SESI-1
MATA KULIAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
MATA KULIAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LL.M.
"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)
Harta Halal Haram
Q.S. Al Baqarah: 168
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِی ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلࣰا طَیِّبࣰا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَاتِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینٌ
“Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian”
Islam telah mengatur tata cara mencari harta bagi pemeluknya
Harta haram adalah harta yang dihasilkan dari aktivitas yang dilarang syariat
Harta halal akan mendatangkan kebaikan bagi pemiliknya begitu juga sebaliknya
Seorang muslim harus selalu menjaga etika ketika mencari harta
—-
Islam adalah agama paripurna, syariatnya mencakup segala lini kehidupan dan merupakan petunjuk bagi seluruh orang-orang yang beriman. Karenanya Islam memperhatikan dan memberikan tuntunan tentang bagaimana seorang hamba memperoleh hartanya. Islam memerintahkan agar harta tidaklah dicari kecuali dengan cara yang dihalalkan oleh syariat.
Islam dan Harta
Allah Ta’ala telah memberikan tuntunan umum tentang sikap dalam menikmati segala hal yang telah Allah karuniakan di muka bumi:
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِی ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلࣰا طَیِّبࣰا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَاتِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینٌ
“Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian” (Q.S. Al Baqarah: 168)
Di dalam ayat Allah menjelaskan bahwa dibolehkan bagi manusia untuk menikmati segala apa yang di muka bumi -termasuk harta-, dengan 2 syarat: hal tersebut adalah yang dihalalkan, dan juga hal yang baik.
Namun Allah juga memberikan peringatan setelahnya, agar tidak mengikuti langkah-langkah setan. Karena setan akan berusaha untuk menjerumuskan manusia agar mengambil rezekinya dengan cara yang dilarang oleh syariat, sehingga menjadi harta yang haram.
Jenis Harta Haram
Harta haram adalah yang dilarang oleh syariat. Dan ia dapat dibagi menjadi 2 jenis:
Harta yang diambil secara zalim dantidak diridai oleh pemiliknya.
Harta yang didapatkan dengan pekerjaanyang diharamkan -walaupun dengan rida-.
Yang menjadi patokan harta halal dan haram adalah jenis pekerjaannya; apakah pekerjaan tersebut diharamkan oleh syariat ataupun tidak? Karenanyalah penting sekali bagi seorang muslim untuk mengetahui apa saja jenis-jenis pekerjaan yang diharamkan dalam agama, agar ia tidak terjerumus di dalamnya.
Banyaknya praktek keharaman yang terjadi di masyarakat tidak lantas menjadikan hal tersebut dibolehkan secara syariat. Apalagi pada masa sekarang, dimana banyak orang tidak peduli darimana ia mengambil hartanya, sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ ، لَا يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ ، أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ
“Akan datang suatu masa dimana orang-orang tidak mempedulikan darimana mereka mengambil hartanya, apakah dari sesuatu yang halal ataukah dari yang haram.” (H.R. Bukhari).
Pentingnya Perhatian kepada Harta Halal dan Haram
Allah Ta’ala adalah Zat Yang Maha Baik, dan Allah tidaklah menerima kecuali yang baik-baik. Orang yang berusaha agar seluruh penghasilannya dan hartanya didapatkan dari cara yang halal, maka itulah orang yang diridai oleh Allah Ta’ala. Begitupun sebaliknya, apabila didapatkan dengan cara yang haram, maka sesungguhnya harta tersebutlah yang menghalangi kebaikan-kebaikan dan rida Allah kepadanya.
Hal ini sesuai dengan penjelasan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا ، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ ، فَقَالَ: { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } . وَقَالَ: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ، ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ ، أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ يَا رَبِّ ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ ، وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Wahai Manusia, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Baik, dan tidaklah menerima kecuali hal-hal yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana telah Ia perintahkan kepada para rasul. (Allah) berfirman: “Wahai para rasul, makanlah dari apa-apa yang baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”, dan (Allah juga) berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah kami anugrahkan kepada kalian”. Kemudian (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut dan berdebu, seraya menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul?” (H.R. Muslim)
Dan berkata Sufyan Ats Tsauri: “Siapapun yang berinfak dari yang haram di dalam ketaatan, maka ia seperti orang yang mencuci bajunya dengan air kencing.”
Harta yang haram, adalah harta yang hilang barakah darinya, sehingga pemiliknya akan selalu merasa kurang serta hilang darinya sifat qana’ah (merasa cukup). Kemudian perasaan tersebutlah yang akan semakin menjerumuskannya ke dalam jurang keharaman. Sebagaimana telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَمَنْ يَأْخُذْ مَالًا بِحَقِّهِ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ، وَمَنْ يَأْخُذْ مَالًا بِغَيْرِ حَقِّهِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ
“Barang siapa yang mengambil harta dengan cara yang haq, maka ia akan diberikan barakah di dalamnya. Dan barang siapa yang mengambil harta dengan cara yang tidak haq, maka ia seperti orang yang makan dan tidak pernah kenyang” (H.R. Muslim)
Tidak hanya kehilangan barakah dan ditolak kebaikannya di dunia. Ia juga akan menghadapi hisab yang berat. Karena kita akan ditanya tentang harta kita secara khusus di hari kiamat kelak, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
“Kaki seorang hamba tidak akan beranjak (dari pengadilan) hari kiamat kelak sampai ia ditanya tentang umurnya sudah dihabiskan untuk apa, ilmunya sudah dipakai untuk apa, hartanya darimana ia mendapatkannya dan digunakan untuk apa, dan badannya sudah digunakan untuk apa” (H.R. Tirmidzi, dan beliau menghukumi hadis ini hasan shahih)
Etika dalam Mencari Harta
Melihat pentingnya status harta yang akan kita makan dan kita berikan kepada keluarga kita beserta pengaruhnya kepada dunia dan akhirat kita kelak, maka seorang muslim selayaknya mengikuti tuntunan-tuntunan dalam hal ini, di antaranya:
1) Bertakwa kepada Allah dan memenuhkan tawakkal kita kepadaNya.
Allah akan membalas hambaNya sesuai dengan apa yang ia usahakan, jika seorang hamba berusaha dengan cara yang halal, maka Allah yang akan memberkahi harta dan hidupnya, begitu juga sebaliknya. Bertakwa kepada Allah juga akan melahirkan rasa tawakkal; menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Fokus utamanya adalah bagaimana ia bisa menggapai rida Rabbnya semata. Maka ia tidak akan merasakan kesedihan dan rasa takut terhadap rezekinya yang sudah Allah jamin untuknya.
لَا نَسۡـَٔلُكَ رِزۡقࣰاۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَـٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ
“Kami tidak meminta rezeki darimu, Kamilah yang akan memberikanmu rezeki, dan kesudahan yang baiklah (yang akan diberikan) bagi orang-orang bertakwa” (Q.S. Taha: 132)
2) Menjauhi segala hal yang sudah jelas keharamannya, dan meninggalkan hal-hal yang masih diragukan kehalalannya.
Syariat kita sudah menjelaskan apa-apa saja yang halal, dan apa-apa saja yang haram. Dan apa-apa yang dihalalkan lebih banyak dari yang diharamkan. Karenanya ia akan selalu mencari apa-apa yang dihalalkan dan menjauhi apa-apa yang diharamkan.
Adapun untuk hal-hal yang masih diragukan kehalalannya, maka hendaknya seorang muslim berhati-hati dalam masalah ini. Dan meninggalkan sesuatu yang diragukan itu lebih baik baginya, karena dengan demikian ia telah menjaga diri dan agamanya.
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Barang siapa yang menghindar dari sesuatu yang samar-samar (diragukan), maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya, dan siapa yang terjerumus dalam sesuatu yang samar-samar, maka ia telah terjerumus di dalam keharaman” (Muttafaq ‘Alaih)
3) Bertanya kepada ahli ilmu tentang sesuatu yang tidak diketahui.
Allah Ta’ala berfirman:
فَسۡـَٔلُوۤا۟ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
“Maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui” (Q.S. An Nahl: 43)
Pada masa ini, bentuk jual beli beserta seluruh hal yang berkaitan dengannya berkembang secara pesat. Tentunya tidak semua orang mengetahui tentang hukum dari hal-hal baru ini. Hal ini mengharuskan kita bagi seorang muslim jika hendak menjalani bisnis atau menekuni pekerjaan tersebut, untuk selalu berkonsultasi kepada para ahli ilmu. Agar kita mengetahui apa hukum dari hal-hal tersebut, sehingga tidak terjerumus kepada yang diharamkan oleh syariat.
Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita semua, menjadikan rezeki-rezeki kita dari harta-harta yang halal, serta menjaga kita dari harta-harta yang diharamkan.
Sumber : Naufal Fuady, Lc., https://buletin.muslim.or.id/harta-halal-haram/