PERSEKUTUAN PERDATA

HUKUM DAN ETIKA DIGITAL/ BISNIS



By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LLM.


"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)

A. Hukum Persekutuan

Penguraian bagian persekutuan perdata ini dimulai dengan menguraikan makna hukum persekutuan terlebih dahulu. Di dalam hukum Inggris hukum persekutuan dikenal dengan istilah company law. Di dalam hukum Inggris apa yang dimaksud dengan company law adalah himpunan hukum atau ilmu hukum mengenai bentuk-bentuk kerjasama baik yang tidak berstatus badan hukum (partnership) maupun yang berstatus badan hukum (corporation).

Di dalam hukum Belanda, pengertian vennotschapsretchts lebih sempit, yaitu sekedar terbatas pada NV, firma, dan CV yang diatur dalam KUHD dan persekutuan perdata yang dianggap sebagai induknya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata. Hukum persekutuan merupakan himpunan hukum atau ilmu hukum yang mempelajari bentuk-bentuk kerjasama. Jika dikaitkan dengan dunia perniagaan, maka ia dapat disebut sebagai hukum persekutuan perniagaan atau hukum perusahaan sebagai kerjasama bisnis yang bersifat komersial. Di dalam hukum Inggris disebut dengan istilah corporation law yang mencakup kerjasama yang bersifat komersial dan non komersial. Namun demikian, sebenarnya di dalam hukum Inggris tidak ada pembedaan secara tegas mengenai sifat komersial dan non komersial itu. Jika perlu mereka menyebutnya sebagai business corporation.

B. Pengertian Persekutuan Perdata

Persekutuan perdata adalah padanan dan terjemahan dari burgerlijk maatschap (private partnership). Di dalam sistem common law dikenal dengan istilah partnership. Kemudian di dalam hukum Islam dikenal dengan istilah sharikah atau shirkah.49 Persekutuan adalah suatu bentuk dasar bisnis atau organisasi bisnis.

Persekutuan perdata menurut Pasal 1618 KUHPerdata ada perjanjian antara dua orang atau lebih mengikat diri untuk memasukkan sesuatu (inbrengen) ke dalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya.

Dari ketentuan Pasal 1618 KUHPerdata tersebut, dapat ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam persekutuan perdata, yaitu:

Definisi yang sama terdapat dalam Buku 7A Titel 9 Artikel 1655 NBW yang mendefinisikan persekutuan sebagai perjanjian antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dengan maksud untuk membagi keuntungan diantara mereka (maatchap is eene overeenkomst, waarbij twee of meerde personen zich verbinden om iets in gemeenshap te brengen, met het oogmerk om het daaruit onstaande voordeel met elkander te deelen).

Angela Schneeman mendefinisikan partnership sebagai suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau lebih melakukan kepemilikan bersama suatu bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Partnership dapat juga diartikan sebagai suatu perjanjian (agreement) diantara dua orang atau lebih untuk memasukkan uang, tenaga kerja, dan keahlian ke dalam suatu perusahaan, untuk mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai dengan bagian atau proporsi yang telah disepakati bersama.51

Di Inggris, menurut Pasal 1 Partnership Act 1890 persekutuan perdata adalah hubungan antara orang yang menjalankan kegiatan bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (partnership is relation which sub- sists between persons carrying a business in common with a view to profit).

Di Malaysia, persekutuan perdata ini dikenal dengan istilah “perkongsian”. Perkongsian menurut Seksysen 3(1) Akta Perkongsian (Partnership Act) 1961 (yang telah diperbaharui pada 1974) adalah “perhubungan yang wujud antara orang-orang yang menjalankan perniagaan” (the relation which subsist between persons carrying on business in common with a view of profit).

Dari pengertian persekutuan perdata baik yang dianut di Inggris, Amerika Serikat, dan Malaysia dapat ditarik beberapa unsur yang melekat dalam persekutuan perdata yakni;

  Dengan demikian, dapat ditarik simpulan bahwa persekutuan perdata baik dalam sistem hukum Indonesia maupun dalam sistem common law memiliki kesamaan. Kesamaan itu terletak pada hubungan para sekutu didasarkan pada perjanjian. Dengan perkataan lain, persekutuan perdata tunduk pada hukum perjanjian.

Orang (person) yang melakukan kerjasama di dalam persekutuan tersebut dapat berupa perorangan (makhluk pribadi) badan hukum seperti perseroan terbatas dan koperasi.

Makna bisnis (business) di dalam definisi persekutuan di atas mencakup setiap aktivitas atau kegiatan dalam bidang perdagangan dan pekerjaan (occupation) atau profesi (profession).54 Dengan demikian, persekutuan perdata dapat merupakan suatu wadah untuk menjalankan kegiatan yang bersifat komersial dan profesi seperti pengacara (advokat) dan akuntan. Dari makna persekutuan perdata di atas, jelas bahwa jumlah sekutu dalam persekutuan perdata minimal ada dua orang. KUHPerdata tidak menyebutkan berapa jumlah maksimal sekutu dalam persekutuan. Di dalam Akta Perkongsian Malaysia diatur jumlah maksimal sekutu (pekongsi) dalam persekutuan perdata. Seksysen 14 dan 47 (2) Akta Perkongsian menentukan bahwa, jumlah maksimum bagi sekutu adalah dua puluh orang, dan bagi persekutuan menjalankan profesi maksimum tiga puluh orang dengan syarat profesi itu hendaklah sesuatu yang lazimnya tidak dijalankan oleh “syarikat” atau badan perniagaan yang diatur berdasarkan Akta Syarikat.

C. Hubungan Persekutuan Perdata dengan Firma dan Persekutuan Komanditer

Persekutuan perdata adalah genus dari bentuk kerjasama dalam bentuk persekutuan. Bentuk khusus (species) perjanjian persekutuan perdata ini adalah firma dan persekutuan komanditer. Genus-nya diatur dalam Buku III KUHPerdata sebagai perjanjian bernama, sedangkan species-nya diatur dalam KUHD.

Pengaturan tentang firma dan persekutuan komanditer di dalam KUHD sangat singkat. Ini berlainan dengan persekutuan perdata yang diatur secara rinci di dalam KUHPerdata. Pengaturan yang demikian dapat dipahami. Ketentuan persekutuan perdata di dalam KUHPerdata menjadi ketentuan umum yang dapat berlaku baik bagi persekutuan perdata sendiri maupun firma dan persekutuan komanditer yang merupakan persekutuan perdata. Ketentuan yang berkaitan dengan firma dan persekutuan komanditer dalam KUHD adalah aturan yang bersifat khusus. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan khusus, maka ketentuan umum persekutuan perdata berlaku juga bagi firma dan persekutuan komanditer. Dalam hubungan antara firma dan persekutuan komanditer, firma dikatakan sebagai bentuk umum (genus) dan persekutuan komanditer adalah khusus (species) dari firma. Penjelasan mengenai kekhususan persekutuan komanditer ini diuraikan dalam bab berikutnya.

D. Personalitas Persekutuan Perdata

Persekutuan perdata dikuasai oleh hukum perjanjian. Hubungan sesama sekutu di dalam persekutuan perdata berdasarkan perjanjian. Tidak ada pemisahan kekayaan antara persekutuan dan sekutu. Akibatnya tanggung jawab para sekutu pun bersifat tidak terbatas. Konsekuensinya, persekutuan bukan merupakan badan hukum.

Badan hukum adalah rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan yang sama seperti manusia. Oleh karena badan ini adalah hasil rekayasa manusia, maka badan ini disebut sebagai artificial person.

Di dalam hukum, istilah person (orang) mencakup makhluk pribadi, yakni manusia (natuurlijk persoon, natural person) dan badan hukum (persona moralis, legal person, legal entity, rechtspersoon). Keduanya adalah subjek hukum, sehingga keduanya adalah penyandang hak dan kewajiban hukum. Dengan perkataan lain, sebagaimana yang dikatakan oleh J. Satrio, mereka ia memiliki hak/dan atau kewajiban yang diakui hukum.

Oleh karena badan hukum adalah subjek hukum, maka ia merupakan badan yang independen atau mandiri dari pendiri, anggota, atau penanam modal badan tersebut. Badan ini dapat melakukan kegiatan bisnis atas nama dirinya sendirinya seperti manusia. Bisnis yang dijalankan, kekayaan yang dikuasai, kontrak yang dibuat semua atas badan itu sendiri. Badan ini seperti halnya manusia memiliki kewajiban-kewajiban hukum, seperti membayar pajak dan mengajukan izin kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri.

Sifat terbatasnya tanggung jawab secara singkat merupakan pernyataan dari prinsip bahwa pemegang saham atau para anggota tidak bertanggungjawab secara pribadi atas kewajiban perusahaan sebagai badan hukum yang kekayaannya terpisah dari pemegang sahamnya atau anggotanya. Prinsip “continuity of existence”59 menegaskan tentang pemisahan kekayaan korporasi dengan pemiliknya. Badan hukum itu sendiri tidak dipengaruhi oleh kematian ataupun pailitnya pemegang saham. Badan hukum juga tidak dipengaruhi oleh perubahan struktur kepemilikan perusahaan. Sebagai akibatnya, saham-saham perusahaan diperdagangkan secara bebas.

Perseroan terbatas adalah contoh dari badan usaha yang berbadan hukum (korporasi), yakni perkumpulan yang berbadan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya, yakni:61

Pada dasarnya, para pendiri atau pemegang saham atau anggota suatu korporasi tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi. Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal saham yang ia kuasai. Selebihnya, ia tidak bertanggungjawab.

Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. Bahkan, dalam konteks PT, pemegang saham dapat mengalihkan saham yang ia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tidak menimbulkan masalah kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Bahkan, bagi PT yang masuk dalam kategori PT Terbuka dan sahamnya terdaftar di suatu bursa efek (listed), terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut.

Semua kekayaan yang ada dimiliki oleh badan itu sendiri, tidak dimiliki oleh anggota atau pemegang saham. Ini adalah suatu kelebihan utama badan hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan tidak didasarkan pada anggota atau pemegang saham.

Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subjek hukum, badan hukum dapat dituntut dan menuntut di hadapan pengadilan.

E. Pemasukan

Kewajiban para sekutu di dalam persekutuan perdata menyetor modal. Pemasukan modal tersebut disebut inbreng. Inbreng ini adalah unsur utama persekutuan perdata. Tanpa adanya inbreng yang menjadi modal persekutuan, maka jelas persekutuan tidak dapat menjalankan kegiatannya untuk mencari keuntungan.

Pasal 1619 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa para sekutu perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan yang didirikan tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution) itu dapat berupa:

Menurut Hukum Perdata Belanda dewasa ini, yakni berdasar Buku 7A Titel 9 artikel 1662 ayat (1) NBW, pemasukan tersebut tidak hanya berupa uang, benda atau barang, dan tenaga kerja, tetapi juga dapat berupa hak menikmati suatu barang (de inbreng van vennoot kan bestaan uit in geld, goederen, genot van goederen, en arbeid). Dengan demikian, pemasukan itu dapat berupa:

Kalau pemasukan itu berupa hanya hak kenikmatannya saja, maka kepemilikan barang tersebut tetap berada pada pemiliknya. Misalnya pemasukan berupa tanah atau kendaraan bermotor, sekutu dapat hanya memasukkan berupa hak kenikmatannya saja, bukan kepemilikannya.

Benda itu sendiri dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Baik benda berwujud (tangible things atau tangible assets) maupun benda tidak berwujud (intangible things atau intangible assets).

Ketentuan tentang pemasukan dalam persekutuan perdata ini juga berlaku untuk persekutuan dengan firma dan persekutuan komanditer. Hal ini dapat dipahami karena persekutuan dengan firma dan persekutuan komanditer adalah persekutuan perdata juga.

F. Bentuk-bentuk Persekutuan Perdata

Ada beberapa bentuk hukum persekutuan perdata yang dikenal di dalam praktik, yaitu:

 

Pasal 1620–1623 KUHPerdata membagi persekutuan perdata dalam dua jenis, yaitu:

Persekutuan perdata umum adalah persekutuan perdata di mana para sekutu memasukkan seluruh hartanya atau bagian yang sepadan dengannya. Persekutuan yang demikian dilarang undang-undang Pasal 1621 KUHPerdata. Pasal ini membolehkan persekutuan perdata penuh dengan keuntungan (algehele maatschap van winst). Dengan perkataan lain, Pasal 1621 KUHPerdata memperbolehkan yang dimasukkan itu seluruh keuntungan.

Larangan ini dapat dipahami, dengan pemasukan tanpa rincian, orang akan sulit membagi keuntungan secara adil sebagaimana ditentukan Pasal 1633 KUHPerdata.

Pasal 1633 KUHPerdata menentukan bahwa jika di dalam perjanjian persekutuan perdata tidak ditentukan bagian keuntungan dan kerugian masing-masing, maka dibagi menurut keseimbangan pemasukan masing- masing sekutu. Kemudian bagi sekutu hanya memasukkan tenaga kerja, pembagian keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai dengan pemasukan sekutu berupa uang atau barang yang paling sedikit.

Pasal 1622 KUHPerdata memperbolehkan perdata yang memperjanjikan bahwa masing-masing sekutu akan mencurahkan seluruh tenaga kerjanya untuk mendapatkan keuntungan untuk dibagi kepada semua sekutu. Persekutuan perdata yang demikian dinamakan persekutuan perdata keuntungan (algehele maatschap van winst)

Di dalam persekutuan perdata khusus, para sekutu menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau sebagian tenaga kerjanya. Persekutuan yang demikian diatur Pasal 1633 KUHPerdata.

Di Amerika Serikat dan Inggris persekutuan perdata dibedakan menjadi general partnership dan limited partnership. General partnership maknanya sama seperti persekutuan perdata. Firma juga masuk dalam kategori general partnership. Adapun limited partnership adalah persekutuan perdata di mana ada salah seorang atau lebih sekutu yang hanya bertanggungjawab sebesar jumlah nominal uang yang telah dimasukkan atau diinvestasikan ke dalam persekutuan. Bentuk persekutuan yang kedua ini sama persekutuan komanditer menurut hukum Indonesia.

Di Belanda sebagaimana yang dikatakan Steven R. Schuit, persekutuan lebih digunakan untuk menjalankan profesi daripada menjalankan kegiatan bisnis komersial. Persekutuan banyak digunakan advokat, konsultan, arsitek, dan profesional lainnya. Walaupun berdasar hukum Belanda persekutuan juga dapat menjalankan semua kegiatan bisnis.

Rudhi Prasetya menyatakan bahwa persekutuan perdata bersifat dua muka, yaitu dapat untuk kegiatan komersial dan dapat pula untuk kegiatan bukan komersial termasuk dalam hal ini persekutuan perdata yang menjalankan profesi. Dalam praktik dewasa ini, persekutuan perdata yang paling banyak dipakai justeru untuk non-komersial. Kegiatan non- komersial itu adalah kegiatan menjalankan profesi. Misalnya persekutuan perdata diantara beberapa konsultan hukum atau advokat dalam menjalankan profesinya. Demikian juga persekutuan perdata diantara beberapa akuntan dalam menjalankan profesinya.67

Dalam dunia bisnis dewasa ini, persekutuan perdata berkembang lebih jauh lagi. Ia tidak lagi tampil dalam bentuk kerjasama bisnis yang sederhana. Justeru persekutuan perdata dibentuk atau diadakan oleh perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum, seperti PT. Kerjasama dalam bentuk persekutuan perdata tersebut biasanya ditujukan untuk menjalankan suatu bisnis tertentu yang melibatkan beberapa PT tanpa harus membentuk perusahaan baru berupa perusahaan patungan (joint venture company). Bentuk kerjasama bisnis tersebut dalam praktiknya kadang disebut konsorsium, kadang juga disebut joint management atau joint operation contract. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam kerjasama antara PT Bumi Siak Pusako (BSP) dan PT Pertamina (Persero). Konsorsium ini dilakukan mengingat PT BSP yang memiliki hak untuk mengeksploitasi beberapa sumur minyak di beberapa blok di Riau yang dulunya dikuasai PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang PT Chevron Pasific Indonesia), tetapi tidak memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang perminyakan, maka diadakan konsorsium dengan PT Pertamina (Persero). Kerjasama dilakukan dengan pembentukan joint body management. Dengan model kerjasama seperti ini, mereka bersama- sama mengeksploitasi sumur minyak tersebut.

G. Pengurusan Persekutuan Perdata

Sebagai suatu persekutuan yang terdiri dari beberapa sekutu yang menjalankan suatu kegiatan tertentu, tentu harus ada yang mengurus kegiatan tersebut. Kalau persekutuan tersebut hanya terdiri dari dua tiga sekutu hanya, kemungkinan ketiga sekutu itu secara bersama mengurus kegiatan persekutuan, tetapi sekutunya kegiatan menjadi persoalan tersendiri. Mungkin hanya orang tertentu yang mengelola atau mengurus persekutuan.

Di dalam hukum Belanda, perbuatan pengurusan atau pengelolaan dapat dibedakan menjadi dua macam pengurusan:


Perbuatan yang bersifat sehari-hari tersebut adalah perbuatan rutin dilakukan oleh pengurus. Perbuatan rutin dilakukan oleh sekutu yang diberikan kewenangan persekutuan tanpa perlu meminta persetujuan dari sekutu lainnya yang tidak menjadi pengurus. Apabila perbuatan itu menyangkut perbuatan kepemilikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari seluruh sekutu.

Di dalam praktik tidak mudah untuk membedakan antara perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang usaha perumahan atau real estate, perbuatan-perbuatan untuk menjual barang tidak bergerak seperti tanah merupakan perbuatan rutin, tetapi perbuatan untuk meminjamkan uang adalah perbuatan kepemilikan. Sebaliknya, bagi persekutuan yang bergerak di bidang keuangan, perbuatan meminjamkan uang adalah perbuatan rutin, sedangkan perbuatan untuk menjual gedung kantor atau perusahaan merupakan perbuatan kepemilikan.69

Jadi, perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan tersebut bersifat relatif. Untuk memudahkan dalam menentukan perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan sebaiknya ditentukan dalam anggaran dasar persekutuan. Anggaran dasar yang menentukan mana saja yang termasuk dalam perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan. Umumnya yang masuk dalam kategori perbuatan kepemilikan dalam anggaran dasar adalah:


Sebagai konsekuensinya, di dalam anggaran dasar dirumuskan sebagai berikut:

“Pengurus berwenang melakukan segala perbuatan dalam segala hal baik di dalam maupun di luar pengadilan, baik perbuatan kepengurusan maupun perbuatan kepemilikan; kecuali untuk:


Pembebanan pengurusan persekutuan perdata dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:71


Terlepas dari apa yang dijelaskan di atas, terdapat lagi beberapa ketentuan yang mengatur hal-hal pengurusan sebagai berikut: 

Pertama, pengurusan berdasar 1637 KUHPerdata:

Kedua, pengurusan atas bantuan pengurus lain sesuai dengan Pasal 1638 KUHPerdata:

Dalam pasal ini tidak ditentukan bagaimana melakukan cara pengurusan.

Ketiga, masing-masing sekutu atau para sekutu dari persekutuan boleh melakukan pengurusan dengan cara sebagai berikut:

Selama berjalannya persekutuan perdata, seorang sekutu statuter tidak dapat diberhentikan, kecuali atas dasar alasan-alasan berdasar hukum. Sekutu mandater kedudukannya sama dengan seorang pemegang kuasa, yang kuasanya dapat dicabut sewaktu-waktu. Dia sendiri juga dapat meminta kekuasaannya dicabut.

Pengurus pada persekutuan perdata biasanya sekutu sendiri (pengurus sekutu). Namun demikian, para sekutu dapat pula menetapkan, bahwa orang luar yang dianggap cakap diangkat sebagai pengurus persekutuan perdata. Hal ini dapat ditetapkan dalam akta pendirian atau dalam perjanjian khusus.

H. Pembagian Keuntungan dan Kerugian

Sebaiknya cara pembagian keuntungan dan kerugian oleh sekutu diatur dalam perjanjian pendirian persekutuan, dengan ketentuan tidak boleh memberikan seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja. Pasal 1633 ayat (2) KUHPerdata memperbolehkan para sekutu untuk memperjanjikan jika seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah seorang sekutu saja.

Apabila tidak ada perjanjian yang mengatur cara pembagian keuntungan tersebut, maka berlaku ketentuan Pasal 1633 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa pembagian tersebut harus dilakukan berdasarkan asas keseimbangan atau sesuai dengan pemasukannya masing-masing, dengan ketentuan bahwa pemasukan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan pemasukan uang atau benda yang terkecil.

I. Tanggungjawan Sekutu

Tanggung jawab berarti kewajiban untuk mengganti kerugian apabila perikatan yang sudah dijanjikan tidak ditunaikan, sehingga jika perikatan itu benar-benar tidak dilaksanakan, maka orang (sekutu) itu bertanggungjawab dapat atau digugat untuk memenuhi prestasinya.

Berdasar Pasal 1642 sampai dengan Pasal 1645 KUHPerdata, tanggung jawab sekutu dalam persekutuan dapat diuraikan sebagai berikut:76

J. Pembubaran & Pemberesan

Berkaitan dengan berakhirnya persekutuan perdata, Pasal 1646 KUHPerdata menggunakan istilah maatschap eindight (persekutuan berakhir). Menurut H.M.N. Purwosutjipto, istilah tersebut kurang tepat, karena sesudah “berakhir” tersebut masih ada perbuatan lagi yaitu “pemberesan” (likuidasi). Kata “berakhir” tersebut bermakna bahwa setelah itu tidak ada lagi perbuatan hukum lain. Padahal, sebelum persekutuan benar-benar berakhir masih ada perbuatan hukum yang lain yakni pemberesan. Oleh karena itu, kata eindight disepadankan dengan “bubar”.77

Pasal 1646 KUHPerdata menentukan bahwa suatu persekutuan perdata akan berakhir disebabkan oleh:


Ad. 1. Lampaunya Waktu yang Diperjanjikan

Bubarnya persekutuan perdata yang diadakan untuk waktu tertentu sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Jika diperjanjikan waktu persekutuan perdata diadakan untuk jangka 2 (dua) tahun terhitung sejak 12 Februari 2009, persekutuan perdata bubar demi hukum pada 12 Februari 2011.

Pasal 1647 KUHPerdata menentukan bahwa persekutuan perdata yang dibuat untuk waktu tertentu, sebelum waktu itu lewat tidak dapat dituntut oleh salah seorang sekutu berakhirnya, kecuali dengan alasan yang sah. Persekutuan tersebut dapat diakhiri jika seorang sekutu tidak memenuhi kewajibannya atau jika salah seorang sekutu sakit secara terus menerus menjadi tidak cakap melakukan pekerjaannya untuk persekutuan. Persekutuan dapat juga dimintakan berakhirnya dengan alasan semacam itu yang sah maupun pentingnya diserahkan kepada hakim.


Ad. 2. Musnahnya Barang yang Menjadi Pokok Persekutuan

Misalnya suatu persekutuan yang didirikan oleh para sekutu ditujukan melakukan kegiatan bisnis di bidang pengangkutan, kemudian salah seorang sekutu berjanji memasukkan sebuah truk ke dalam persekutuan sebagai inbreng. Truk ini adalah menjadi pokok persekutuan.

Pasal 1648 KUHPerdata menentukan bahwa jika salah seorang sekutu berjanji untuk memasukkan barang miliknya ke dalam persekutuan, kemudian barang itu musnah sebelum pemasukan terlaksana, maka persekutuan menjadi bubar terhadap semua sekutu lainnya. Begitu pula bagi persekutuan dalam segala hal bubar jika barangnya musnah, apabila hanya kenikmatan atas itu saja yang dimasukkan ke dalam persekutuan, sedangkan hak miliknya tetap berada pada sekutu. Persekutuan tidak menjadi bubar karena musnahnya barang yang menjadi miliknya setelah barang tersebut dimasukkan ke dalam persekutuan.


Ad. 3. Selesainya Perbuatan yang Menjadi Pokok Persekutuan

Misalnya persekutuan perdata dibentuk oleh beberapa orang khusus untuk mengerjakan suatu perbuatan tertentu, misalnya mengorganisasikan suatu konser musik yang dilaksanakan pada 10 Februari 2011. Pelaksanaan konser musik pada 10 Februari 2011 tersebut menjadi pokok persekutuan. Apabila konser tersebut sudah terlaksana, maka persekutuan perdata tersebut demi hukum bubar.

Di dalam praktik seringkali beberapa perseroan terbatas mengadakan konsorsium untuk mengerjakan suatu proyek konstruksi yang terbatas proyek tu saja. Jika proyek tersebut sudah selesai, maka demi hukum konsorsium tersebut demi hukum bubar.


Ad. 4. Pengakhiran oleh Beberapa atau Salah Seorang Sekutu

Menurut Pasal 1649 KUHPerdata, persekutuan perdata yang diadakan untuk waktu tidak tertentu dapat dibubarkan atas kehendak beberapa atau seorang sekutu. Pembubaran yang demikian terjadi dengan pemberitahuan penghentian kepada semua sekutu lainnya. Pemberitahuan tersebut harus disampaikan dengan iktikad baik, dan tidak dilakukan secara tidak memberitahukan.

Pemberitahuan penghentian tersebut menurut Pasal 1650 dianggap telah dilakukan tidak dengan iktikad baik apabila seorang sekutu menghentikan persekutuannya dengan maksud untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri, sedangkan para sekutu telah merencanakan akan bersama-sama menikmati keuntungan tersebut. Pemberitahuan penghentian dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu, apabila barang-barang persekutuan tidak lagi terdapat dalam keseluruhannya, sedangkan kepentingan persekutuan menuntut supaya pembubarannya dimundurkan.


Ad. 5. Kematian Salah Satu Sekutu atau Adanya Pengampuan atau Kepailitan terhadap Salah Seorang Sekutu

Suatu persekutuan perdata menjadi bubar jika salah seorang sekutu meninggal dunia. Persekutuan perdata juga bubar apabila salah seorang sekutu dengan penetapan pengadilan dinyatakan berada di bawah pengampuan. Demikian pula apabila salah seorang sekutu dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, persekutuan perdata bubar,

Kematian salah seorang sekutu dapat tidak berakibat pada bubar persekutuan perdata, jika diperjanjikan bahwa dengan meninggalnya salah seorang sekutu mengakibatkan persekutuan bubar, persekutuan dilanjutkan oleh ahli warisnya atau oleh sekutu yang ada. Demikian ketentuan Pasal 1651 ayat (1) KUHPerdata.

Kemudian Pasal 1651 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa dalam hal ahli waris tidak memiliki hak lebih daripada atas pembagian persekutuan menurut keadaannya ketika meninggalnya sekutu, tetapi ia mendapat bagian dari keuntungan serta turut memikul kerugian yang merupakan akibat-akibat mutlak dari perbuatan-perbuatan yang terjadi sebelum sekutu meninggal dunia.

Apabila persekutuan perdata sudah bubar, langkah berikutnya adalah tindakan pemberesan atau likuidasi. Orang yang melakukan likuidasi atau pemberesan disebut likuidator. Siapa yang menjadi likuidator persekutuan perdata tersebut biasanya ditunjuk oleh anggaran dasar. Jika anggaran dasar tidak menentukan likuidator tersebut, likuidator ditunjuk melalui rapat sekutu yang terakhir. Jika rapat terakhir ini tidak ada, pengurus terakhir yang melakukannya.

Tugas-tugas yang harus dilakukan likuidator atau tim likuidator antara lain meliputi:

Setelah proses likuidasi tersebut selesai dan sudah tidak ada lagi persoalan persekutuan perdata yang bersangkutan, maka persekutuan perdata itu berakhir.

Dalam perkara Mohidin Patengker vs Kadir Muhammad dan Mahmud Kodak (Putusan Mahkamah Agung Nomor: 878 K/SIP/1980, Mahkamah Agung menyatakan bahwa perkongsian dengan memakai nama “Toko Jempol” pengaturannya tidak ditemukan dalam KUHPerdata atau KUHD. Mohidin Patengker (penggugat) dan Kadir Muhammad (tergugat I) serta Mahmud Kodak (tergugat II) atas dasar kekeluargaan dan saling percaya, bersama-sama mendirikan perkongsian usaha perdagangan dengan memakai nama “Toko Jempol”.

Dengan kesepakatan bersama, urusan di dalam toko sebagai pengurus adalah Kadir Muhammad, urusan pembukuan dan administrasi toko dilakukan oleh Mahmud Kodak. Urusan keluar, seperti berhubungan dengan bank atau berhubungan dengan pedagang dalam dan luar negeri dilakukan oleh Mohindin Patengker.

Untuk kepentingan perkongsian, Mohidin Patengker membuka kredit bank sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) sampai dengan Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mohidin Patengker juga mengasuransikan barang-barang senilai Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp 75.000.000,00 (tujuhpuluh lima juta rupiah). Dalam perkembangannya, sejak 1971, Mohidin Petengker melihat ada yang tidak beres atau tidak wajar serta penyelewengan yang dilakukan Kadir Muhammad dan Mahmud Kodak. Akibatnya, timbul sengketa diantara mereka.

Oleh karena Mahkamah Agung berpendapat kerjasama semacam itu ada pengaturannya dalam KUHPerdata atau KUHD, maka penyelesaian sengketa tersebut tentu tidak didasarkan pada kedua aturan tersebut. Padahal jika dipelajari substansi kerjasama dalam bentuk perkongsian tersebut jelas masuk dalam kualifikasi perjanjian persekutuan perdata yang diatur dalam KUHPerdata.