SESI-14
MATA KULIAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
MATA KULIAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LL.M.
"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)
Pelayanan publik merupakan salah satu bidang yang menjadi tolok ukur penilaian keberhasilan perilaku antikorupsi. Korupsi menjadi satu rangkaian dengan tindakan kolusi dan nepotisme dan kondisi tersebut sangat mudah dilihat, dirasakan dan dipahami oleh masyarakat pada saat masyarakat harus bersentuhan dengan pelayanan publik. Secara definisi, korupsi berarti menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada pegawai pemerintah untuk mendapatkan keuntungan sepihak, Kolusi adalah sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai alat pemudah/pelicin agar segala urusannya menjadi lancar, sedangkan Nepotisme adalah pemilihan berdasarkan hubungan/ kedekatan pribadi bukan berdasarkan kemampuannya.
Dalam perjalanan sejarah pelayanan publik di Indonesia masalah KKN masih kental memawarnai, masyarakat khususnya didaerah bahkan sudah menganggapnya sebagai suatu kewajaran hal tersebut terjadi dan merasa tindak dirugikan. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kondisi yang sangat menyedihkan, ketika "korban" sudah tidak lagi merasa menjadi sasaran tembak bagi aparat pelayanan publik yang menggunakan kewenangannya untuk mengambil keuntungan pribadi.
Masih banyaknya perilaku korupsi di sektor pelayanan publik berdampak pada minimnya minat investor pada saat akan menanamkan modal di suatu Negara. Pada umumnya negara dengan tingkat IPK dibawah 60 akan menjadi tujuan utama para investor untuk menanamkan modalnya. Pemberantasan dan pencegahan terhadap perilaku KKN menjadi tanggungjawab semua lapisan masyarakat sekalipun yang menjadi sasaran adalah mereka yang berada diwilayah pelayanan publik namun demikian masyarakat juga tetap harus memperoleh informasi dan eduksi yang memadai agar mereka juga paham bahwa tertibnya pelayanan publik bisa tercipta apabila ada dukungan dari mereka yang dilayani. Membudayakan budaya antri dan budaya tepo saliro harus kembali dikembangan. Kebiasaan minta didahulukan dalam pelayanan, tidak memiliki budaya antri, merasa lebih penting dari orang lain menyebabkan pelayanan publik tidak berjalan sebagaimana semestinya.
Tuntutan akan pelayanan publik yang prima menjadi suatu hal yang sangat mendesak dilaksanakan disemua sektor kehidupan mulai dari kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Pelayanan publik tidak hanya dituntut supaya mudah tetapi juga cepat, cermat, transparan dan murah.
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urusan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Sampara Lukman, 2000). Sedangkan pengertian Publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik (Inu Kencana dalam Lijian Poltak Sinambela, 2006).
Pelayanan publik didefiniskan sebagai kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik (Carol W. Lewis and Stuart C. Gilman, 2005).
Pemerintah menyadari membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, hal ini yang menjadi pertimbangan atas kelahiran UU Nomor 25 Tahun 2009 yaitu Undang-undang Tentang Pelayanan Publik.
Unsur-unsur pelayanan publik adalah sebagai mana disebutkan pada Pasal 1 angka (1), yaitu terdiri dari:
Kegiatan atau rangkaian kegiatan
Dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Untuk setiap warga negara dan penduduk
Berupa barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
Disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik
Penyelenggara negara yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang- undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Pelayanan publik meliputi segenap hajat hidup masyarakat Indonesia, pelayanan terhadap kesehatan, pendidikan dan pekerjaan merupakan hal masyarakat yang tercantum didialan Pasal 27 ayat 1 dan 2 UUD 1945 amandemen. Pasal tersebut menyatakan bahwa "setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan"
Oleh sebab itu pemerintah telah mengatur perihal ketentuan pelyanan publik lebih lanjut dilam ketentuan UU Nomor 25 Tahun 2009 yaitu Undang-undang Tentang Pelayanan Publik, didalam undang-undang ini pelayanan publik diberi kategori menjadi beberapa bentuk sebagaimana tersebut dibawah ini yaitu:
Pelayanan barang publik:
a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
Pelayanan Jasa Publik meliputi:
a. Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pelayanan administratif, meliputi:
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.
b. Tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Ruang lingkup pelayanan barang, jasa dan adminsitrasi publik sebagaimana disebutkan diatas meliputi bidang-bidang pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya. Disamping itu dalam melaksanakan pelayanan publik ini harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik. Didalam hal memberikan pelayanan maka pihak penyelenggara layanan ini memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi, hak penyelenggara adalah memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya; melakukan kerja sama; mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan publik; melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban penyelenggara adalah menyusun dan menetapkan standar pelayanan; maklumat pelayanan dan mempublikasikannya; menempatkan pelaksana yang kompeten; menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai; memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik; melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan; berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; memberikan pertanggungjawaban terhada pelayanan yang diselenggarakan; membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya; bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik; memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun larangan bagi pelaksana adalah:
Merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;
Meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
Menambah pelaksana tanpa persetujuan penyelenggara;
Membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan penyelenggara; dan
Melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.
Sebagai pelaksana penyelenggara pelayanan publik, maka harus pula taat pada pedoman perilaku sebagaimana diatur dalam Pasal 34 yaitu adil dan tidak diskriminatif; cermat; santun dan ramah; tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; profesional; tidak mempersulit; patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; menjunjung tinggi nilai- nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara; tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan; tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik; tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat; tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/ atau kewenangan yang dimiliki; sesuai dengan kepantasan; dan tidak menyimpang dari prosedur.
Etika publik adalah refleksi tentang ukuran/norma yang menentukan baik buruk, benar salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggungjwab pelayanan publik (Haryatmoho, 2011). Fokus utama pada pelayanan publik adalah bagaimana pelayanan publik dapat dilakukan dengan berkualitas dan relevan; etika publik berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijaksanaan publik dan alat evaluasi yang memperhitungkan konsekuensi etisnya; fokus pada modalitas etika yaitu bagaimana menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual.
Etika publik mempunyai peranan penting didalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi, oleh sebab itu dimasa kini tugas etika publik juga semakin berat. Kualitas moral sangat penting namun demikian tidak bisa hanya mengandalkan hal tersebut semata. Integralisasi antara nilai-nilai moralitas dan etika publik didalam suatu organisasi merupakan hal yang harus ditanamkan secara berkelanjutan. Pada umumnya manusia dibekali dengan kesadaran bermoral baik namun demikian bukan berarti cukup hingga ditahap tersebut, peran penguatan keperibadian melalui pendalaman pemhaman yang kontinyu perlu untuk selalu dilakukan mengingat setiap manusia dikelilingi oleh suasana dan kondisi yang bergerak cepat dan selalu berubah.
Etika publik berupa mengelaborasi agar norma etika semakin tercermin dalam regulasi- regulasi pelayanan publik. Supaya tidak berhenti hanya membuat orang patuh pada aturan, dalam perekrutan calon tenaga pelayanan publik, bahkan syarat tersebut diberlakukan untuk setiap kenaikan jenjang jabatan (Haryatmoho, 2011).
Etika publik harus diaplikasikan didalam perilaku nyata didalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, oleh sebab itu etika tersebut akan menjadi roh bagi aturan-aturan yang menjadi petunjuk bagi pelaksana tugas pelayanan publik. Di bidang pelayanan publik yang dilaksanakan pemerintah dikenal beberapa asas penting yang harus menjadi roh bagi para pelaksana dilapangan.
Terdapat beberapa asas dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan perizinan yang harus diperhatikan, yaitu: (Atminto & Atik Septi Winarsih. 2006)
Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi penyelenggara jasa perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna jasa pelayanan.
Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian konsep one stop shop benar-benar diterapkan.
Kejelasan tatacara pelayanan. Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.
Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus dibatasi sesedikit mungkin dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.
Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan distribusi kewenangan.
Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan setransparan mungkin.
Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai keperluan).
Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu seringnya masyarakat mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.
Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik bagi providers maupun bagi customers harus dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.
Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus menghindarkan terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan dengan baik.
Pelayanan publik menjadi kriteria utama untuk penilaian keberhasilan pemerintah didalam memerangi perilaku korup, oleh sebab itu masyarakat memiliki peran penting didalam ikut serta melakukan pengawasan hal tersebut. Pengaduan terhadap pelayanan publik dilakukan melalui tempat yang tersedia pada satuan kerja dimana pelayanan publik tersebut dilakukan, disamping itu dapat pula dilakukan di Dewan Perwakilan Rakyat pada semua tingkat daerah hingga pusat dan dapat pula kepada Lembaga Ombudsman. Orang yang melakukan pengaduan mendapat perlidungan hukum terhadap hal-hal yang diadukanya.
Dalam melaksanakan penyelenggaraan pelayananan publik, dibutuhkan suatu pengawasan yang harus diperhatikan oleh subjek penyelenggara pelayanan publik. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
Pengawasan melekat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan Masyarakat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam peyelenggaraan pelayanan publik.
D. PENGAWASAN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK
Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh atasan langsung dan oleh pengawas fungsional, sedangkan pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh masyarakat dan oleh Ombudsman serta oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Tata cara pengaduan dilakukan secara tertulis memuat nama dan alamat lengkap; uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian materiel atau immateriel yang diderita; permintaan penyelesaian yang diajukan; dan tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan. Disamping itu Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya tersebut dan dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan. Satu hal yang harus diingat pengaduan yang dilakukan dapat disertai dengan bukti-bukti sebagai pendukung pengaduannya, agar akurasi pengaduan dapat dipertanggungjawabkan.
Ombudsman RI sebagai lembaga yang menerima pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan publik merilis dalam rentang waktu tiga tahun terakhir lembaga pelayanan publik yang paling banyak dilaporkan dan menjadi atensi publik oleh masyarakat adalah pelayanan Kepolisian dan pelayanan Lembaga Peradilan.
KPK dalam keterangan pers pada akhir tahun 2017 menyatakan bahwa pelaku tindak pidana korupsi dari pejabat instansi pemerintah dimulai eselon I hingga IV yakni sebanyak 43 perkara. Sementara, 27 perkara melibatkan pejabat swasta dan 12 perkara melibatkan bupati atau walikota. Anggota DPR/DPRD dalam 20 perkara yang ditangani KPK pada tahun 2017.
Korupsi yang terjadi pada sektor pelayanan publik sangat beragam contoh yang paling sering dijumpai adalah mark up anggaran pengadaan, pungli pada penerimaan siswa baru, penunjukkan rekanan pada proyek-proyek pemerintah,pengurusan perijinan dan lain-lain.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh atasan langsung dan oleh pengawas fungsional, sedangkan pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh masyarakat dan oleh Ombudsman serta oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Tata cara pengaduan dilakukan secara tertulis memuat nama dan alamat lengkap; uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian materiel atau immateriel yang diderita; permintaan penyelesaian yang diajukan; dan tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan. Disamping itu Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya tersebut dan dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan. Satu hal yang harus diingat pengaduan yang dilakukan dapat disertai dengan bukti-bukti sebagai pendukung pengaduannya, agar akurasi pengaduan dapat dipertanggungjawabkan.
Ombudsman RI sebagai lembaga yang menerima pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan publik merilis dalam rentang waktu tiga tahun terakhir lembaga pelayanan publik yang paling banyak dilaporkan dan menjadi atensi publik oleh masyarakat adalah pelayanan Kepolisian dan pelayanan Lembaga Peradilan.
KPK dalam keterangan pers pada akhir tahun 2017 menyatakan bahwa pelaku tindak pidana korupsi dari pejabat instansi pemerintah dimulai eselon I hingga IV yakni sebanyak 43 perkara. Sementara, 27 perkara melibatkan pejabat swasta dan 12 perkara melibatkan bupati atau walikota. Anggota DPR/DPRD dalam 20 perkara yang ditangani KPK pada tahun 2017.
Korupsi yang terjadi pada sektor pelayanan publik sangat beragam contoh yang paling sering dijumpai adalah mark up anggaran pengadaan, pungli pada penerimaan siswa baru, penunjukkan rekanan pada proyek-proyek pemerintah,pengurusan perijinan dan lain-lain.
Pelayanan publik merupakan salah satu sarana negara untuk memberikan jaminan kesejahteraan dan kenyamanan bagi warga negaranya. Oleh sebab itu membangun, memelihara dan menjaga system pelayanan publik dari perilaku korup merupakan keharusan. Untuk dapat membersihkan sistem pelayanan publik dari perilaku korup penting untuk menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan dimana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep, atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi. Ada begitu banyak strategi, cara, atau upaya yang kesemuanya perlu disesuaikan dengan konteks, masyarakat, maupun organisasi yang dituju. Setiap negara, masyarakat, maupun organisasi perlu mencari cara mereka sendiri untuk menemukan solusinya.
Menciptakan pelayanan publik yang lebih adil dan berkualitas dibutuhkan perubahan pada berbagai aspek termasuk peraturan, struktur, paradigma, serta kultur, dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dalam konteks mewujudkan good governance perubahan yang dimaksud dapat dilihat melalui strategis sebagai berikut.
Pertama, pelayanan publik adalah hubungan nyata antara negara dengan warganya, di luar pemerintah dalam pelayanan publik. Oleh sebab itu Idealnya, interaksi ini dapat menjamin pemerintah sebagai penyedia layanan memberikan pelayanan yang terbaik bagi warganya. Kedua, pelayanan publik adalah pengejawantahan prinsip-prinsip good governance. Ketiga, pelayanan publik dapat dilihat sebagai wadah interaksi semua kepentingan yang berada di dalam negara. Pemerintah sebagai wakil dari negara, masyarakat, dan mekanisme pasar memiliki kepentingan terhadap pelayanan publik yang lebih baik.
Dukungan dari masyarakat untuk terciptanya sistem pelayanan publik yang bersih dari perilaku koruptif juga penting untuk dikembangkan. Masyarakat sebagai pihak yang dilayani juga harus mampu mengembangkan sikap dan perilaku antioruptif. Budaya antri, budaya saling menghormati dan berani menolak hal-hal yang diluar ketentuan harus juga dikembangan.