PERJANJIAN
HIMAWAN DWIATMODJO DAN REKAN
Asas Kebebasan Berkontrak
Dengan asas kebebasan berkontrak (consensual), setiap orang dengan bebas dapat membuat perjanjian (kontrak).
Asas ini menetapkan bahwa para pihak (masyarakat) bebas untuk membuat kontrak apa saja, baik yang sudah maupun yang belum ada pengaturannya sepanjang perjanjian itu tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Asas kebebasan berkontrak ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Syarat Sah Perjanjian
Dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak
Sebuah perjanjian tidak sah apabila dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.
Perjanjian harus dibuat dengan persetujuan ikhlas para pihak.
Itulah sebabnya dalam pasal penutup setiap perjanjian ada pencantuman kalimat “... demikian perjanjian ini dibuat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun juga ...”.
Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, misalnya salah satu pihak dalam perjanjian dalam keadaan sakit atau dipaksa maka perjanjian itu batal demi hukum.
Kecakapan para pihak
Maksudnya adalah bahwa yang membuat dan menandatangani perjanjian adalah oarang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum.
Walaupun pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak namun ada pengecualian, yaitu :
anak yang belum dewasa (belum 21 tahun dan belum menikah);
orang dewasa yang ditempatkan dibawah pengawasan;
orang sakit jiwa.
Hal tertentu
Maksudnya adalah objek yang diatur harus jelas. Misalnya perjanjian jual beli tanah harus jelas menyebutkan letak, luas, status tanah dan sebagainya.
Semakin jelas menyebutkan identitas objek jual beli tanah tersebut, maka semakin baik perjanjian yang dibuat.
Sebab yang dibolehkan
Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Setiap perjanjian yang bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan juga batal demi hukum.
Isi Perjanjian
Judul perjanjian.
Identitas para pihak.
Pasal-pasal yang menjadi kesepakatan, meliputi :
objek yang diperjual belikan;
harga dan cara pembayaran;
penyerahan;
kewajiban-kewajiban pihak pertama;
kewajiban-kewajiban pihak lainnya;
cara penyelesaian masalah jika terjadi perselisihan.
tempat dan tanggal perjanjian dibuat.
tanda tangan masing-masing pihak dan saksi-saksi.
Tahapan Penyusunan Perjanjian
Negosiasi
Pada tahap ini terjadi tawar-menawar kehendak para pihak untuk kemudian dituankan dalam perjanjian.
Memorandum of Understanding (MoU) - Nota Kesepahaman (jika ada)
Dalam tahap ini yang merupakan kelanjutan negosiasi dituangkan butir-butir kesepakatan negosiasi.
MoU bukan sebuah perjanjian tapi merupakan pegangan sementara bagi para pihak sebelum masuk pada tahap penyusunan perjanjian.
Penyusunan perjanjian
Tahapan dalam penyusunan draft perjanjian :
membuat draft perjanjian
koreksi draft perjanjian oleh masing-masing pihak
penandatanganan perjanjian
Yang dibutuhkan dalam proses penulisan naskah perjanjian adalah kejelian dalam menangkan berbagai keinginan para pihak, memahami aspek hukum, dan menguasai bahasa perjanjian dengan rumusan yang tepat, singkat, jelas dan sistematis.
Pelaksanaan perjanjian
Perjanjian yang baik mestinya dapat dilaksanakan para pihak.
Masing-masing pihak memperoleh haknya dan menjalankan kewajiban sesuai dengan isi perjanjian.
Prof. R. Subekti, SH., “wanprestasi” itu dapat berupa 4 macam:
Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang diperjanjikan.
Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.
Sengketa/masalah Yang Timbul
Dalam pelaksanaan perjanjian dapat saja timbul perselisihan. Timbulnya perselisihan tersebut dapat terjadi karena :
penafsiran yang berbeda terhadap perjanjian;
pokok perselisihan belum diatur dalam perjanjian;
salah satu pihak atau kedua belah pihak melakukan wanprestasi.
Oleh karena itu penting juga dalam sebuah perjanjian mencantumkan pasal yang mengatur tentang pilihan hukum dan prosedur penyelesaian sengketa.
Dengan memperhatikan syarat-syarat, prosedur, rumusan pasal-pasalnya yang jelas dan konkrit, penyusunannya melalui tahapan yang benar disertai dengan itikad baik. Maka sebuah perjanjian akan membawa rasa aman dan menguntungkan para pihak.
Materai Dalam Perjanjian
Menurut Undang-Undang 10 Tahun 2020, Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas suatu dokumen baik itu dokumen kertas maupun dokumen elektronik yang dapat digunakan sebagai bukti atau keterangan.
Adapun asas-asas yang mengatur bea materai yang diantaranya yaitu asas kesederhanaan, asas efisiensi, asas keadilan, asas kepastian hukum, dan asas kemanfaatan.
Adapun bea materai diberlakukan untuk mengoptimalkan penerimaan negara demi membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju kesejahteraan, memberikan kepastian hukum yang adil, menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan menyelaraskan ketentuan bea materai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun objek bea materai Rp. 10.000,- Pada Pasal 3 ayat (1), bea materai dikenakan atas 2 hal yakni :
Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata.
Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Adapun dokumen bersifat perdata yang dimaksud yakni meliputi beberapa hal berikut.
Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau sejenisnya.
Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipan.
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipan.
Surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun.
Dokumen transaksi surat berharga, dalan nama atau bentuk apapun.
Dokumen lelang berupa kutipan risalah lelang.
Dokumen yang bernilai lebih dari Rp 5 juta rupiah yang menyebutkan penerima uang, terdapat pengakuan hutang dilunasi atau diperhitungkan.
Dokumen lain yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Sementara itu, adapun dokumen yang bukan merupakan objek pajak, yakni :
Dokumen terkait lalu lintas orang dan barang seperti surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas pengirim, dan surat lain sejenisnya.
Segala bentuk ijazah.
Tanda terima pembayaran gaji, pensiun, tunjangan, dan pembayaran lain terkait hubungan kerja.
Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas daerah, dan lembaga lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kwitansi untuk segala jenis pajak dan penerimaan lainnya.
Tanda penerimaan uang untuk keperluan intern organisasi.
Dokumen yang menyebutkan simpanan uang, surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada bank, koperasi, dan badan lain kepada nasabah.
Surat gadai.
Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbalan hasil dari surat berharga dengan nama dan bentuk apapun.
Dokumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka melaksanakan kebijakan moneter.
Tarif tunggal bea materai Rp. 10.000 sudah mulai berlaku sejak 1 Januari 2021. Sementara ini, materai Rp. 3.000 dan Rp. 6.000 masih berlaku selama masa transisi hingga 31 Desember 2021.
Download Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Materai
Masih belum memahami ?