PERBEDAAN HUKUM PIDANA DAN PERDATA


Jika mengetahui perbedaannya, sehingga memposisikan masalah menjadi tepat


Hukum Pidana

a. Pengertian Hukum Pidana


Hukum pidana menurut C.S.T. Kansil merupakan hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Sedangkan menurut Prof. Moeljatno, hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.


b. Hukum Pidana sebagai Bagian dari Hukum Publik


Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan masyarakat dan dijalankan untuk kepentingan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, hukum pidana memenuhi kategori hukum publik karena 2 (dua) hal, yang pertama karena yang menjalankan negara adalah aparat pemerintah atau negara, dan yang kedua karena negara memperoleh hak untuk menghukum dan menerapkan hukum.


c. Pembagian Hukum Pidana


Berdasarkan rumusan hukumnya, hukum pidana dibedakan menjadi dua jenis yaitu hukum pidana materiil (substantive criminal law) dan hukum pidana formal (hukum acara pidana). Di mana hukum pidana materiil merupakan serangkaian peraturan hukum yang menetapkan perbuatan yang dilarang, siapa yang dapat dijatuhi hukuman, dan hukuman apa yang dapat diberikan. Artinya, hukum pidana materiil berisi norma dan sanksi hukum pidana serta ketentuan umum yang membatasi, memperluas, atau menjelaskan norma dan pidana tertentu.


Sedangkan hukum pidana formal merupakan serangkaian ketentuan hukum yang mengatur tata pelaksanaan yang menjadi dasar atau pedoman bagi penegak hukum atas penerapan hukum pidana materill dalam implementasinya. Dengan kata lain, hukum pidana formal mengatur tentang bagaimana caranya negara melalui perantaranya (jaksa, polisi, hakim) dapat menjalankan kewajibannya untuk melakukan penyidikan, penuntutan, menjatuhkan dan melaksanakan pidana. Istilah lain dari hukum pidana formal adalah hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum acara pidana diatur dalam peraturan yang terpisah, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


d. Sumber-sumber Hukum Pidana


Sumber hukum pidana secara luas terbagi menjadi 2 (dua), yang pertama berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan yang kedua adalah di luar KUHP. KUHP merupakan lex generali atau aturan umum mengenai tindak pidana, sedangkan aturan di luar KUHP merupakan lex specialis karena mengatur lebih detail dan khusus. Misalnya, undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi atau undang-undang anti terorisme.


e. Tujuan Adanya Hukum Pidana


Pada dasarnya, hukum pidana yang telah diatur dalam KUHP dibuat untuk melindungi kepentingan umum yang memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum). Di mana, jika tindak pidana dilakukan akan berdampak buruk terhadap keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum. Selain itu, hukum Pidana bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan suatu perkara. Oleh karena itu akan terdapat sanksi yang memaksa jika terjadi pelanggaran.


f. Sanksi Pidana


Soesilo mendefinisikan hukuman/sanksi dalam ranah hukum pidana sebagai Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana.


Dalam konteks ini, Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) membedakan hukuman menjadi:

Hukum Perdata

a. Pengertian Hukum Perdata


Prof. Subekti menyatakan bahwa hukum perdata dalam arti luas meliputi seluruh hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan seseorang. Sedangkan menurut C.S.T. Kansil, hukum perdata merupakan rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum perdata adalah hukum yang mengatur perorangan, antara satu subjek hukum dengan subjek hukum lainnya dalam satu negara.


b. Hukum Perdata sebagai Bagian dari Hukum Privat


Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan antar individu antara lain adalah hukum perdata dan hukum dagang. Oleh karena itu, akibat dari ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata tidak berakibat langsung terhadap kepentingan umum dan hanya berdampak langsung pada pihak-pihak yang terlibat.


c. Pembagian Hukum Perdata


Seperti halnya hukum pidana, hukum perdata juga terbagi menjadi dua yaitu hukum perdata materiil dan hukum perdata formal. Di mana .hukum perdata materiil merupakan hukum yang berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur kepentingan perseorangan seperti hukum perorangan (personenrecht), hukum keluarga (familierecht), hukum kekayaan atau hukum yang mengatur kebendaan (vermogensrecht), dan hukum waris (erfecht).


Sedangkan hukum perdata formal merupakan sekumpulan peraturan yang mengatur pelaksanaan sanksi bagi para pelaku yang melanggar hak-hak keperdataan sesuai yang dimaksud dalam hukum perdata materiil. Istilah hukum perdata materiil lebih dikenal dengan hukum acara perdata yang aturannya hingga sekarang masih didasarkan pada peraturan peninggalan jaman penjajahan Belanda yaitu H.I.R (Herzien Inlandsch Reglement), RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten) dan Rv (Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering). Namun meskipun ketiga aturan tersebut masih digunakan, hukum acara perdata juga dilengkapi dengan undang-undang lainnya seperti Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung.


d. Sumber-sumber Hukum Perdata


Menurut Vollmar, sumber hukum perdata dibagi menjadi 2 (dua) yaitu sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis atau kebiasaan. Sumber hukum yang termasuk ke dalam sumber hukum tertulis adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) serta undang-undang lainnya yang termasuk dalam ranah hukum perdata dan yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum tertulis adalah hukum yang timbul karena kebiasaan dan tidak terdapat pengaturannya secara rinci dalam bentuk tertulis.


e. Tujuan Adanya Hukum Perdata


Jika hukum pidana bersifat ultimum remedium (upaya terakhir), hukum perdata bersifat privat, yaitu menitikberatkan mengenai hubungan perorangan dan kepentingan perseorangan. Sehingga tujuan adanya hukum perdata adalah mengatur hubungan antar perorangan, misalnya adanya undang-undang perkawinan yang mengatur tentang apa saja syarat perkawinan agar dianggap sah, hal-hal apa saja yang dapat membatalkan perkawinan, dan lainnya. Hal ini hanya berlaku bagi pihak yang melangsungkan pernikahan dan tidak memiliki dampak secara langsung bagi kepentingan umum.


f. Sanksi Perdata


Putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:

Misalnya, putusan yang menyatakan bahwa hak pemilikan atas benda yang disengketakan tidak sah sebagai milik penggugat, atau penggugat tidak sah sebagai ahli waris.

Misalnya, putusan perceraian, merupakan putusan yang meniadakan keadaan hukum, yakni tidak ada lagi ikatan antara suami-istri, sekaligus menimbulkan keadaan hukum baru kepada suami dan istri sebagai janda dan duda.

Perkara Perdata Menjadi Pidana, Apakah Memungkinkan?

Dari beberapa penjelasan di atas sudah terlihat jelas perbedaan hukum pidana dan perdata. Namun ternyata pada prakteknya, banyak muncul perkara perdata berubah menjadi pidana. Padahal sudah jelas bahwa keduanya merupakan dua kategori hukum yang berbeda. Di mana, hukum pidana dikenakan kepada seseorang yang dianggap telah menganggu kepentingan umum oleh negara. Sedangkan hukum perdata, negara hanya bertindak sebagai pengawas.


Beberapa contoh perkara hukum perdata yang pada akhirnya berubah menjadi perkara pidana merupakan kasus sengketa tanah. Terlihat jelas bahwa sengketa ini terjadi karena adanya pertikaian antara dua pihak yang sedang memperebutkan lahan (hukum perdata), namun kejadian ini sering dibawa ke ranah hukum pidana. Hal ini mungkin terjadi jika terdapat unsur pidana yang muncul saat proses sengketa tanah, misalnya terdapat pemaksaan, penganiayaan, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.


Kasus lainnya adalah ketika terdapat perkara yang melibatkan utang. Misalnya seorang tersangka tiba-tiba harus mendekam di penjara karena dirinya telah berutang kepada seseorang. Hal ini jelas murni kasus perdata, namun bisa saja masuk ke ranah hukum pidana karena adanya penggunaan pasal yang dianggap sebagai ‘pasal karet’, di mana tersangka dapat dianggap telah melakukan penggelapan dan penipuan kepada korban. Tuduhan inilah yang  akan terus diajukan hingga utang tersebut dapat dilunasi oleh tersangka.


Sumber: https://libera.id/blogs/perbedaan-hukum-pidana-dan-perdata/, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4be012381c490/mengenal-sanksi-hukum-pidana--perdata--dan-administratif/

Info Tambahan

Sanksi administratif dapat diartikan sebagai sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif.

Sanksi administratif dapat berupa denda, peringatan tertulis, pencabutan izin tertentu, dan lain-lain.


Sebagai contoh, sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 18 angka 28 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang memuat baru Pasal 71A ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“UU 27/2007”) yaitu:

Seluruh informasi hukum yang ada di laman ini disiapkan semata-mata untuk tujuan edukasi masyarakat, pendidikan dan bersifat umum, dengan turut pencantuman sumber tulisan. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, dapat dikonsultasikan langsung dengan Kami.


Sumber: https://libera.id/blogs/perbedaan-hukum-pidana-dan-perdata/, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4be012381c490/mengenal-sanksi-hukum-pidana--perdata--dan-administratif/

Hubungi Kami

Kantor Advokat dan Konsultan Hukum

Himawan Dwiatmodjo & Rekan

Jl. Rawa Kuning, Pulogebang, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia


Email: lawyerhdp@gmail.com

Telepon/Pesan Teks: +62895-4032-43447