk, dan sesuai dengan Keputusan Pemerintah No. 127 tertanggal Juni, 2016, Departemen Persaingan (DOC), Direktorat Jenderal CAMCONTROL Kementerian Perdagangan, akan dibentuk sebagai badan yang bertanggung jawab untuk menegakkan hukum. Untuk meningkatkan kapasitas lembaga muda, DOC telah menyelenggarakan Lokakarya untuk Agen Kompetisi Muda di ASEAN.
Indonesia
Sebagai salah satu negara yang mempelopori kelahiran undang-undang yang mengatur persaingan usaha di tahun 1999, Indonesia merupakan salah satu negara yang berhasil menerapkan hukum persaingan usaha dengan cukup aktifnya lembaga KPPU dalam mempromosikan dan menegakkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha di Indonesia.
a. Hukum
Dalam hal substansi, secara obyektif dapat dikatakan bahwa UU No. 5 Tahun 1999 belum sempurna. Hal ini diakui pula oleh para pihak yang terlibat dalam penyusunan undang-undang ini. Oleh karenanya, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap undang-undang tersebut di masa datang. Terlepas dari beberapa kekurangan dari UU No. 5 Tahun 1999, undang-undang ini telah mengisi kekosongan hukum di bidang persaingan usaha di Indonesia.
Di samping itu, KPPU telah mengeluarkan produk hukum yang menjadi indikator berkembangnya hukum persaingan usaha di Indonesia, antara lain Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2009 tentang Pranotifikasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan, Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun1999 dengan Hak atas Kekayaan Intelektual, Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 mengenai pengecualian terhadap BUMN. Sementara aturan khusus yang menyangkut hukum acara misalnya adalah Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara.
Peraturan yang paling banyak mendapat perhatian karena banyaknya kasus-kasus yang dilaporkan mengenai persekongkolan tender dan kartel adalah Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender dan Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 11 tentang Kartel. Demikian juga mengenai dengan Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha, dan Pengambilalihan Saham Perusahaan.
b. Otoritas
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, yang didirikan pada tahun 2000, adalah badan penolong negara yang bertanggung jawab untuk menegakkan undang-undang persaingan; UU No. 5 Tahun 1999, di semua sektor di Indonesia. Komisi memiliki lima kantor perwakilan di kota-kota besar di seluruh Indonesia untuk membantu menegakkan hukum persaingan usaha. KPPU memiliki mandat baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang memberi kesempatan untuk mengawasi dan memberlakukan potensi pelanggaran horizontal dalam kemitraan bisnis antara UMKM dan perusahaan berukuran besar.
Dalam hal tindakan penegakan hukum, pada 2016, 209 keluhan formal telah dipecahkan, 22 keputusan pelanggaran telah dikeluarkan dan 16 nasehat kebijakan kepada pemerintah dibuat. KPPU telah melakukan kegiatan penjangkauan intensif kepada pemangku kepentingan multi, termasuk peradilan. Selanjutnya, KPPU berhasil mengumpulkan 56% denda keuangan, menyumbang USD 17,9 juta untuk pendapatan nasional Indonesia, dua kali lipat dari anggaran pemerintah yang diterima KPPU pada tahun 2016 sebesar USD 9,2 juta.
Sementara itu, KPPU, sebagai salah satu bagian dari komponen struktural, merupakan lembaga yang baru didirikan pada tahun 1999 (keanggotaan Komisinya baru diangkat tahun 2000). Terlepas dari penilaian berbagai pihak atas kinerjanya, secara obyektif, perlu diakui bahwa KPPU sebagai lembaga yang baru telah berusaha mengemban amanat UU No. 5 Tahun 1999 melalui berbagai kegiatan. Termasuk penanganan perkara dan penyampaian saran serta pertimbangan ke Pemerintah.
Sejak berdiri hingga saat ini, KPPU telah melahirkan banyak sekali putusan terhadap perkara dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999. Di samping itu, KPPU juga mengembangkan Daftar Periksa Kompetisi yang telah digunakan dalam proses pembuatan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Perihal kondisi komponen substansi dan komponen struktural dari sistem hukum persaingan usaha di Indonesia saat ini, secara obyektif dapat disimpulkan, belum tercapai suatu kondisi ideal yang diharapkan. Dan untuk mencapai itu, tentunya dibutuhkan waktu dan upaya yang berkesinambungan.
Laos
Pemerintah Laos menyatakan bahwa banyak sekali kejahatan persaingan usaha yang terjadi di pasar yang mengakibatkan pasar tersebut menduduki posisi dominan dan memonopolisasi pasar bersangkutan lainnya. Dampak lainnya, kegiatan monopoli dan posisi dominan dapat mempengaruhi aksesi perekonomian, seperti membuat harga jual barang menjadi lebih tinggi ataupun menjadi lebih rendah dari harga yang semestinya untuk tujuan tertentu.
a. Hukum
Undang-undang Persaingan Laos disahkan oleh Majelis Nasional pada tanggal 14 Juli 2015 dan ditandatangani oleh Presiden Republik Demokratik Rakyat Laos pada 28 Agustus 2015. Undang- Undang Persaingan Laos lalu diberitahukan dalam Berita Resmi dan mulai berlaku pada tanggal 9 Desember 2015. Undang-Undang ini dibentuk untuk menciptakan ketentuan hukum persaingan usaha guna memudahkan The Decree on Trade Competition dalam menjalankan fungsinya untuk meniadakan praktik monopoli dan menciptakan lingkungan yang sehat di antara pelaku usaha di Laos.
b. Otoritas
Guna mencegah praktik monopoli dalam berbagai sektor, di tahun 2004, Pemerintahan Laos memperkenalkan the Decree on Trade Competition sebagai lembaga untuk mencegah terjadinya praktik monopoli yang dapat menganggu perekonomian negara. Hal ini didasarkan oleh fakta bahwa, baik pihak swasta maupun negeri tidak memiliki wawasan yang cukup luas mengenai praktik monopoli ini, sehingga memang implementasi dari lembaga ini memang kurang dapat berjalan sesuai harapan. Setelah diberlakukannya Decree on Trade Competition 2015, Departemen Perdagangan Dalam Negeri bersama dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, saat ini sedang melakukan persiapan untuk menegakkan undang-undang persaingan tersebut, yang mencakup pembentukan Komisi Persaingan Laos (LCC), sesuai dengan Pasal 48-51 Decree on Trade Competition 2015.
Komisaris LCC akan terdiri dari perwakilan dari sektor terkait sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang. Pedoman Persaingan untuk mendukung pelaksanaan undang-undang saat ini sedang dikembangkan. Selain itu, beberapa kegiatan telah dilakukan seperti melakukan penilaian persaingan kerja serta menyelenggarakan lokakarya untuk sektor publik dan swasta sebagai bagian dari upaya persaingan.
Malaysia
a. Hukum
Competition Act 2010 telah diundangkan oleh Parlemen Malaysia pada bulan Mei 2010 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012. Undang-undang ini dilaksanakan oleh Malaysia Competition Commission (MyCC), yang didirikan berdasarkan undang-undang tersebut. Competition Act 2010 mencakup semua kegiatan komersial, baik di dalam maupun di luar Malaysia, yang memiliki dampak negatif pada segala bentuk pasar di Malaysia.
Namun demikian, ketentuan Competition Act 2010 tidak berlaku untuk kegiatan- kegiatan komersial yang diatur oleh:
Undang-Undang Pembangunan Perminyakan 1974
Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998;
Undang-Undang Komisi Energi 2001; dan
Undang-Undang Komisi Penerbangan Malaysia 2015.
Competition Act 2010 juga memberdayakan MyCC dengan fungsinya sebagai otoritas khusus dalam mengimplementasikan dan mengembangkan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Competition Act 2010 tersebut, juga sebagai pedoman dalam penegakan hukum persaingan usaha, dan bertindak sebagai juri dalam kasus-kasus persaingan usaha.
Dari segi regulasi lainnya, 6 pedoman telah dikeluarkan sejak dibentuknya MyCC, yaitu:
Pedoman Regulasi Leniency;
Pedoman Kesepakatan Anti-Persaingan (Bab 1 Larangan);
Pedoman Pelanggaran Posisi yang Dominan (Bab 2 Larangan);
Pedoman Definisi Pasar, Pedoman tentang Prosedur Pengaduan;
Pedoman Regulasi Leniency; dan
Pedoman Sanksi Keuangan.
b. Otoritas
MyCC adalah Sebuah badan independen yang didirikan di bawah naungan The Competition Commission Act 2010 dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan persaingan usaha. Fungsi utamanya adalah melindungi proses persaingan untuk kepentingan bisnis, konsumen, dan ekonomi. MyCC bertindak sebagai pelaksana dan pengembang dari pengetahuan umum yang memiliki keterkaitan dengan hukum persaingan usaha, hukum bisnis di dalam sektor ekonomi Malaysia, juga menginformasikan dan mengedukasi masyrakat umum tentang cara-cara di dalam persaingan usaha yang dapat memberi keuntungan bagi masyarakat dan juga bagi perekonomian di Malaysia.
Dalam hal investigasi dan penegakan, mulai tahun 2012 hingga 2017, MyCC telah menerima total 293 keluhan, dimana 250 diantaranya telah diselesaikan. MyCC saat ini menyelidiki 13 kasus dan 12 pengaduan sedang dalam penilaian. Sampai sekarang, MyCC telah mengeluarkan 6 keputusan akhir terkait dengan sektor floriculturist, makanan, teknologi informasi, dan transportasi dan penerbangan sebagai berikut:
Cameron Highland Floriculturist Association (CHFA) - 6 Des 2012;
Malaysian Airline System Berhad, AirAsia Berhad & AirAsiaX Sdn. Bhd - 31 Maret 2014;
Pabrik Es Tabung (Tabung Es) - 30 Januari 2015;
Persatuan Pembuat Kek dan Roti Sibu - 12 Februari 2015;
Penggantian Depoh Kontena (CDO Penang) - 1 Juni 2016;
MyE.G. Layanan Berhad. (MyEG) - 24 Juni 2016.
MyCC juga melakukan review pasar, dua telah selesai. Pertama, adalah Penelitian tentang Price Fixing oleh Badan Profesional yang disimpulkan pada tahun 2013 dimana wilayah ini merupakan salah satu wilayah prioritas yang diidentifikasi oleh Komisi karena badan / asosiasi profesional memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Malaysia. Kedua, adalah Tinjauan Pasar Broiler Domestik di Semenanjung Malaysia yang disimpulkan pada tahun 2014. Kajian ini berfokus pada struktur pasar broiler domestik saat ini dan interaksi petani, pedagang grosir dan pengecer di seluruh rantai pasokan broiler. Saat ini, MyCC sedang melakukan “Review Pasar pada Sektor Farmasi”.
Dengan semangat mendidik masyarakat tentang hukum persaingan, MyCC juga mengembangkan antara lain, Buku Pandungan berjudul Competition Act 2010 A Guide for Business, Competition Act 2010: Buku Pegangan untuk Umum, Tanya Jawab untuk UKM. MyCC juga telah menyelenggarakan 200 program advokasi untuk sektor swasta dan publik di seluruh Malaysia.
Beberapa program penting yang dilaksanakan oleh MyCC adalah termasuk Konferensi Persaingan Malaysia 2017, keterlibatan dengan Perusahaan Multinasional mengenai Kepatuhan Kompetisi, Seminar Menentang Pemberian Rigging dan Pelanggaran Posisi Dominan dalam Pengadaan Pemerintah, Forum tentang undang-undang Persaingan di Sektor Farmasi, Seminar UKM “Membantu UKM Memahami Hukum Persaingan dan Kompetisi Moot Court 1st tentang Hukum Persaingan 2016.
Myanmar
a. Hukum
Undang-undang Persaingan Usaha Myanmar diundangkan pada tanggal 24 Februari 2015 dan mulai berlaku pada tanggal 24 Februari 2017. Kementerian Perdagangan Myanmar telah melakukan berbagai kegiatan seperti mengadakan seminar, lokakarya, dan menyebarluskan materi advokasi, untuk mempromosikan kesadaran mengenai persaingan usaha di beberapa wilayah di seluruh Myanmar. Di samping itu, perkembangan peraturan mengenai persaingan usaha hampir selesai.
b. Otoritas
Pembentukan Komisi Persaingan Myanmar sedang berlangsung saat ini. Setelah didirikan, Komisi Persaingan Myanmar akan menjadi satu-satunya otoritas yang bertanggung jawab atas penegakan kebijakan dan undang-undang mengenai persaingan usaha.
Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan bekerja untuk mengidentifikasi sektor prioritas Komisi Persaingan Myanmar dan sedang mempersiapkan program pengembangan kapasitas untuk melatih staf Komisi untuk menegakkan hukum. Saat ini, Myanmar memimpin ASEAN Expert Group on Competition (AEGC) untuk periode 2017-2018.
Filipina
Lembaga penegak persaingan usaha di Filipina dimulai pada awal masa Kolonial Perancis dengan diciptakannya Peraturan tentang Monopoli dan Pembatasan Kegiatan Usaha pada tahun 1870. Peraturan inilah yang kemudian diikuti oleh lembaga penegak hukum persaingan usaha berikutnya, yang menggambarkan pendekatan sektoral pada rezim penegakan persaingan usaha. Lembaga penegak ini disebut dengan Philippine Competition Commission (PCC). PCC menjadi lembaga yang ditunjuk langsung oleh Presiden Benigno S. Aquino III, untuk menjalankan Republic Act 10667 atau The Philippine Competition Act (PCA), yang disahkan pada tanggal 21 Juli 2015. PCA melarang Perjanjian yang bersifat anti-competitive, pelanggaran yang berkaitan dengan posisi dominan, merger, dan pembatasan persaingan di suatu pasar.
a. Hukum
Philippine Competition Act, merupakan undang-undang persaingan utama di Filipina, yang telah diundangkan pada bulan Juli 2015, lebih dari dua dekade setelah undang-undang persaingan yang komprehensif diajukan kepada Kongres Filipina. Undang-undang, yang mulai berlaku pada bulan Agustus 2015 ini, melarang dan menghukum tiga kategori besar perilaku pasar, yakni:
Perjanjian anti persaingan (misalnya, penetapan harga, penawaran curang);
Penyalahgunaan posisi pasar dominan (misalnya, predatory pricing, perilaku diskriminatif; dan
Merger dan akuisisi yang anti persaingan, yang secara substansial dapat mencegah, membatasi, atau mengurangi persaingan di pasar.
Di samping itu, Philippine Competition Act adalah dasar hukum pembentukan Komisi Persaingan Filipina (Phillipine Competition Commission, PCC).
b. Otoritas
Komisi Persaingan Filipina (Phillipine Competition Commission, PCC), merupakan badan kuasi- yudisial independen yang memiliki mandat untuk menegakkan Philippine Competition dan menerapkan kebijakan persaingan nasional. Badan ini secara formal didirikan pada bulan Februari 2016, yang memiliki yurisdiksi utama dan asli dalam penegakan semua isu terkait persaingan di semua sektor bisnis. PCC adalah lembaga atau badan independen yang berada langsung di bawah kewenangan Presiden. Visi dari PCC adalah sebagai pelindung masyarakat dalam hal persaingan usaha dan meningkatkan kesejahteraan umum melalui pendekatan yang strategis dan inovatif di samping menjalankan segala usaha yang tetap berlandaskan pada asas kredibilitas dan kejujuran.
Setahun sejak berdirinya (per Januari 2017), PCC telah memiliki prestasi yang signifikan, yaitu: (i) penerbitan peraturan pelaksanaan dan peraturan (IRR) PCA; (ii) pedoman prosedural yang berkaitan dengan penegakan dan review merger; (iii) 80 notifikasi untuk merger dan akuisisi senilai PHP1.7 triliun atau US$35,56 miliar; (iv) zero backlog atas tinjauan merger dan akuisisi; (v) delapan rujukan yang diterima untuk kemungkinan perilaku anti persaingan di industri telekomunikasi, semen, energi, beras, truk, perkapalan, dan asuransi; dan (vi) tinjauan komprehensif tentang lanskap kompetisi nasional, berkoordinasi dengan Otoritas Ekonomi dan Pembangunan Nasional, yakni badan perencanaan sosial ekonomi pemerintah.
Sebagai lembaga persaingan yang relatif baru, PCC membangun kemitraan dengan lembaga persaingan yang mapan di berbagai negara untuk memperkuat kapasitasnya dalam melakukan investigasi, tinjauan merger, analisis persaingan, dan keterampilan terkait lainnya. Menyadari bahwa advokasi memainkan peran penting dalam penegakan persaingan yang efektif, PCC menerapkan kampanye intensif untuk menginformasikan masyarakat umum mengenai the Philippine Competition Act. Hal ini mencakup publikasi dan produk multimedia untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan tentang undang-undang tersebut, PCC, dan fungsinya.
Singapura
Fokus dari hukum persaingan di Singapura adalah untuk mempromosikan fungsi yang efisien di dalam suatu pasar untuk meningkatkan persaingan yang sehat dalam hal perekonomian Singapura.
a. Hukum
Undang-Undang Persaingan (the Competition Act) di Singapura diberlakukan pada tahun 2004 guna menyediakan hukum generic dalam melindungi konsumen dan bisnis dari prkatik-praktik anti- kompetitif yang dilaksanakan oleh entitas privat. Secara garis besar, Undang-Undang Persaingan Singapura melarang kegiatan usaha yang anti-kompetitif. Kegiatan-kegiatan yang dilarang tersebut meliputi perjanjian yang dilarang, persaingan yang dibatasi dan didistorsi, posisi dominan, dan merger yang berkaitan dengan persaingan.
b. Otoritas
Komisi yang bertugas untuk menegakkan Undang-Undang Persaingan Singapura adalah Competition Commission Singapore (CCS), yang menegakkan hukum persaingan dengan cara menentang kegiatan yang bersifat anti-kompetitif dan kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi negara. Misi dari CCS adalah menciptakan pasar ekonomi yang dapat berjalan, sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan juga menguntungkan bagi konsumen (yang dalam hal ini adalah masyarakat Singapura).
Pada tahun 2016, CCS menangani sekitar 40 kasus persaingan di berbagai industri, termasuk keputusan pelanggaran awal yang dikeluarkan untuk kasus kartel yang melibatkan distribusi produk ayam segar dan keputusan pelanggaran untuk kasus kartel di sektor jasa keuangan, yang juga menutup dua kasus penyalahgunaan dominasi, yakni:
Kasus pertama pengiriman makanan secara online ditutup setelah menilai bahwa persaingan di industri ini tidak dirugikan, dengan industri ini terus berkembang seiring dengan beberapa pendatang baru yang memperoleh pangsa pasar secara agresif.;
Kasus kedua melibatkan praktik industri terbatas dalam penyediaan suku cadang lift dan ditutup setelah CCS menerima komitmen sukarela dari salah satu pihak yang diselidiki.
CCS juga meninjau tujuh pengaduan mengenai merger, dimana enam diantaranya
adalah bersifat lintas batas, mencakup berbagai industri termasuk manufaktur, jasa keuangan dan transportasi. Tinjauan dua tahunan terhadap Pedoman CCS juga telah selesai pada bulan November 2016. Salah satu dari reformasi tersebut mencakup Prosedur Jalur Cepat yang baru, yang akan memungkinkan perusahaan yang sedang diselidiki untuk mengadakan perjanjian dengan CCS dimana mereka akan menerima pertanggungjawaban mereka lebih awal, dengan mengakui partisipasi mereka dalam aktivitas anti-kompetitif, sebagai imbalan atas pengurangan hukuman finansial.
Reformasi lainnya termasuk perubahan tahun referensi untuk perhitungan omset yang relevan untuk denda keuangan, dan penyempurnaan program keringanan pajak CCS dan penilaian substantif terhadap merger. Sementara dalam hal advokasi, CCS terus melibatkan instansi pemerintah dan pemangku kepentingan swasta mengenai persaingan. Jangkauan dengan instansi pemerintah diadakan untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negative dari bid rigging pada pengadaan publik.
Materi kolateral CCS kemudian dirubah untuk membantu pemangku kepentingan dalam memahami undang-undang persaingan di Singapura. CCS juga menjadi tuan rumah bagi Konferensi Tahunan International Competition Network (ICN) di tahun 2016. Acara ini merupakan konferensi yang pertama kalinya diadakan di Asia Tenggara, yang melibatkan lebih dari 500 peserta dari lebih dari 80 yurisdiksi.
Di sisi lain, CCS juga bekerja sama dengan pihak pemerintah, komunitas ekonomi, dan masyarakat umum untuk mengadili kasus-kasus persaingan usaha dan juga mempromosikan budaya dan lingkungan persaingan yang sehat dan kuat.
Thailand
Thailand adalah negara pertama di ASEAN yang memberlakukan undang-undang persaingan usaha atau yang dikenal dengan nama The Trade Competition Act B.E. 2542 pada tahun 1999. Setelah disahkannya undang-undang ini, dibentuklah the Office of Trade Competition Commission (OTCC) yang berfungsi mengawasi berjalannya persaingan di Thailand.
a. Hukum
Undang-Undang Persaingan Thailand 1999 merupakan hukum utama yang menentukan kerangka kerja kebijakan persaingan di Thailand. Undang-undang ini meliputi beberapa praktik persaingan seperti perjanjian anti-kompetitif, posisi dominan, merger, dan beberapa pembatasan-pembatasan kegiatan usaha atau praktik persaingan usaha tidak sehat lainnya.
Namun, telah dilakukan upaya reformasi terhadap Undang-Undang Persaingan Thailand sejak tahun 2014 untuk memastikan kerangka kerja komprehensif yang mampu mengatasi dinamika pasar yang terus berubah dan sejalan dengan praktik terbaik internasional. Perubahan besar yang diharapkan dalam undang-undang tersebut antara lain meliputi perluasan cakupan undang- undang, serta meningkatkan jumlah penalti dan meningkatkan kekuatan Komisi Persaingan untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap pelanggar.
Pada Oktober 2016, Kabinet mengeluarkan sebuah resolusi untuk mengamandemen Undang- Undang Persaingan dan pada Maret 2017, rancangan undang-undang yang telah diubah tersebut disetujui oleh Dewan Legislatif Nasional dan akan mulai berlaku 90 hari setelah dipublikasikan dalam Lembaran Berita Nasional. Dengan demikian, Undang-Undang Persaingan Thailand yang baru diharapkan mulai berlaku pada akhir tahun 2017.
b. Otoritas
The Office of Trade Competition Commission (OTCC), yang didirikan di bawah naungan Kementerian Keuangan, adalah penanggung jawab kewenangan atas penegakan hukum persaingan di segala aspek perekonomian di Thailand Hingga tahun 2016, terdapat total 100 kasus yang telah diselidiki oleh OTCC yang terdiri dari: 18 penyalahgunaan posisi pasar dominan, 28 kesepakatan anti persaingan, dan 54 praktik perdagangan yang tidak adil.
Saat ini, OTCC sedang mempersiapkan untuk mendirikan Komisi Persaingan Usaha Thailand sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Persaingan yang baru. Beberapa program pelatihan pun telah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas staf untuk secara efektif menerapkan Undang-Undang Persaingan yang telah direvisi.
Vietnam
Kompetisi adalah satu hal yang dikenal bergerak dinamis dalam perkembangan ekonomi, sosial, dan pengembangan teknologi. Di situasi perekonomian Vietnam sekarang ini, keadilan dan keseimbangan dalam persaingan menjadi peran yang sangat fundamental, untuk meyakinkan kemanfaatan dari proses berjalannya suatu pasar di tengah masyarakat.
a. Hukum
Dalam usaha untuk menciptakan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi yang baik, pada 3 Desember 2004, disahkanlah Undang-Undang Persaingan Usaha No. 27/2004/QH11. Setelah Hukum Persaingan Vietnam diadopsi oleh Majelis Nasional pada tahun 2004 dan mulai berlaku pada tahun 2005.
Secara garis besar, hukum persaingan di Vietnam memiliki tugas utama, sebagai berikut:
Mengawasi kegiatan usaha yang membatasi persaingan atau kegiatan yang dihasilkan dari pembatasan persaingan, khususnya dalam konteks peningkatan suatu pasar dan integrasi ekonomi global;
Melindungi iklim ekonomi dari kegiatan persaingan yang tidak sehat yang hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan tertentu;
Menciptakan dan menyusun lingkungan perekonomian dan usaha yang kompetitif.
b. Otoritas
Pelaksana dari hukum persaingan usaha di Vietnam ini adalah sebuah badan yang disebut Vietnam Competition Authority (VCA) yang memainkan peran badan investigasi sementara Vietnam Competition Council (VCC) memiliki fungsi untuk memutuskan kasus antimonopoli berdasarkan Berkas investigasi VCA.
Tahun 2016 menandai tonggak penting bagi VCA. Selain menyelesaikan peninjauan setelah 10 tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang Persaingan Vietnam (2005-2015), VCA telah menerima persetujuan Majelis Nasional untuk mengamandemen Undang-undang Persaingan Vietnam. Rancangan undang-undang yang telah diubah akan diajukan ke Majelis Nasional untuk diadopsi pada pertengahan tahun 2018. Dengan demikian, VCA telah memfokuskan sebagian besar sumber dayanya untuk meninjau kembali Undang-undang tersebut.
VCA baru-baru ini telah menyimpulkan sebuah penyelidikan resmi mengenai kasus yang berkaitan dengan pariwisata dan telah menyerahkan berkas kasus ke VCC untuk dipertimbangkan.
Kasus tersebut dimulai atas dasar keluhan yang diterima perusahaan yang diduga telah menyalahgunakan kekuatan pasarnya dengan menerapkan kondisi komersial istimewa untuk transaksi serupa untuk mencegah pesaing baru memasuki pasar. VCA juga melakukan investigasi pada beberapa sektor termasuk asuransi kapal nelayan, TV berbayar, pariwisata, dan tebu dan mengumpulkan informasi mengenai beberapa area yang menunjukkan perilaku kasar.