UNIVERSITAS SAINTEK MUHAMMADIYAH
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ebook berikut : Tuntunan Salat Lima Waktu, Keputusan Musyawarah Nasional (MUNAS) Tarjih XXIX Di Yogyakarta, 1-4 Syakban 1436 H / 19-22 Mei 2015 M, download
Dzikir sesudah atau setelah shalat adalah di antara dzikir yang mesti kita amalkan. Seusai shalat tidak langsung bubar, namun hendaknya kita merutinkan beristighfar dan bacaan dzikir lainnya.
Dzikir akan menguatkan seorang muslim dalam ibadah, hati akan terasa tenang dan mudah mendapatkan pertolongan Allah.
[1]
أَسْتَغْفِرُ اللهَ (3x)
اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
Astagh-firullah 3x
Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom.
Artinya:
“Aku minta ampun kepada Allah,” (3x).
“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dariMu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”
Faedah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai dari shalatnya beliau beristighfar sebanyak tiga kali dan membaca dzikir di atas. Al Auza’i menyatakan bahwa bacaan istighfar adalah astaghfirullah, astaghfirullah. [HR. Muslim no. 591]
[2]
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ، اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.
Artinya:
“Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalihnya yang menyelamatkan dari siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.”[HR. Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593]
[3]
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Laa ilaha illallah wa laa na’budu illa iyyaah. Lahun ni’mah wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaaul hasan.
Laa ilaha illallah mukhlishiina lahud diin wa law karihal kaafiruun.
Artinya:
“Tiada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujaan yang baik. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir sama benci.”
Faedah: Dikatakan oleh ‘Abdullah bin Zubair, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca tahlil (laa ilaha illallah) di akhir shalat.[HR. Muslim no. 594]
[4]
سُبْحَانَ اللهِ (33 ×)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ (33 ×)
اَللهُ أَكْبَرُ (33 ×)
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
Subhanallah (33x)
Al hamdulillah (33x)
Allahu akbar (33 x)
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Artinya:
“Maha Suci Allah (33 x), segala puji bagi Allah (33 x), Allah Maha Besar (33 x). Tidak ada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan. Bagi-Nya pujaan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Faedah: Siapa yang membaca dzikir di atas, maka dosa-dosanya diampuni walau sebanyak buih di lautan.[HR. Muslim no. 597] Kata Imam Nawawi rahimahullah, tekstual hadits menunjukkan bahwa bacaan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar, masing-masing dibaca 33 kali secara terpisah. [Lihat Syarh Shahih Muslim, 5: 84]
[5]
Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).
Faedah: Siapa membaca ayat Kursi setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.[HR. An-Nasai dalam Al Kubro 9: 44. Hadits ini dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, sebagaimana disebut oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram]
[6]
Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas setiap selesai shalat (fardhu).
Faedah: Tiga surat ini disebut mu’awwidzot.[HR. Abu Daud no. 1523 dan An-Nasai no. 1337. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan]
[7]
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyiba, wa ‘amalan mutaqobbala
Artinya:
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” (Dibaca setelah salam dari shalat Shubuh) [HR. Ibnu Majah no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih]
Semoga bisa diamalkan.
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ, ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ, فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ, ثُمَّ يَتَوَضَّأُ, ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ, فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ, ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ, ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub (mandi karena keluar mani atau hubungan intim, pen.), beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian menuangkan air pada kedua telapak tangan. Lalu beliau mencuci kemaluannya. Selanjutnya, beliau berwudhu. Lantas beliau mengambil air, lalu menyela-nyelai pangkal rambut dengan jari-jarinya. Kemudian beliau menyiramkan air di kepala dengan mencedok tiga kali (dengan kedua telapak tangan penuh, pen.). Lalu beliau menuangkan air pada anggota badan yang lain. Kemudian, beliau mencuci kedua telapak kakinya. (Muttafaqun ‘alaih. Lafazhnya dari Muslim) [HR. Bukhari, no. 248 dan Muslim, no. 316]
وَلَهُمَا فِي حَدِيثِ مَيْمُونَةَ: – ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ, فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ, ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ-
وَفِي رِوَايَةٍ: – فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ –
وَفِي آخِرِهِ: – ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ – فَرَدَّهُ, وَفِيهِ: – وَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ –
Juga dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Maimunah, “Kemudian beliau mencuci (menuangkan sambil air mengalir, pen.) kemaluannya dengan tangan kirinya, lalu beliau menggosok tangannya ke tanah.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Beliau mengusap (menggosok) telapak tangannya di tanah (untuk menghilangkan sesuatu yang masih menempel saat mencuci kemaluan, pen.).”
Dalam riwayat lain disebutkan pula, “Kemudian aku (Maimunah) menawarkan beliau kain (handuk), tetapi beliau tidak mengambilnya.” Dalam riwayat disebutkan, “Beliau menghilangkan air yang menempel pada badan dengan tangannya.” [HR. Bukhari, no. 249 dan Muslim, no. 317]
Faedah hadits
Hadits ini menerangkan tata cara mandi junub sesuai petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tata cara mandi junub adalah: (a) mencuci kedua telapak tangan tiga kali, (b) mencuci dan membersihkan kemaluan dengan tangan kiri, (c) menggosokkan tangan kiri pada tanah untuk menghilangkan sesuatu yang menempel saat mencuci kemaluan (bisa diganti dengan memakai sabun), (d) berwudhu sempurna, (e) menyela-nyelai rambut kepala dengan air jika rambut lebat, atau menuangkan air sebanyak tiga kali jika yakin air bisa masuk ke pangkal rambut, (f) setelah itu menyiram anggota badan lainnya, (g) mencuci telapak kaki.
Hadits tentang tata cara mandi junub diterangkan dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah. Kedua cara tersebut ada perbedaan. Hal ini menandakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan mandi tersebut dengan tata cara yang berbeda. Ini sebagai bentuk kelapangan bagi umat Islam. Cara mana saja yang diikuti berarti kita telah melakukan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan tata cara yang ada bisa dilakukan secara bergantian.
Tata cara mandi junub dalam hadits Maimunah secara lengkap adalah:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَتْ مَيْمُونَةُ وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَاءً يَغْتَسِلُ بِهِ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ ، فَغَسَلَهُمَا مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ ، فَغَسَلَ مَذَاكِيرَهُ ، ثُمَّ دَلَكَ يَدَهُ بِالأَرْضِ ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى جَسَدِهِ ، ثُمَّ تَنَحَّى مِنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ قَدَمَيْهِ
Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu, beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari, no. 265 dan Muslim, no. 317)
Dalam hadits Maimunah disebutkan bahwa wudhu yang dilakukan hanya sampai kepala, lalu menyiramkan air dari kepala ke seluruh badan. Setelah itu, kaki dicuci terakhir.
Sedangkan hadits Aisyah disebutkan bahwa wudhu dilakukan sempurna. Walau sama-sama terakhir mencuci kaki.
Cara wudhu ketika mengawali mandi junub adalah melakukan wudhu sempurna hingga mencuci kedua kaki. Cara lainnya adalah berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, tetapi mencuci kaki diakhirkan setelah mengguyur air ke seluruh badan. Cara kedua ini sebagaimana cara yang disebutkan dalam hadits Maimunah.
Berkumur-kumur (madh-madha) dan menghirup air ke hidung (istintsar) dilakukan berbarengan dengan wudhu.
Saat mandi, menyiram anggota badan lainnya dilakukan dengan sekali siraman. Siraman tersebut tidak disyaratkan tiga kali seperti dalam wudhu.
Hadits ini tidak menunjukkan dilarangnya memakai handuk setelah mandi junub. Jumhur ulama berpendapat bahwa memakai handuk setelah mandi adalah mubah (boleh dilakukan, boleh ditinggalkan). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghilangkan air pada badan dengan tangannya, tetapi beliau tidak melarang jika ada yang memakai handuk. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam enggan memakai handuk karena ada beberapa alasan. Di antaranya adalah handuknya mungkin tidak bersih, bisa jadi khawatir kain tersebut menjadi terlalu basah, atau karena beliau sedang tergesa-gesa. Bahkan, hadits ini sejatinya menjadi dalil bahwa boleh memakai handuk. Alasan dibolehkannya adalah seandainya itu dilarang tentu handuk tidak akan ditawarkan pada beliau. Ibnu Daqiq Al-‘Ied rahimahullah dalam Ihkam Al-Ahkam (1:386) berkata, “Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghilangkan air dengan telapak tangannya menunjukkan bahwa tidaklah makruh (tidaklah terlarang) memakai handuk setelah mandi. Karena memakai handuk dan menghilangkan air dengan telapak tangan sama-sama bertujuan untuk meniadakan air dari badan.” Lihat bahasan ini dalam Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 2:52-53.
Catatan :
ata cara tayamum yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
Menetup telapak tangan ke sho’id (contoh: debu) sekali tepukan.
Meniup kedua tangan tersebut.
Mengusap wajah sekali.
Mengusap punggung telapak tangan sekali.
Dalil pendukung dari tata cara di atas dapat dilihat dalam hadits ‘Ammar bin Yasir berikut ini.
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّى أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ . فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِى سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ ، وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Ada seseorang mendatangi ‘Umar bin Al Khottob, ia berkata, “Aku junub dan tidak bisa menggunakan air.” ‘Ammar bin Yasir lalu berkata pada ‘Umar bin Khottob mengenai kejadian ia dahulu, “Aku dahulu berada dalam safar. Aku dan engkau sama-sama tidak boleh shalat. Adapun aku kala itu mengguling-gulingkan badanku ke tanah, lalu aku shalat. Aku pun menyebutkan tindakanku tadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Cukup bagimu melakukan seperti ini.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dengan menepuk kedua telapak tangannya ke tanah, lalu beliau tiup kedua telapak tersebut, kemudian beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari no. 338 dan Muslim no. 368)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menepuk kedua telapak tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, kemudian beliau usap tangan kiri atas tangan kanan, lalu beliau usap punggung kedua telapak tangannya, dan mengusap wajahnya.”
Namun dalam riwayat Muslim ini didahulukan mengusap punggung telapak tangan, lalu wajah. Ini menunjukkan bahwa urutan antara wajah dan kedua telapak tangan tidak dipersyaratkan mesti berurutan.
Hadits ‘Ammar di atas menunjukkan tayamum cukup sekali tepukan untuk wajah dan telapak tangan. Jadi kurang tepat dilakukan dengan cara satu tepukan untuk wajah dan satu lagi untuk telapak tangan hingga siku. Mengapa dinyatakan kurang tepat?
Hadits yang membicarakan dua kali tepukan dan mengusap tangan hingga siku berasal dari hadits yang dho’if, tidak ada hadits marfu’ sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam ayat dan hadits hanya dimutlakkan telapak tangan, sehingga tidak mencakup bagian telapak hingga siku. Ibnu ‘Abbas berdalil bahwa bagian tangan yang dipotong bagi pencuri adalah hanya telapak tangan. Beliau berdalil dengan ayat tayamum. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 203)
Semakin kita berpedoman pada dalil, itulah yang lebih selamat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Catatan lainnya :
Referensi
Apabila mahasiswa ingin mengetahui lebih dalam mengenai dalil-dalil yang digunakan dalam buku pedoman praktikum TIK, khususnya tata cara sholat, silahkan mahasiswa bisa mengunduh ebook berikut : Tuntunan Salat Lima Waktu, Keputusan Musyawarah Nasional (MUNAS) Tarjih XXIX Di Yogyakarta, 1-4 Syakban 1436 H / 19-22 Mei 2015 M, download
Video Tuntunan Ibadah Praktis Sesuai Tuntunan Rasul, berdasar Keputusan Majelis Tarjih Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah:
Tata Cara Berwudhu, https://youtu.be/Sq7cDjN-WBo
Tata Cara Tayamum, https://youtu.be/fbsXZZb_ZM0
Tata Cara Mandi Wajib, https://youtu.be/PRByHlnHDQA
Tata Cara Shalat Fardhu, https://youtu.be/vFTLSU4BhY0
Tata Cara Shalat (Bagi Perempuan), https://youtu.be/Sb6Y7iRHcnc
Tata Cara Shalat Berjamaah (Posisi Makmum), https://youtu.be/3TiE7m2kj7M
Tata Cara Sholat musafir di kendaraan (peraga perempuan), https://youtu.be/rHgLRkN5PPA
Makmum masbuk : Tata cara berjamaah imam dan makmum perempuan datang makmum masbuk
Masalah sholat : Sholat dalam keadaan sakit (peraga laki - laki)
Masalah sholat : Sholat dalam keadaan sakit (Peraga perempuan)
Pengertian Lengkap Tentang Jamak, Qoshor, Dan Jamak Qoshor | Ustadz Adi Hidayat https://youtu.be/MPRU_lqepI4
Tata Cara Sholat musafir di kendaraan (peraga pria), https://youtu.be/cOeLlMJHgtA
Tata Cara Tayamum dan Shalat Musafir, https://youtu.be/30rjYRDZVDc
Tata Cara Memandikan Jenazah, https://youtu.be/7LTEpDnaW5Q
Tata Cara Mengkafani Jenazah, https://youtu.be/Ik77uus0kz8
Tata Cara Menshalatkan Jenazah, https://youtu.be/d2vo0L-A85A
Tata Cara Shalat gerhana, https://youtu.be/rjMs0YrOFMQ
Benerin Bacaan Al Fatihah bareng Syekh Ali Jaber, https://youtu.be/nDA4wPsKAb8
Tata Cara Wudhu 1 Mud - Tutorial Cara Wudhu, https://youtu.be/-saMvcZv39U
Video Tutorial Pembelajaran TIK :
Cara Cepat Belajar Baca AlQuran Dari Nol Sampai Lancar IQRO 1 Full, https://youtu.be/EbVjpmCzmAk
Belajar Tanda Baca Huruf Hijaiyah Harakat Dalam Al Quran, https://youtu.be/khyoFRpsc04
Metode Mudah & Cepat Hafal Qur'an ala Syekh Ali Jaber, https://youtu.be/kYiB3iNYKi8
Belajar Al-Qur'an dan menulis Arab(Al-Qur'an), https://youtu.be/0kDBrKQCj3M
Belajar Pengucapan Huruf Hijaiyah Yang Baik Dan Benar Bersama Ust Adi Hidayat, https://youtu.be/mSih9874j2s
GooglePlay Tutorial Pembelajaran TIK :
Belajar iqro, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.airasoft.belajariqro
Dzikir Pagi Petang-Sesuai Sunnah, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.erm.dzikir.pagipetang
Kitab 9 hadis, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.saltanera.hadits
iQuran, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.guidedways.iQuran
Belajar tajwid, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.belajar.ilmutajwidlengkap
Bpk. Faiz Rafdhi
Bpk. Mochammad Arief Sutisna
Bpk. Himawan Dwiatmodjo
Bpk. Muhammad Firdaus
Bpk. Ihksan Hakim
Catatan :
Silahkan membuat janji kepada dosen pembimbing untuk bimbingan praktikum TIK.
Khusus untuk bimbingan kepada Bpk. Muhammad Firdaus/ Bpk. Ihksan Hakim, silahkan membuat janji kepada beliau untuk bimbingan praktikum TIK, pada hari libur bertempat di Kampus Ciracas Saintekmu.
Tuntaskan Bimbingan TIK, agar memudahkan mahasiswa ujian skripsi.
Hikmah sholat dengan baik. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan.) [HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.]
Hikmah mandi junub. Seorang yang dalam kondisi janabah atau berhadats besar atau junub menyebabkan haramnya melakukan beberapa ibadah-ibadah unggulan. Ini karena pekerjaan itu mensyaratkan kesucian dari hadats besar. Ustadz Isnan Ansory, dalam bukunya Silsilah Tafsir Ahkam: QS. An-Nisa’: 43 (Larangan Atas Junub dan Fiqih Safar) menyampaikan, adapun larangan tersebut dapat dibedakan karena dua sebab. Pertama larangan karena sebab janabah haid dan nifas secara khusus. Kedua larangan karena sebab janabah secara umum. Larangan atas janabah secara umum di antarnya sholat, sujud tilawah, thawaf, memegang atau menyentuh mushaf, melafazkan ayat-ayat Alquran dan berdiam diri di masjid. Ibadah ini merupakan ibadah unggulan dalam Islam.
Hikmah menulis quran, Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
Hikmah memperbanyak membaca Al-Qur’an agar kelak mendapatkan syafaat Al-Qur’an, sebagaimana Nabi bersabda “Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat kepada pembacanya” (HR. Imam Muslim)
Hikmah belajar membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata, “Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala.” (HR: Muslim)
Masih belum memahami ?