KOPERASI

HUKUM DAN ETIKA DIGITAL/ BISNIS



By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LLM.


"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)

C

 

 

A.  Pengertian Koperasi

Secara literal, kata koperasi berasal dari bahasa Latin, yakni dari kata cum yang berarti dengan, dan kata aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata tersebut dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah co dan opera- tion. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah cooperative vereneging yang kira-kira berarti bekerjasama dengan orang untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian kata co-operation dibakukan menjadi istilah ekonomi sebagai ko-operasi yang kemudian dikenal dengan istilah koperasi yang artinya organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang sifatnya sukarela.352

Berdasarkan makna literal di atas, kemudian secara terminologis, Nindyo Pramono mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.353

Dari definisi koperasi tersebut dapat dilihat adanya asas dan tujuan atau unsur-unsur koperasi, yakni:354

1.    koperasi bukan suatu organisasi perkumpulan modal (bukan akumulasi modal), tetapi perkumpulan orang- orang berasaskan sosial, kebersamaan bekerja dan bertanggungjawab;

 







352 Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia di dalam Perkembangan (Yogyakarta: TPK Gunung Mulia, 1986), hlm 8.

353 Ibid., hlm 9.

354 Ibid.


 

2.    keanggotaan koperasi tidak mengenal adanya paksaan apa dan oleh siapa pun, bersifat sukarela, netral terhadap aliran, isme, dan agama; dan

3.    koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya dengan cara bekerjasama secara kekeluargaan.

Hans H. Munker mendefinisikan koperasi adalah suatu bentuk organisasi dimana orang-orang yang bergabung bersama-sama secara sukarela, sebagai manusia, atas dasar persamaan untuk memajukan kepentingan ekonomi bagi diri mereka sendiri.355 Dari gagasan makna koperasi tersebut, dapat ditarik unsur-unsur sebagai berikut:356

1.    menolong diri sendiri;

2.    kerjasama pribadi, para anggota bergabung sebagai manusia pribadi, bukan sebagai pemegang saham;

3. kesetaraaan antar anggota;

4. perkumpulan yang bersifat sukarela; dan

5. memajukan kepentingan anggota.

Setiap bentuk badan usaha memiliki karakteristiknya masing-masing. Koperasi menurut Hans H. Munker juga memiliki karakteristik tersendiri, yakni:357

1.    suatu kumpulan orang-orang yang memiliki paling sedikit satu kepentingan ekonomi yang sama dan dengan jumlah anggota yang berubah-ubah;

2.    tujuan perkumpulan dan tujuan masing-masing anggota perkumpulan itu adalah untuk memenuhi keperluan bersama-sama dengan melaksanakan tindakan bersama berdasarkan asas saling tolong- menolong;

3.    sarana untuk mencapai tujuan ini adalah membentuk suatu badan usaha bersama; dan

 







355 Hans H.Munker,”Co-Operative Principle&Co-Operative Law” Membangun UUKoperasi Berdasarkan Prinsip-Prinsip Koperasi, Alih Bahasa oleh a. Henriques (Jakarta: Rekadesa, 2011), hlm 6.

356 Ibid.

357 Ibid., hlm 29.


 

4.    tujuan utama badan usaha koperasi ini adalah melaksanakan berbagai pelayanan untuk meningkatkan berbagai pelayanan untuk meningkatkan keadaan ekonomi para anggota kelompok (lebih tepatnya: meningkatkan keadaan ekonomi badan usaha dan/atau rumah tangga para anggotanya).

Menurut Hans H. Munker, definisi koperasi menurut hukum dalam bagian 1 Undang-Undang Koperasi Jerman 1889 mencerminkan karakteristik tersebut. Undang-undang mendefinisikan koperasi sebagai perkumpulan dengan keanggotaan yang bersifat tidak tertutup, yang bertujuan menunjang kegiatan ekonomi para anggotanya melalui suatu perusahaan yang dijalankan secara bersama-sama.358

Di Indonesia definisi otentik koperasi ditemukan dalam Pasal 1 Butir

(1) UU No. 7 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (UU Perkoperasian). Menurut Pasal 1 Butir (1) UU Perkoperasian koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan prinsip koperasi. Dari definisi koperasi yang disebutkan Menurut Pasal 1 Butir (1) UU Perkoperasian di atas, dapat diketahui unsur-unsur koperasi:

1. Badan hukum

Di dalam undang-undang sebelumnya (UU No.25 Tahun 1992) koperasi dinyatakan sebagai badan usaha. Badan usaha adalah organisasi perusahaan. Sekarang dinyatakan secara tegas bahwa koperasi adalah badan hukum. Pengertian badan hukum, karakteristik, dan konsekuensi badan hukum telah dijelaskan sebelumnya dalam bab V, VI, dan VII.

2. Didirikan oleh orang perseroan atau badan hukum koperasi

Sebagai suatu badan usaha, koperasi dapat didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi itu sendiri. Koperasi yang didirikan oleh orang perseorangan tersebut adalah Koperasi Primer,







358 Ibid., hlm 30.


 

misalnya “Koperasi Karyawan PT Indomalaytex Yogyakarta”. Koperasi yang didirikan oleh badan hukum koperasi adalah berwujud Koperasi Sekunder, misalnya beberapa Koperasi Karyawan yang ada di Yogyakarta membentuk badan hukum koperasi lagi, yakni Pusat Koperasi Karyawan Yogyakarta (Puskopkar), kemudian untuk tingkat pusat dibentuk Induk Koperasi Karyawan (Inkopkar).

3.    Pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha

Sebagai konsekuensi dari badan hukum, begitu anggota memasukkan modalnya ke dalam koperasi, maka pada saat yang sama modal yang disertakan anggota tersebut telah menjadi kekayaan perusahaan, dan bukan lagi kekayaan para anggota tersebut. Di sini ada pemisahan antara kekayaan anggota dan kekayaan koperasi.

4.    Tujuannya pendiriannya untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama anggota dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

Dari definisi di atas juga diketahui bahwa koperasi ditujukan untuk menjalankan usaha, maka semestinya koperasi memiliki motif keuntungan atau profit. Motif keuntungan tersebut adalah untuk kepentingan keuntungan para anggota.

Sehubungan hal tersebut, Pasal 4 UU Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya sekaligus sebagaian bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.

 

B.  Nilai dan Prinsip Koperasi

Koperasi sebagai badan usaha memiliki nilai-nilai filosofis yang berbeda dengan badan usaha lainnya, seperti perseroan terbatas. Dalam menjalankan kegiatan usaha koperasi harus dilandasi nilai-nilai:359

 

 







359 Pasal 5 (1) dan Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU Perkoperasian


 

1. Kekeluargaan

Kekeluargaan dimaksudkan sebagai koperasi dalam melaksanakan usahanya mengutamakan kemakmuran anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, bukan kemakmuran orang-perseorangan.

2. Menolong diri sendiri

Menolong diri sendiri berarti bahwa semua anggota koperasi berkemauan dan sepakat secara bersama-sama menggunakan jasa koperasi untuk memenuhi kebutuhannya dan mempromosikan sehingga kuat, sehat, mandiri, dan besar.

3. Bertanggungjawab

Bertanggungjawab dimaksudkan bahwa segala kegiatan usaha koperasi harus dilaksanakan dengan prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi koperasi.

4. Demokrasi

Demokrasi di sini bermakna bahwa setiap anggota koperasi memiliki satu suara dan berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang berlangsung dalam rapat anggota, tidak bergantung pada besar kecilnya modal yang diberikan.

5. Persamaan

Persamaan adalah bahwa setiap anggota koperasi memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam melakukan transaksi dan mendapatkan manfaat ekonomi dengan berkoperasi.

6. Berkeadilan

Berkeadilan bermakna bahwa kepemilikan peluang dan kesempatan yang sama bagi semua warga negara sesuai kemampuannya untuk menjadi anggota koperasi.

7. Kemandirian

Kemandirian bermakna dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggungjawab,


 

otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.

Dalam menjalankan kegiatannya, koperasi juga melandaskan dirinya kepada prinsip-prinsip koperasi, yakni:360

1.    Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka

Koperasi merupakan organisasi swadaya dengan keanggotaan secara sukarela, terbuka bagi semua orang yang mampu dan membutuhkan memanfaatkan layanannya dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi atas dasar gender, sosial, politik, atau agama.

2.    Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis

Koperasi merupakan organisasi demokratis yang diawasi dan dikendalikan anggotanya. Anggota berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan dan membuat keputusan. Anggota yang ditunjuk sebagai wakil koperasi dipilih dan bertanggungjawab kepada anggota dalam rapat anggota. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, satu anggota satu suara.

3.    Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonomi, dan independen

Selain sebagai pemilik, anggota koperasi sekaligus pengguna jasa atau pasar bagi koperasinya. Partisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi merupakan sumber kekuatan utama bagi kemajuan koperasi.

4.    Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi. Koperasi merupakan organisasi otonomi dan swadaya yang diawasi dan dikendalikan oleh anggota. Jika koperasi mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk pemerintah atau menambahkan modal dari sumber lain, mereka melakukan hal itu atas dasar syarat yang menjamin tetap terselenggaranya pengawasan dan pengendalian demokratis oleh anggotanya dan tetap tegaknya otonomi koperasi.







360 Pasal 6 dan Penjelasan Pasal 6 UU Perkoperasian


 

5.    Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan koperasi, dengan bekerjasama melalui karangan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengawas, pengurus, dan karyawan dimaksudkan agar mereka dapat memberikan sumbangan secara efektif bagi perkembangan koperasi. Pemberian informasi pada masyarakat, khususnya generasi muda dan pemuka masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi adalah sangat prinsipil.

6.    Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota

 

C.  Pendirian Koperasi

Dasar hukum yang berkaitan dengan teknis pendirian koperasi adalah UU Perkoperasian (UU No. 17 Tahun 2012); Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi; dan Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 2006 yaitu tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Pasal 7 UU Perkoperasian menentukan bahwa koperasi primer didirikan oleh paling sedikit duapuluh orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi. Kemudian untuk pendirian koperasi sekunder harus didirikan oleh paling sedikit tiga koperasi primer.

Berkaitan dengan kedudukan koperasi, Pasal 8 UU Perkoperasian menentukan bahwa tempat kedudukan koperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan di dalam anggaran dasar. Tempat kedudukan itu sekaligus merupakan kantor pusat koperasi.

Pendirian koperasi sesuai dengan ketentuan Pasal 9 UU Perkoperasian harus dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat notaris dalam bahasa Indonesia. Kemudian apabila di suatu kecamatan tidak terdapat notaris, maka akta pendirian koperasi tersebut dapat dibuat oleh camat yang disahkan sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi oleh Menteri. Notaris yang membuat


 

akta dimaksud harus notaris yang telah terdaftar pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi.

Akta pendirian koperasi tersebut menurut Pasal 10 UU Perkoperasian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian koperasi. Akta pendirian tersebut sekurang-kurang memuat:

1.    nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum koperasi pendiri bagi koperasi sekunder; dan

2.    susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pengawas dan pengurus yang pertamakali diangkat.

Dalam pembuatan akta pendirian koperasi tersebut, seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa.

Permohonan akta pendirian koperasi tersebut diajukan secara tertulis oleh para pendiri secara bersama-sama atau kuasanya kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum.

Menurut Pasal 11 UU Perkoperasian. Jika permohonan pengesahan koperasi sebagai hukum tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam waktu tigapuluh hari sejak diterimanya permohonan, Menteri harus menolak permohonan tersebut.

Terhadap penolakan tersebut, berdasar ketentuan Pasal 12 UU Perkoperasian, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu tigapuluh hari sejak diterimanya penolakan. Kemudian keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang diberikan dalam jangka waktu tigapuluh hari sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang tersebut. Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang di atas merupakan keputusan pertama dan terakhir.

Berdasar ketentuan Pasal 13 UU Perkoperasian, koperasi memperoleh pengesahan sebagai badan hukum setelah akta pendirian koperasi dimaksud disahkan oleh Menteri.361 Pengesahan koperasi sebagai badan hukum itu







361 Menteri di sini adalah di kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang koperasi.


 

diberikan dalam jangka waktu paling lama tigapuluh hari sejak tanggal permohonan diterima. Apabila Meneteri tidak melakukan pengesahan dalam jangka waktu yang disebut di atas, akta pendirian koperasi dianggap sah.

Dalam hal setelah koperasi didirikan, anggotanya berkurang dari jumlah yang ditentukan oleh Pasal 7 UU Perkoperasian, Pasal 14 UU Perkoperasian mengharuskan dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut, koperasi wajib memenuhi jumlah mini- mal keanggotaan. Jika jangka waktu itu dilampaui, anggota koperasi tetap kurang jumlah minimal keanggotaan, maka anggota koperasi tersebut bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian yang terjadi dan koperasi wajib dibubarkan.

Pasal 15 UU Perkoperasian menentukan bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh anggota, pengurus dan/atau pengawas sebelum koperasi mendapat pengesahan menjadi badan hukum dan perbuatan tersebut diterima oleh koperasi, koperasi berkewajiban mengambilalih serta mengukuhkan semua perbuatan tersebut. Apabila perbuatan hukum tersebut tidak diterima, tidak diambilalih, atau tidak dikukuhkan oleh koperasi, maka masing-masing anggota, pengurus, dan/ atau pengawas bertanggungjawab secara pribadi atas setiap akibat hukum yang ditimbulkan.

 

D.  Anggaran Dasar

Pasal 16 UU Perkoperasian menentukan bahwa anggaran dasar koperasi sekurang-kurangnya memuat:

1.      nama lengkap dan tempat kedudukan;

2.      wilayah keanggotaan;

3.      tujuan, kegiatan usaha, dan jenis koperasi’

4.      jangka waktu berdirinya koperasi;

5.      ketentuan mengenai modal koperasi;

6.      tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian pengawas dan pengurus;


 

7.      hak dan kewajiban anggota, pengawas, dan pengurus;

8.      ketentuan mengenai persyaratan keanggotaan;

9.      ketentuan mengenai rapat anggota;

10.  ketentuan mengenai penggunaan selisih hasil usaha (SHU);

11.  ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar;

12.  ketentuan mengenai pembubaran;

13.  ketentuan mengenai sanksi; dan ketentuan mengenai tanggungan anggota.

Anggaran dasar tidak boleh memuat ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

Pasal 17 UU Perkoperasian melarang koperasi untuk memakai nama yang:

1.    telah dipakai secara sah dipakai oleh koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;

2. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan/atau

3.    sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan.

Kemudian bagi koperasi sekunder, nama koperasi sekunder harus memuat kata “Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan “(Skd)”. Misalnya Pusat Koperasi Unit Desa (Skd).

Perubahan anggaran dasar koperasi harus melalui keputusan Rapat Anggota. Pasal 19 menentukan bahwa anggaran dasar dapat diubah oleh rapat anggota apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dan jumlah anggota koperasi dan disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) bagian dari jumlah anggota yang hadir). Perubahan anggaran dasar tersebut tidak dapat dilakukan pada saat koperasi dinyatakan pailit, kecuali atas persetujuan pengadilan.

Perubahan anggaran dasar yang menyangkut hal-hal tertentu menurut Pasal 20 UU Perkoperasian harus mendapatkan persetujuan Menteri. Perubahan yang hak tertentu tersebut adalah:

1.    nama;

2.    tempat kedudukan;


 

3. wilayah keanggotaan;

4. tujuan;

5. kegiatan usaha; dan/atau

6.    jangka waktu berdirinya koperasi apabila anggaran dasar menetapkan jangka waktu tertentu.

Jika perubahan anggaran tidak berkaitan hal-hal yang disebutkan di atas cukup diberitahukan kepada Menteri dalam jangka waktu tigapuluh hari terhitung sejak perubahan tersebut.

Berdasar ketentuan Pasal 24 UU Perkoperasian, akta pendirian koperasi dan akta perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh Menteri harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).

Selanjutnya, hal-hal yang berkaitan dengan koperasi tersebut wajib didaftarkan di dalam Daftar Umum Koperasi. Daftar Umum Koperasi diselenggarakan oleh Menteri. Daftar Umum Koperasi tersebut menurut Pasal 25 UU Perkoperasian sekurang-kurangnya memuat:

1.    nama dan tempat kedudukan, kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, nama pengawas dan pengurus, jumlah anggota;

2.    alamat lengkap koperasi;

3.    nomor dan tanggal akta pendirian koperasi serta nomor dan tanggal surat pengesahan Menteri mengenai koperasi sebagai badan hukum;

4.    nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan surat persetujuan Menteri mengenai perubahan anggaran dasar tersebut;

5.    nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar yang telah diberitahukan kepada Menteri;

6. nama dan tempat kedudukan notaris atau camat yang membuat akta pendirian koperasi atau akta perubahan anggaran dasar; dan

7.    nomor dan tanggal akta pembubaran yang diberitahukan kepada Menteri.

Daftar Umum Koperasi tersebut bersifat terbuka untuk umum.


 

E.  Keanggotaan

Pasal 26 ayat (1) UU Perkoperasian menyebutkan bahwa anggota koperasi pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “anggota sebagai pemilik” adalah pemilikan anggota atas badan usaha koperasi dengan tanggung jawab terbatas sebesar modal yang disetor.

Penyebutan bahwa “anggota koperasi adalah pemilik koperasi’ perlu dilakukan kritik, frase tersebut sangat tidak tepat. Pasal 1 angka 1 UU Perkoperasian secara tegas menyebutkan bahwa koperasi adalah badan hukum. Badan hukum dalam ilmu hukum adalah subjek hukum. Subjek hukum adalah penyandang hak dan kewajiban. Subjek hukum tersebut dapat berupa orang perseorangan dan badan hukum. Di dalam ilmu hukum, selain dikenal subjek hukum juga ada objek hukum. Objek hukum adalah sesuatu yang dapat dijadikan hak kepemilikan. Sesuatu yang dapat dijadikan objek kepemilikan itu adalah benda. Koperasi sebagai badan hukum, koperasi bukan objek hukum, maka koperasi bukan merupakan objek kepemilikan. Pemilik koperasi adalah koperasi itu sendiri.

Frase berikutnya adalah “dengan tanggung jawab tanggung terbatas sebesar modal yang disetor” adalah merupakan konsekuensi badan hukum. Di dalam badan hukum ada pemisahan kekayaan pribadi dan kekayaan badan. Dengan adanya pemisahan tersebut, maka tanggung jawab anggota juga dibatasi hanya sebesar modal yang disetor saja.

Kemudian mengenai frase “anggota sebagai pengguna jasa koperasi’ bermakna bahwa penggunaan atau pengambilan manfaat ekonomi dari pelayanan yang disediakan koperasi. Pasal 27 UU Perkoperasian menentukan bahwa koperasi primer merupakan orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum, mempunyai kepentingan ekonomi, bersedia menggunakan jasa koperasi, dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar. Anggota koperasi sekunder merupakan koperasi yang memiliki kesamaan kepentingan ekonomi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar. Keanggotaan koperasi tersebut tidak dapat dipindahtangankan.


 

Pasal 29 UU Perkoperasian mengatur mengenai kewajiban dan hak anggota koperasi. Anggota koperasi memiliki kewajiban:

1.    mematuhi anggaran dasar, anggaran rumah tangga, keputusan rapat anggota;

2. berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi; dan

3.    mengembangkan dan memelihara nilai yang mendasari koperasi. Selain memiliki kewajiban, anggota juga memiliki sebagai berikut:

1.    menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam rapat anggota;

2.    mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar rapat anggota baik diminta atau tidak;

3. memilih dan/atau dipilih menjadi pengawas atau pengurus;

4.    meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran dasar;

5. memanfaatkan jasa yang disediakan oleh koperasi;

6.    mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar; dan

7.    mendapatkan selisih hasil usaha (SHU) koperasi dan kekayaan sisa hasil penyelesaian koperasi.

 

F.  Perangkat Organisasi Koperasi

Berkaiatan dengan organ atau perangkat organisasi koperasi, Pasal 31 UU Perkoperasian menentukan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri atas:

1.    Rapat Anggota;

2. Pengawas; dan

3. Pengurus

1.  Rapat Anggota

Menurut Pasal 1 angka 5 jo Pasal 32 UU Perkoperasian, rapat anggota merupakan perangkat organisasi koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.


 

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota berdasar ketentuan Pasal 33 UU Perkoperasian memiliki wewenang sebagai berikut:

a. menetapkan kebijakan umum koperasi;

b. mengubah anggaran dasar;

c. memilih, mengangkat dan memberhentikan pengawas dan pengurus;

d. menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi;

e. menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh pengurus untuk dan atas nama koperasi;

f.  meminta keterangan dan mengesahkan pertangungjawaban pengawas dan pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing;

g. menetapkan pembagian SHU;

h. memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, pembubaran koperasi; dan

i.  menetapkan keputusan lain dalam batas-batas yang ditentukan UU Perkoperasian.

Rapat anggota tersebut menurut ketentuan Pasal 34 UU Koperasi diselenggarakan oleh pengurus. Untuk menyelenggarakan rapat anggota ini, pengurus wajib menyampaikan undangan kepada anggota untuk menghadiri rapat anggota paling lambat empatbelas hari sebelum rapat anggota diselenggarakan. Undangan tersebut sekurang-kurangnya mencantumkan hari, tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat anggota. Disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibahas dalam rapat anggota tersedia di kantor koperasi. Rapat anggota ini dihadiri oleh anggota, pengurus, dan pengawas.

Berkaitan dengan kuorum rapat anggota, UU perkoperasian tidak menentukan kuorumnya. Pasal 34 ayat (2) UU Perkoperasian menyerahkan pengaturan dan penentuan kuorum rapat anggota tersebut kepada anggaran dasar koperasi yang bersangkutan.

Pasal 35 UU Perkoperasian menentukan bahwa keputusan rapat anggota diambil dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila keputusan tidak dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat


 

tersebut, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Hak suara anggota dalam pengambilan keputusan di forum rapat anggota ini berlaku prinsip satu orang satu suara. Jumlah hak suara ini anggota ini tidak mempertimbangkan jumlah modal penyertaan anggota tersebut. Ini berlainan dengan hak suara pemegang saham dalam perseroan terbatas, di sini berlaku asas atau prinsip “satu saham satu suara”. Jadi, jika seorang pemegang saham memiliki seratus lembar saham, maka ia memiliki seratus suara dalam forum RUPS.

Pengaturan hak suara di dalam koperasi tidak diatur di dalam UU Perkoperasian. UU Perkoperasian menyerahkan pengaturannya kepada anggaran koperasi sekunder yang bersangkutan, namun Pasal 35 ayat (4) UU Perkoperasian memberikan rambu, bahwa hak suara itu harus mempertimbangkan jumlah anggota. Penjelasan ayat (4) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mempertimbangkan jumlah anggota adalah bahwa dalam penentuan hak suara, dipertimbangkan unsur-unsur jumlah anggota dari koperasi anggota dan besar kecilnya volume usaha atau kekayaan bersih koperasi. Koperasi sekunder yang bersangkutan perlu menciptakan rumus penentuan hak suara yang didasarkan asas keadilan dan disepakati seluruh anggota.

Di dalam koperasi dikenal dua macam rapat anggota, yaitu Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa (RALB). Rapat Anggota dilaksanakan secara periodik, rapat anggota (biasa) ini biasanya disebut Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Rapat anggota diadakan untuk mengesahkan pertangungjawaban pengurus paling lama lima bulan setelah tahun buku koperasi ditutup. Dalam hal koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tersebut, menurut Pasal 36 ayat (3) UU Perkoperasian, Menteri dapat memerintahkan koperasi untuk menyelenggarakan rapat anggota melalui pemanggilan kedua. Menurut Penjelasan Pasal 36 ayat (3) UU Perkoperasian, Menteri dapat mendelegasikan wewenang kepada gubernur/bupati/walikota untuk memerintahkan pengurus koperasi agar menyelenggarakan rapat anggota. Undangan pemanggilan menurut ketentuan Pasal 36 ayat (2) UU Perkoperasian dilakukan paling lama empatbelas hari sebelum rapat


 

anggota diselenggarakan. Rapat anggota kedua tersebut dapat dilangsungkan dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 1/5 (satu perlima) jumlah anggota.

Rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak diperoleh keputusan melalui musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dari jumlah anggota yang hadir.

Menurut Pasal 37 UU Perkoperasian, dalam rapat anggota pengurus wajib mengajukan laporan pertangungjawaban tahunan yang berisi:

a.    laporan mengenai keadaan dan jalannya koperasi sera hasil usaha yang telah dicapai;

b.    rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan koperasi;

c.     laporan keuangan yang sekurang-kurangnya terdiri atas neraca akhir dan perhitungan hasil usaha tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;

d.    laporan pengawasan;

e.    nama pengawas dan pengurus; dan

f.      besar imbalan bagi pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi pengurus.

Pasal 39 UU Perkoperasian menentukan bahwa laporan pertanggungjawaban tahunan merupakan penerimaan terhadap pertangungjawaban pengurus oleh rapat anggota. Kemudian Penjelasan Pasal 39 UU Perkoperasian menjelaskan bahwa penerimaan pertanggungjawaban oleh rapat anggota berarti membebaskan pengurus dari tuntutan hukum pada tahun buku yang bersangkutan.

Kemudian berkaitan dengan RALB, Pasal 42 UU Perkoperasian menentukan bahwa, RALB dapat diselenggarakan apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada rapat anggota. RALB memiliki wewenang yang sama dengan rapat anggota.

Penyelenggaraan RALB dilakukan atas prakarsa pengurus atau atas permintaan paling sedikit 1/5 (satu perlima) jumlah anggota. Permintaan anggota kepada pengurus untuk menyelenggarakan RALB diajukan secara


 

tertulis dengan disertai alasan dan daftar tandatangan anggota.

Pasal 43 UU Perkoperasian mengatur kuorum dalam RALB untuk membahas masalah penggabungan, peleburan, atau pembubaran koperasi. RALN yang diselenggarakan untuk memutuskan dianggap sah apabila sudah mencapai kuorum, yakni apabila dihadiri oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) jumlah anggota. Keputusan RALB tersebut dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) jumlah suara yang sah.

Apabila kuorum kehadiran anggota dalam RALB untuk membahas hal-hal tersebut di atas tidak terpenuhi, pengurus dapat menyelenggarakan RALB kedua dalam jangka waktu paling cepat empatbelas hari dan pal- ing lambat tigapuluh hari terhitung dari tanggal rencana Penyelenggaraan RALB pertama yang gagal diselenggarakan.

Kuorum dan pengesahan keputusan dalam RALB yang kedua ini sama dengan ketentuan dalam RALB yang pertama. Dalam hal kuorum tersebut tetap tidak tercapai, maka atas permohonan pengurus, kuorum ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.

Berdasar ketentuan Pasal 44 UU Perkoperasian, ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan koperasi dapat memberikan izin kepada anggota koperasi untuk:

a.    melakukan pemanggilan rapat anggota, atas permintaan paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah anggota apabila pengurus tidak menyelenggarakan rapat anggota pada waktu yang telah ditentukan; atau

b.    melakukan pemanggilan RALB, atas permintaan sebagaima dimaksud Pasal 42 UU Perkoperasian, apabila setelah tigapuluh hari terhitung sejak permintaan dari anggota, pengurus tidak menyelenggarakan RALB.

Dalam rapat anggota atau RALB tersebut, ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan pengurus dan/atau pengawas untuk hadir. Apabila perintah ketua pengadilan negeri tersebut tidak dilaksanakan, ketua pengadilan negeri dapat memaksa pengurus dan/atau pengawas untuk hadir. Penetapan ketua pengadilan tersebut merupakan penetapan tingkat


 

pertama dan terakhir.

Pasal 45 UU Perkoperasian menentukan bahwa koperasi primer yang jumlah anggotanya paling sedikit limaratus orang dapat menyelenggarakan rapat anggota melalui delegasi anggota.

2.  Pengawas

Perangkat atau organ koperasi yang kedua adalah pengawas. Menurut Pasal 1 angka 6 UU Perkoperasian, pengawas adalah perangkat organisasi koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada pengurus. Pengawas ini menurut Pasal 48 ayat (1) UU Perkoperasian dipilih dari dari oleh anggota pada rapat anggota. Pengawas ini serupa dengan fungsi komisaris dalam perseroan terbatas.

Pasal 48 ayat (2) UU Perkoperasian mengatur persyaratan untuk menjadi pengawas. Persyaratan tersebut adalah:

a. Tidak pernah menjadi pengawas atau pengurus suatu koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan

b. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan.

Pasal 49 UU Perkoperasian menentukan bahwa untuk pertamakalinya susunan dan nama pengawas dicantumkan dalam akta pendirian koperasi. Susunan pengawas dicantumkan dalam anggaran dasar.

Pengawas menurut ketentuan Pasal 50 (1) UU Perkoperasian memiliki tugas sebagai berikut:

a.     mengusulkan calon pengurus;

b.    memberi nasihat dan pengawasan kepada pengurus;

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus; dan

d.    melaporkan hasil pengawasan kepada rapat anggota.

Pengawas menurut ketentuan Pasal 50 (2) UU Perkoperasian memiliki


 

wewenang sebagai berikut:

a. menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan anggaran dasar;

b. meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan oleh pengurus dan pihak lain yang terkait;

c. mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari pengurus;

d. memberikan persetujuan atau bantuan kepada pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar; dan

e.     dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu.

Pasal 51 UU Perkoperasian menentukan pengawas wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan koperasi. Pengawas bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada rapat anggota. Di dalam UU Perkoperasian tidak ditemukan pengaturan mengenai tanggung jawab hukum (keperdataan) pribadi pengawas jika pengawas itu tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana yang ditentukan Pasal 51 UU Perkoperasian tersebut.

Pasal 53 mengatur ketentuan yang berkaitan dengan pemberhentian pengawas. Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat anggota dengan menyebutkan alasannya. Keputusan untuk memberhentikan pengurus tersebut hanya dapat ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam rapat anggota, kecuali yang bersangkutan menerima keputusan pemberhentian tersebut. Pasal 53 ayat (3) UU Perkoperasian menentukan bahwa tanggung jawab pengawas atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan Pasal 51 ayat (3) UU Perkoperasian ini berlebihan. Rapat anggota jelas tidak dapat mengggugurkan tanggung pidana pengawas jika kesalahan atau kelalaiannya merupakan tindak pidana. UU Perkoperasian tidak mengatur aspek pidana, maka jelas sekali

KUHP harus berlaku dan tidak dapat dikesampingkan.


 

3.  Pengurus

Perangkat koperasi yang ketiga adalah pengurus. Lembaga pengurus ini sebangun dengan direksi di dalam perseroan terbatas. Menurut Pasal 1 angka 7 UU Perkoperasian, pengurus adalah perangkat organisasi koperasi yang bertanggungjawab penuh atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan tujuan koperasi serta mewakili koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Pengurus ini menurut Pasal 55 dipilih dari orang perseorangan, baik anggota maupun bukan anggota. Untuk dapat diangkat menjadi pengurus, orang tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a.     mampu melaksanakan perbuatan hukum;

b.    memiliki kemampuan mengelola koperasi;

c. tidak pernah menjadi pengawas atau pengurus suatu koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan

d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan keuangan dalam lima tahun sebelum pengangkatan.

Pengurus berdasar ketentuan Pasal 56 UU Perkoperasian dipilih dan diangkat pada rapat anggota asal usul pengawas. Untuk pertamakali pengangkatan pengurus dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama pengurus dalam akta pendirian koperasi.

Pasal 58 UU Perkoperasian mengatur tugas-tugas pengurus. Tugas- tugas tersebut adalah:

a.     mengelola koperasi berdasarkan anggaran dasar;

b.    mendorong dan memajukan usaha anggota;

c. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi kepada rapat anggota;

d.    menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada rapat anggota;

e. menyusun rencana pendidikan, pelatihan dan komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota;


 

f.      menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;

g. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;

h. memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah rapat anggota; dan

i.  melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan koperasi sesuai dengan tanggung Jawabnya dan keputusan rapat anggota.

Pengurus memiliki wewenang untuk mewakili koperasi di dalam maupun di luar pengadilan. Pasal 59 ayat (2) mengatur pembatasan kewenangan pengurus dalam mewakili koperasi tersebut yang pengaturan selanjutnya diserahkan kepada anggaran dasar koperasi. Pasal 59 ayat (3) mengatur ketidakwenangan pengurus untuk mewakili koperasi apabila:

a. terjadi perkara di pengadilan antara koperasi dan pengurus yang bersangkutan; atau

b. pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan koperasi.

Pasal 60 UU Perkoperasian mengatur tangung jawab pengurus. Pasal 60 ayat (1) UU Perkoperasian menentukan bahwa setiap pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan tanggung jawab untuk kepentingan usaha koperasi. Pasal 60 ayat (2) UU Perkoperasian menentukan bahwa pengurus bertanggungjawab atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan koperasi kepada rapat anggota.

Pengaturan tentang tanggung pribadi pengurus ditemukan dalam Pasal 60 ayat (3) UU Perkoperasian. Ayat ini menentukan bahwa setiap pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya. Penjelasan Pasal 60 ayat

(3) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa kesalahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah melakukan tindakan di luar anggaran dasar dan ketentuan lain yang berlaku di koperasi yang bersangkutan. Hal yang mempengaruhi perkembangan usaha koperasi dari perubahan/ perkembangan eksternal koperasi tidak dapat dikategorikan sebagai kesalahan pengurus.


 

Pasal 60 ayat (4) UU Perkoperasian menentukan bahwa pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh sejumlah anggota n yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) anggota atas nama koperasi. Penjelasan Pasal 60 ayat (3) UU Perkoperasian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesalahan yang menimbulkan kerugian tersebut adalah kesalahan pengurus sebagai pengelola koperasi yang mengakibatkan kerugian material pada koperasi.

Pasal 61 UU Perkoperasian mengatur beberapa tindakan pengurus yang terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan rapat anggota koperasi. Tindakan tersebut adalah:

a.     mengalihkan aset atau kekayaan koperasi;

b. menjadikan jaminan utang atas aset atau kekayaan koperasi;

c. menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;

d. mendirikan atau menjadi anggota koperasi sekunder; dan/atau

e.     memiliki atau mengelola perusahaan yang bukan koperasi.

Pasal 62 UU Perkoperasian berkaitan pengajuan permohonan kepailitan koperasi dan tanggung jawab pengurus akibat adanya kepailitan. Pengurus dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan niaga agar koperasi dinyatakan pailit hanya apabila diputuskan dalam rapat anggota. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengurus yang dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, pengurus yang melakukan kesalahan dan

kelalaian karena kepailitan tersebut.

Pasal 63 UU Perkoperasian mengatur pemberhentian sementara pengurus. Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh pengawas dengan menyebutkan alasannya. Hak pemberhentian sementara tersebut berada pada pengawas. Dalam jangka waktu paling lambat tigapuluh hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan rapat anggota. Rapat anggota dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan pengurus tersebut. Apabila dalam jangka waktu tigapuluh hari tidak dilakukan rapat anggota, maka pemberhentian sementara tersebut dinyatakan batal.


 

Pasal 64 UU Perkoperasian menentukan bahwa pengurus dapat diberhentikan berdasarkan putusan rapat anggota dengan menyebutkan alasannya, Keputusan untuk memberhentikan pengurus tersebut hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam rapat anggota. Keputusan pemberhentian tersebut mengakibatkan kedudukan sebagai pengurus berakhir.

 

G. Modal Koperasi

Berdasar ketentuan Pasal 66 Perkoperasian dapat disimpulkan bahwa modal koperasi terdiri atas modal dan modal lainnya. Modal awal koperasi terdiri atas:

1.    Setoran Pokok; dan

2. Sertifikat Modal Koperasi.

Modal awal tersebut tidak boleh berkurang jumlahnya.

Selain kedua jenis modal koperasi di atas, modal koperasi juga dapat berasal dari;

1. hibah;

2. modal penyertaan;

3. modal pinjaman yang berasal dari:

a. anggota;

b. koperasi lainnya dan/atau anggotanya;

c. bank atau lembaga keuangan lainnya;

d. penerbitan obligasi dan surat utang lainnya; dan/atau

e.    pemerintah dan pemerintah daerah.

4.    sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setoran Pokok menurut Pasal 1 jo Pasal 67 UU Perkoperasian adalah sejumlah uang yang wajib dibayar seseorang atau badan hukum koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu koperasi. Setoran pokok ini tidak dapat dikembalikan. Setoran pokok ini tidak dapat dikembalikan kepada anggota pada saat bersangkutan keluar dari keanggotaan koperasi. Setoran pokok mencerminkan ciri sebagai modal tetap koperasi.


 

Sertifikat Modal Koperasi (SMK) menurut Pasal 1 angka 9 UU Perkoperasian adalah bukti penyertaan anggota koperasi dalam modal koperasi. Melihat definisi di atas, tidak tepat kalau SMK dikategorikan sebagai modal koperasi, definisi tersebut secara tegas menyebut bahwa SMK adalah bukti penyertaan. Dengan demikian yang menjadi modal tersebut adalah penyertaan (awal) dari anggota koperasi bukan sertifikatnya.

Menurut Pasal 68 ayat (1) UU Perkoperasian, setiap anggota koperasi harus membeli SMK yang jumlah minimumnya ditentukan dalam anggaran dasar. Penetapan jumlah minimum SMK bagi setiap anggota dimaksudkan sebagai kontribusi modal minimum tiap anggota. Ketentuan ini juga tidak tepat. Semestinya ada keharusan bahwa setiap anggota wajib melakukan penyertaan (awal, dan sebagai bukti sebagai penyertaan awal tersebut diberikan SMK.

Selanjutnya menurut Pasal 68 ayat (2) UU Perkoperasian, koperasi harus menerbitkan SMK dengan nilai nominal per lembar maksimum sama dengan nilai setoran pokok. Pasal 68 ayat (3) UU Perkoperasian menentukan bahwa pembelian SMK merupakan tanda bukti penyertaan modal anggota koperasi.

SMK yang dikeluarkan koperasi tersebut, menurut ketentuan Pasal 68 UU Perkoperasian dikeluarkan atas nama. SMK ini tidak memiliki hak suara. Penyetoran SMK dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/ atau bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

Pasal 70 mengatur pemindahan SMK kepada anggota yang lain. Pemindahan SMK kepada anggota lain tidak boleh menyimpang dari ketentuan tentang kepemilikan SMK dalam jumlah minimum yang telah ditentukan. Pemindahan SMK kepada seorang anggota dianggap sah jika:

1.    SMK telah dimiliki paling singkat selama satu tahun;

2. pemindahan dilakukan kepada anggota lain dari koperasi yang bersangkutan;

3. pemindahan dilaporkan kepada pengurus; dan/atau

4.    belum ada anggota lain atau anggota baru yang bersedia membeli SMK untuk sementara koperasi dapat membeli lebih dahulu dengan


 

menggunakan dana surplus hasil usaha tahun berjalan sebagai dana talangan paling banyak 20 % (duapuluh persen) dari surplus hasil usaha tahun buku tersebut.

Dalam hal keanggotaan diakhiri, anggota yang bersangkutan wajib menjual SMK yang dimilikinya kepada anggota lain dari koperasi yang bersangkutan berdasarkan harga SMK yang ditentukan rapat anggota. Perubahan nilai SMK menurut ketentuan Pasal 71 UU Perkoperasian mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku dan ditetapkan dalam rapat anggota.

Pasal 72 UU Perkoperasian mengatur pemindahan SMK kepada ahli waris. SMK dari seorang anggota yang meninggal dapat dipindahkan kepada ahli waris yang memenuhi syarat dan/atau bersedia menjadi anggota koperasi. Dalam hal ahli waris tidak memenuhi syarat dan/atau tidak bersedia menjadi anggota, SMK dapat dipindahkan kepada anggota lain oleh pengurus dan hasilnya diserahkan kepada ahli waris yang bersangkutan.

Modal koperasi yang lainnya adalah hibah. Hibah menurut Pasal 1 angka 10 UU Perkoperasian adalah pemberian uang dan/atau barang kepada koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha. Menurut Pasal 74 UU Perkoperasian, hibah yang diberikan pihak ketiga yang bersumber dari modal asing, baik langsung maupun tidak langsung, dapat diterima oleh koperasi dan dilaporkan kepada Menteri. UU Perkoperasian 2012 juga mengintroduksikan “modal penyertaan” sebagai modal koperasi. Menurut Pasal 1 angka 11 UU Perkoperasian, modal penyertaan adalah penyetoran modal berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/ atau badan hukum untuk menambah dan memperkuat permodalan

koperasi guna melanjutkan kegiatan usahanya.

Penjelasan Pasal 66 ayat (2) Huruf b menjelaskan bahwa modal penyertaan dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan usaha koperasi yang produktif dan prospektif, baik kegiatan usaha yang diselenggarakan sendiri oleh koperasi maupun dengan cara kerjasama usaha secara kemitraan dengan pihak lain.


 

Kemudian Pasal 75 UU Perkoperasian menentukan bahwa koperasi dapat menerima modal penyertaan dari:

1. pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan atau

2.    masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan modal penyertaan.

Makna modal penyertaan di atas memiliki pengertian yang berbeda dengan modal penyertaan pada umumnya. Penyertaan adalah modal yang berasal dari sekutu dalam persekutuan atau pemegang saham dalam perseroan terbatas. Modal penyertaan yang dimaksud oleh UU perkoperasian bukan berasal dari anggota, tetapi dari pihak bukan anggota. Penyertaan di sini lebih mengarah kepada investasi. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 75 ayat (2) UU Perkoperasian yang menentukan bahwa pemerintah dan/atau masyarakat tersebut wajib menanggung risiko dan bertanggungjawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan sebatas nilai yang ditanamkan dalam

koperasi.

Terhadap modal penyertaan tersebut, pemegang modal penyertaan berdasar Pasal 75 ayat (3) UU Perkoperasian berhak mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.

Menurut Pasal 76 UU Perkoperasian, perjanjian penempatan modal penyertaan sekurang-kurangnya memuat:

1.    besarnya modal penyertaan;

2. risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha;

3. pengelolaan usaha; dan

4. hasil usaha.

 

H. Selisih Hasil Usaha

Pasal 78 ayat (1) UU Perkoperasian menentukan bahwa mengacu kepada anggaran dasar dan keputusan rapat anggota, surplus hasil usaha disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagaian untuk:


 

1.    anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh masing- masing anggota dengan koperasi;362

2. anggota sebanding dengan sertifikat modal koperasi yang dimiliki;363

3.    pembayaran bonus kepada pengawas, pengurus, dan karyawan koperasi;364

4.    pembayaran kewajiban kepada dana pembangunan koperasi dan kewajiban lainnya; dan/atau365

5.    penggunaan lain yang ditetapkan dalam anggaran dasar.

Koperasi menurut Pasal 78 ayat (2) UU Perkoperasian dilarang membagikan kepada anggota surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan non-anggota. Surplus hasil usaha yang berasal dari non-anggota menurut Pasal 78 ayat (3) UU Perkoperasian dapat digunakan untuk mengembangkan usaha koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada anggota.

Pasal 79 UU Perkoperasian mengatur masalah defisit hasil usaha koperasi. Dalam hal terdapat defisit hasil usaha, koperasi dapat mempergunakan dana cadangan. Dalam hal dana cadangan tidak cukup untuk menutup defisit hasil usaha, defisit tersebut diakumulasikan pada anggaran pendapatan dan belanja koperasi pada tahun berikutnya. Dalam hal terdapat defisit hasil usaha berdasar ketentuan Pasal 80 UU Koperasi Simpan Pinjam, anggota wajib menyetor tambahan SMK.

 







362 Menurut Penjelasan Pasal 78 ayat (1) Huruf a, yang dimaksud dengan “sebanding dengan transaksi usaha” adalah surplus hasil usaha bagian anggota besar kecilnya ditentukan berdasarkan transaksi tiap-tiap anggota kepada koperasi.

363 Menurut Penjelasan Pasal 78 ayat (1) huruf b, yang dimaksud dengan “sebanding dengan SMK yang dimiliki” adalah surplus hasil usaha bagian anggota didasarkan kepada jumlah keseluruhan SMK yang dimiliki oleh anggota. Jumlah keseluruhan SMK anggota , dapat berupa SMK awal yang wajib dimiliki secara minimum, SMK tambahan, SMK warisan dan/atau SMK yang berasal dari pembelian SMK milik anggota lain.

364 Bonus menurut Penjelasan Pasal 78 ayat (1) Huruf d adalah tambahan imbalan atau gaji yang diberikan sebagai bagian dari surplus hasil usaha untuk meningkatkan gairah kerja pengawas, pengurus, dan karyawan koperasi. Besarnya bonus ditetapkan berdasarkan keputusan rapat anggota.

365 Penjelasan Pasal 78 ayat (1) Huruf d menyebutkan bahwa yag dimaksud dengan “dana pembangunan koperasi” adalah dana yang dihimpun untuk memajukan koperasi.


 

Pasal 80 UU Perkoperasian mengatur masalah dana cadangan. Dana cadangan dikumpulkan dari penyisihan dari sebagian selisih hasil usaha. Koperasi harus menyisihkan surplus hasil usaha untuk dana cadangan sehingga menjadi paling sedikit 20% (duapuluh persen) dari nilai SMK. Dana cadangan yang belum mencapai 20% tersebut hanya dapat untuk menutup kerugian koperasi.

 

I.        Penggabungan dan Peleburan Koperasi

Pasal 101 UU Perkoperasian menentukan bahwa untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi:

1.    satu koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan koperasi lain; atau

2.    beberapa koperasi meleburkan diri untuk membentuk suatu koperasi baru.

Penggabungan dan peleburan tersebut dilakukan dengan persetujuan rapat anggota masing-masing koperasi.366

Sebelum dilakukannya penggabungan atau peleburan, pengawas dan pengurus masing-masing koperasi wajib memperhatikan:

1. kepentingan anggota;

2. kepentingan karyawan;

3. kepentingan kreditor; dan

4. pihak ketiga lainnya.

Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan dan peleburan koperasi tersebut meliputi:

1.    hak dan kewajiban koperasi yang digabungkan atau dilebur beralih kepada koperasi hasil penggabungan atau peleburan; dan

2.    anggota koperasi yang digabung atau dilebur menjadi anggota koperasi hasil penggabungan atau peleburan.

Koperasi yang menggabungkan diri pada koperasi atau yang melebur, secara hukum bubar.







366 Makna penggabungan dan peleburan koperasi sebangun makna penggabungan

dan peleburan dalam peleburan dalam perseroan terbatas.


 

J.         Pembubaran, Penyelesaian, dan Hapusnya Status Badan Hukum

Pembubaran koperasi diatur dalam ketentuan Pasal 102 sampai 105 UU Perkoperasian. Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan:

1. keputusan rapat anggota;

2. jangka waktu berdirinya telah berakhir; dan/atau

3. keputusan Menteri.

Rapat anggota dapat membubarkan koperasi berdasarkan usulan yang diajukan ke rapat anggota oleh pengawas atau anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) jumlah anggota.

Apabila koperasi diputuskan bubar oleh rapat anggota, maka pengurus bertindak sebagai kuasa rapat anggota apabila rapat anggota tidak menunjuk pihak yang lain. Koperasi tersebut dinyatakan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan rapat anggota. Keputusan pembubaran koperasi oleh rapat anggota tersebut diberitahukan secara tertulis oleh kuasa rapat anggota kepada Menteri dan semua kreditor.

Koperasi dapat juga bubar karena berakhirnya jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar telah berakhir. Sehubungan dengan pembubaran karena berakhirnya jangka waktu tersebut, Menteri dapat memperpanjang jangka waktunya tersebut atas dasar permohonan pengurus,

Permohonan perpanjangan tersebut diajukan dalam jangka waktu paling lambat sembilanpuluh hari sebelum berakhirnya koperasi berakhir. Keputusan Menteri berkaitan permohonan perpanjangan di atas diberikan dalam jangka paling tigapuluh hari setelah permohonan diterima. Apabila jangka waktu tersebut tidak terpenuhi, keputusan rapat anggota dianggap sah.

Menteri juga dapat membubarkan koperasi apabila: (1) koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan/atau (2) koperasi tidak menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama dua tahun berturut- turut.


 

Tahap berikutnya setelah pembubaran koperasi adalah tahap penyelesaian (di dalam perseroan terbatas dikenal dengan istilah likuidasi atau pemberesan). Pengaturan penyelesaian dalam koperasi ada di Pasal 106 sampai dengan Pasal 109 UU Koperasi. Untuk penyelesaian terhadap pembubaran koperasi harus dibentuk tim penyelesai. Tim penyelesai Pembentukan tim penyelesaian dan berdasarkan keputusan rapat anggota dan berakhirnya jangka waktu berdirinya ditunjuk oleh kuasa rapat anggota. Kemudian tim penyelesai untuk penyelesaian terhadap pembubaran koperasi berdasarkan keputusan pemerintah ditunjuk oleh Menteri.

Selama dalam proses penyelesaian terhadap pembubaran koperasi tersebut, tetap ada dengan status “koperasi dalam penyelesaian”. Selama proses penyelesai pembubaran tersebut, koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk memperlancar proses penyelesaian.

Dalam hal terjadi pembubaran koperasi tetapi koperasi tidak mampu melaksanakan kewajibannya yang harus dibayar, anggota hanya menanggung sebatas setoran pokok SMK, dan/atau modal penyertaan yang dimiliki.

Tim penyelesai berdasar ketentuan Pasal 108 UU Perkoperasian mempunyai tugas dan fungsi. Tugas dan fungsi tersebut adalah:

1.    melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban koperasi;

2.    memanggil pengawas, pengurus, karyawan, anggota, dan pihak-pihak yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;

3.    menyelesaikan hak dan kewajiban keuangan terhadap pihak ketiga;

4. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;

5.    melaksanakan tindakan lain yang perlu untuk dilakukan dalam penyelesaian kekayaan;

6. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri; dan/ atau

7.    mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.


 

Apabila tim penyelesai tidak melaksanakan dan tugas di atas, maka tim penyelesai dapat diganti.

Pasal 110 UU Perkoperasian menentukan bahwa koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.

C

C

C

C

C