Perjanjian Pranikah




Semua Tentang Perjanjian Pra Nikah Dan Perjanjian Pisah Harta

Dalam istilah hukum perkawinan terdapat istilah Perjanjian Pra Nikah, Perjanjian Pisah Harta dan Perjanjian Perkawinan atau dalam bahasa Inggris disebut prenuptial agreement. Apakah perbedaan di antara ketiganya?

Ketiganya memiliki pengertian yang sama, yaitu perjanjian yang dibuat dalam suatu ikatan perkawinan (bisa sebelum dan bisa juga selama masa perkawinan). Untuk mempermudah redaksi, kami akan menggunakan Perjanjian Pra Nikah, sebab ini yang familiar digunakan di masyarakat.

Sebelum dibahasa mengenai Perjanjian Pra Nikah kami akan membahasa dulu apa itu perjanjian perkawinan secara umum.


A. Pengertian Perjanjian Pra Nikah

Perjanjian Perkawinan adalah salah satu bentuk dari perjanjian yang dibuat antara satu pihak dengan pihak lainnya sebelum mengadakan upacara pernikahan untuk mengesahkan keduanya sebagai pasangan suami dan istri. Membuat perjanjian kawin hukumnya mubah atau boleh, selama tidak melanggar asas-asas perjanjian dalam hukum Islam.


B. Manfaat Dibuatnya Perjanjian Perkawinan

Berikut ini adalah manfaat dengan dibuatnya suatu Perjanjian Perkawinan :

Poin 1 diatas menjadi penting dalam masalah keperdataan di Indonesia, terutama aspek hukum akibat perceraian. Banyak sekali sengketa perkawinan karena masalah percampuran harta. Oleh karena itu isu mengenai perjanjian pemisahan harta atau perjanjian pra nikah adalah menjadi sangat penting.


C. Hal Yang Diatur Dalam Perjanjian Pra Nikah

Berikut ini adalah hal-hal yang dapat diatur dalam Perjanjian Perkawinan


D. Dasar Hukum Perjanjian Pra Nikah

Perjanjian Pra Nikah diatur dalamn ketentuan Pasal 29 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan

"Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai Pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Dengan ketentuan ini, maka perjanjian pra nikah itu dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. 

Pertanyaan berikutnya apakah misal saya sudah menikah, dan saya ingin mendaftarkan perjanjian perkawinan? Jawaban tersebut akan dijelaskan dalam bagian dibawah ini.


E. Bolehkah Pendaftaran Perjanjian Pra Nikah Setelah Pernikahan

Saat ini hal tersebut boleh dilakukan. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (Putusan MK 69/2015) bahwa:

“Pada waktu, sebelum perkawinan dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.

Dan juga melalui putusan itu, pendaftaran/pengesahan/pencatatan prenuptial agreement tidak lagi dilakukan di Pengadilan Negeri tetapi dilakukan di Dukcapil setempat

Perjanjian pra nikah harus didaftarkan, supaya unsur publisitas dari perjanjian yang telah dibuat terpenuhi. Pendaftaran atau pencatatan prenuptial agreement dilakukan agar pihak ketiga (diluar pasangan suami istri tersebut) mengetahui dan tunduk pada aturan yang dibuat didalam perjanjian pisah harta yang dituangkan dalam akta pisah harta. Apabila tidak didaftarkan, maka perjanjian pisah harta hanya berlaku/mengikat bagi para pihak yang ada didalam akta, atau pembuat akta perjanjian pisah harta, atau suami istri yang bersangkutan.


F. Cara Pendaftaran Perjanjian Pra Nikah Bagi Agama Islam

Pendaftaran atau pencatatan perjanjian kawin bagi pasangan beragama Islam, dilakukan sesuai dengan ketentuan dari Kementrian Agama, adalah sebagai berikut:

Untuk syarat dan ketentuan khusus tersebut dapat di download disini


G. Syarat Pembuatan Perjanjian Pra Nikah

Perjanjian Pra Nikah harus dibuat dalam Akta Notaris yang kemudian di daftarkan dalam Dukcapil.

Berikut ini adalah syarat Perjanjian Pra Nikah :

Dokumen tersebut diperlukan dalam proses pembuatan Akta di Notaris dan proses pendaftaran di Dukcapil dengen proses sebagai berikut:


H. Akibat Hukum Perjanjian Pra Nikah

Menurut kami ada hal penting yang perlu dipahami sebelum kamu membuat Perjanjian Pisah Harta, yaitu:

 

Sumber: Semua Tentang Perjanjian Pra Nikah Dan Perjanjian Pisah Harta, https://legalitas.org/tulisan/semua-tentang-perjanjian-pra-nikah-dan-perjanjian-pisah-harta

Perjanjian Pranikah, Syarat dan Cara Membuatnya

Apa Itu Perjanjian Pranikah?

Perjanjian pranikah atau yang biasa disebut dengan prenuptial agreement adalah sebuah kontrak atau perjanjian yang sama sama disepakati oleh pasangan suami istri, baik sebelum pernikahan berlangsung, atau selama dalam ikatan perkawinan. Perjanjian ini berguna untuk melindungi segala hak dan kewajiban antara pihak suami maupun istri setelah menikah kelak.

Prenuptial agreement atau perjanjian pranikah sendiri telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 jo. Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang menyatakan:

Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

Perjanjian pranikah umumnya mengatur pencampuran/pemisahan harta sebelum perkawinan atau selama perkawinan berlangsung. Tapi, perjanjian pranikah juga bisa berisi semacam ta’lik talak yang diucapkan sesudah ijab kabul atau dibuat secara tertulis.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu bunyi tujuan perkawinan dalam Pasal 1 UU 1/1974.

Biasanya ada banyak hal yang harus dipertimbangkan matang sebelum menikah. Salah satunya, perjanjian pranikah (prenuptial agreement) yang umumnya menyangkut pemisahan harta.


Cara Membuat Perjanjian Pranikah Atau Prenuptial Agreement

Berikut ini kami rangkum cara membuat perjanjian pranikah di Indonesia:

Dalam perjanjian pranikah yang dibuat, Anda dapat menuliskan segala hal yang ingin diatur dalam kehidupan setelah pernikahan nantinya. Anda dapat mengatur mulai dari aset, hutang, cicilan bahkan hal kecil lainnya dalam perjanjian pranikah tersebut. Pasalnya perjanjian pranikah merupakan perjanjian yang bersifat bebas namun sah secara hukum.

Jika Anda dan pasangan mengalami kebingungan saat membuat perjanjian pranikah tersebut, Anda dapat berkonsultasi lebih dalam mengenai hal ini bersama advokat ataupun konsultan hukum.

Untuk mendapatkan pengesahan dan memperkuat kedudukan hukum dari perjanjian tersebut, Anda dapat membawa perjanjian pranikah tersebut ke notaris guna disahkan secara hukum. Nantinya notaris akan menyusun perjanjian tersebut sesuai dengan apa yang telah dituliskan dan menjadi kesepakatan dua belah pihak. Sebelum disahkan menjadi akta, Anda bersama pasangan masih dapat merubah perjanjian pranikah tersebut.

Selain ke notaris, Anda juga dapat membawa perjanjian tersebut ke lembaga pencatatan sipil atau Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam, guna didaftarkan terlebih dahulu. Hal ini memakan waktu sekitar dua bulan lamanya. Untuk itu, Anda juga wajib memperkirakan waktu tersebut ke hari pernikahan yang telah Anda tentukan, apabila perjanjian pranikah dibuat sebelum pernikahan.


Dalam praktik, perjanjian pranikah belum cukup umum diterapkan di Indonesia. Masih banyak orang yang menganggap bahwa perjanjian ini merupakan hal tabu. Hanya sedikit masyarakat Indonesia yang menyadari pentingnya membuat perjanjian pranikah secara tertulis. Padahal, perjanjian pranikah sebenarnya memberikan perlindungan hukum dari tuntutan ataupun sengketa yang mungkin muncul ketika terjadi perceraian antara suami dan istri atau terjadi perpisahan akibat kematian. 


Harta Bersama dan Perjanjian Pranikah

Pada dasarnya, harta yang didapat selama perkawinan menjadi satu, yang dikenal dengan harta bersama. Pasal 119 KUH Perdata menyatakan:

Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh diadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri.

Setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama itu dibagi dua antara suami dan istri, atau para ahli waris mereka tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.[1]

Pasal 35 UU 1/1974 mengatur harta benda meliputi 2 hal. Pertama, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Kedua, harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, yang berada di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain, maksudnya dalam perjanjian pranikah.


Syarat Pembuatan Perjanjian Pranikah

Berikut ini adalah beberapa syarat perjanjian pranikah yang wajib dipenuhi:

Untuk pemohon yang merupakan warga negara asing (WNA), dapat melampirkan dokumen pelengkap lainnya berupa paspor maupun dokumen izin tinggal.


Bolehkah Perjanjian Pranikah Dibuat Setelah Menikah?

Tak hanya sebelum menikah, perjanjian pranikah pun boleh dibuat setelah pernikahan dilangsungkan. Hal ini diatur dalam putusan Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang mengubah Pasal 29 UU 1/1974 yang kami kutip di atas. Yaitu bahwa perjanjian pranikah dapat dibuat "pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan.”


Hal yang Diatur dalam Perjanjian Pranikah

Sebagaimana dikutip dari Permasalahan Perkawinan Campuran dan Harta Bersama, menurut advokat Anita D.A. Kolopaking, perjanjian perkawinan yang lazim disepakati antara lain berisi:

Dengan begitu, perjanjian pranikah tergolong penting, apalagi ketika terjadi perselisihan yang berujung gugatan perceraian atau cerai talak ke Pengadilan Agama. Perjanjian pranikah yang dibuat secara tertulis akan menjadi salah satu bukti yang dicermati majelis hakim. 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


Dasar Hukum:

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.

[1] Pasal 128 KUH Perdata


Sumber: Perjanjian Pranikah, Syarat dan Cara Membuatnya, Sovia Hasanah, S.H., https://www.hukumonline.com/klinik/a/perjanjian-pranikah--syarat-dan-cara-membuatnya-lt61fb916b86ddb

Bentuk-Bentuk Perjanjian Kawin

Di Indonesia, ketentuan mengenai perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).

 

Perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (“Putusan MK 69/2015”):

Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

 

Putusan MK 69/2015 tersebut telah memperluas makna perjanjian perkawinan sehingga perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement), tetapi juga bisa dibuat selama ikatan perkawinan (postnuptial agreement).


Materi yang Diatur Pada Perjanjian Kawin

Menurut Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) diatur sebagai berikut:

Para calon suami isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut.

 

Lebih lanjut mengenai hal yang diatur dalam perjanjian kawin ini, Praktisi Hukum, Irma Devita Purnamasari yang didapatkan dari acara Talkshow Kartini Day Kartini Zaman Now Paham Perjanjian Nikah (Pre & Post Marriage) dan Gono Gini, perjanjian kawin atau yang diatur di dalam Pasal 119-198 KUH Perdata pada dasarnya hanya mengatur tentang harta kekayaan yang diperoleh sebelum dan pada saat perkawinan berlangsung.

 

Lebih lanjut dijelaskan oleh Irma bahwa dalam undang-undang sebenarnya hanya diatur tiga jenis perjanjian perkawinan, yaitu:

Adanya pemisahaan terhadap harta bawaan dari masing-masing yang diperoleh sebelum perkawinan dilangsungkan, maka harta harta bawaan (seperti halnya hibah, warisan, pemberian orang tua, perolehan sendiri dan lain sebagainya) tetap dalam penguasaan masing-masing suami atau isteri tersebut. Harta yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung menjadi harta bersama; yaitu harta yang dimiliki secara bersama-sama oleh suami isteri tersebut. 

Artinya kalau ada keuntungan yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, maka keuntungan tersebut akan dibagi dua antara suami isteri. Namun sebaliknya, dalam hal terjadi kerugian ataupun tuntutan dari pihak ketiga (orang lain di luar suami isteri tersebut), maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing suami/isteri tersebut (pasal 144 KUHPerdata) 

Pemisahan harta secara bulat (Sepenuhnya). Jika dilakukan pemisahan harta secara bulat, artinya seluruh harta, baik harta sebelum dan sepanjang perkawinan berlangsung menjadi hak dari masing-masing suami isteri tersebut. Bentuk Perjanjian Kawin inilah yang paling sering dibuat dalam praktiknya. Karena dengan adanya pemisahan harta secara sepenuhnya inilah, maka antara suami dan isteri tersebut bisa melakukan perbuatan hukum sendiri atas hartanya tersebut. Misalnya, hendak dijual, ataupun dijaminkan. 


Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian kawin itu hanya mengatur mengenai harta kekayaan. Bagaimana jika dalam perjanjian kawin diatur hal lain?

 

Irma pernah membahas hal ini dalam tulisannya Tiga Bentuk Perjanjian Kawin dan Kaitannya Dengan KDRT yang kami akses melalui laman pribadinya, perjanjian kawin biasanya cuma mengatur tentang harta kekayaan dalam perkawinan. Namun, jika mengacu pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUH Perdata, bisa saja dibuatkan klausula-klausula tambahan misalnya tentang harta sebelum dan sesudah kawin atau setelah cerai, pemeliharaan dan pengasuhan anak, tanggung jawab melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, pemakaian nama, pembukaan rekening Bank, hubungan keluarga, warisan, larangan melakukan kekerasan, marginalisasi (hak untuk bekerja), subordinasi (pembakuan peran).

 

Pada dasarnya perjanjian kawin hanya mengatur mengenai harta kekayaan, tetapi para pihak dapat mengatur hal-hal lain pada klausula tambahan berdasarkan asas kebebasan berkontrak selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


Sumber: Bentuk-Bentuk Perjanjian Kawin, Sovia Hasanah, S.H., https://www.hukumonline.com/klinik/a/bentuk-bentuk-perjanjian-kawin-lt5d10395b1ff28

Contoh

PERJANJIAN PERKAWINAN

Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani pada hari … tanggal ……….., oleh dan antara:

Dalam hal disebut secara bersama-sama, SUAMI dan ISTRI tersebut disebut sebagai ……………“Para Pihak”.


Para Pihak terlebih dahulu menerangkan:

Bahwa Para Pihak, masing-masing pada saat ini berada dalam status tidak menikah dan   berencana untuk melangsungkan perkawinan pada tanggal …..;

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Para Pihak menyetujui dan menyepakati hal-hal sebagaimana dikemukakan dibawah ini:


Pasal 1

 Tanggal Efektif

Perjanjian ini akan efektif berlaku pada tanggal perkawinan yang diniatkan oleh Para Pihak dilangsungkan dan pemberlakuan Perjanjian ini dikondisikan secara jelas melalui/berdasarkan perkawinan tersebut. Apabila karena berbagai alasan dan kesalahan dari masing-masing pihak, perkawinan yang diniatkan tersebut tidak dapat berlangsung, maka Perjanjian ini tidak berlaku atau tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi Para Pihak;


Pasal 2

Para Pihak Menandatangani Perjanjian Ini Dengan Suka Rela Dan Tanpa Adanya Paksaan Dari Pihak Manapun Juga

Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa mereka sepenuhnya sadar dan mengerti tentang isi, pengaruh dan akibat atau konsekuensi hukum dari Perjanjian ini, dan Para Pihak menandatangani perjanjian ini dengan suka rela tanpa adanya paksaan, penipuan, pengaruh, kekerasan atau penyalahartian dari isi Perjanjian ini;


Pasal 3

Pengungkapan Harta Kekayaan Dan keadaan atau Kewajiban Keuangan


Pasal 4

Hak yang diperoleh Para Pihak melalui hubungan di luar hubungan perkawinan

Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa mereka sebelumnya tidak terikat dalam suatu kontrak atau perjanjian yang lain yang dapat menimbulkan akibat baik secara materil maupun formil terhadap harta kekayaan atau pendapatan masing-masing pihak yang diperoleh dengan cara apapun. Para Pihak menyatakan bahwa pada saat ini diantara mereka tidak ada tuntutan atau gugatan atas hak atau kepentingan dalam bentuk apapun atas kekayaan yang telah dan akan ada, pendapatan atau warisan para pihak, atau hak untuk mendukung, memelihara atau mendapatkan kembali pembayaran dalam bentuk apapun dari pihak lain dengan alasan hubungan di luar hubungan perkawinan antara Para Pihak. Para Pihak dalam hal ini menyatakan bahwa masing-masing pihak telah mendapat nasihat dari Penasihat Hukum masing-masing berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, mengenai hubungan di luar hubungan perkawinan dan menyepakati bahwa Para Pihak tidak memiliki hak dan/atau kewajiban satu sama lain dengan berdasar pada hubungan para pihak di luar hubungan perkawinan.

Pasal 5

Kepentingan-Kepentingan Harta Terpisah dalam Harta Pranikah dan Harta Setelah Perkawinan serta penghasilan-penghasilan


Pasal 6

Upaya Bersama dalam Mengelola Kepentingan Harta Benda Terpisah dari Masing-Masing Pihak:


Pasal 7

Upaya Bersama dalam Mengelola Kepentingan Harta Benda Terpisah Pihak Lainnya.

Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa selama perkawinan mereka, satu pihak dapat memilih untuk memberikan waktu, keterampilan, pelayanan, kegiatan dan upaya pribadi untuk investasi dan pengelolaan harta benda terpisah pihak lainnya dan penghasilan yang diperoleh dari hal-hal tersebut. Para pihak mengakui dan menyetujui bahwa sekalipun pemberian tersebut dapat merupakan atau menimbulkan kepentingan harta benda bersama, penghasilan yang diperoleh dari harta benda bersama tersebut atau kekayaan dan harta benda bersama tanpa adanya Perjanjian ini, tiada kepentingan, pendapatan atau kekayaan harta benda bersama yang timbul karenanya. Para Pihak selanjutnya menyetujui bahwa setiap pemberian tersebut tidak menimbulkan tagihan, hak atau kepentingan lain apapun juga, untuk keuntungan pihak yang memberikan waktu, keterampilan, layanan, kegiatan dan upaya pribadinya, dalam atau pada harta benda dan setiap penghasilan, laba, pertambahan, peningkatan atau kenaikan nilai dari harta benda terpisah milik pihak lainnya selama perkawinan para pihak


Pasal 8

Pendapatan Harta Benda Terpisah, Ganti Rugi yang Ditangguhkan dan Keuntungan Karyawan.

Para pihak sepakat bahwa setiap pendapatan, perolehan atau keuntungan, apapun sifat, bentuk atau sumbernya, dari dan setelah perkawinan tersebut, termasuk tapi tidak terbatas, pada gaji, bonus, opsi saham, ganti rugi yang ditangguhkan, dan manfaat pensiun, adalah harta terpisah dari pihak yang mendapat atau memperoleh pendapatan, perolehan atau manfaat seolah-olah perkawinan yang diniatkan tersebut tidak pernah terjadi. Tidak akan ada alokasi yang terjadi dari setiap pendapatan, perolehan atau manfaat tersebut antara harta benda bersama dan harta benda terpisah, dan pendapatan, perolehan atau manfaat tersebut adalah sepenuhnya merupakan harta benda terpisah dari pihak yang mendapat atau memperoleh pendapatan, perolehan atau manfaat tersebut. Para pihak mengakui pemahaman mereka bahwa dengan tidak adanya Perjanjian ini, maka setiap penghasilan, pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan dari pelayanan pribadi, ketrampilan pribadi dan usaha-usaha pribadi dari salah satu pihak selama perkawinan yang diniatkan tersebut akan menjadi harta bersama.


Pasal 9

Harta Benda Yang Dibeli Dengan Uang Pinjaman

Para Pihak mengakui bahwa sewaktu-waktu, masing-masing dari mereka dapat memperoleh pinjaman untuk membeli harta benda yang dijamin oleh harta benda milik peminjam. Keuntungan dari setiap pinjaman tersebut menjadi harta benda terpisah peminjam, sekalipun bahwa pemberi pinjaman mungkin bermaksud agar pembayaran kembali dilakukan dari pendapatan yang diperoleh selama perkawinan atau dari asset-asset yang diperoleh selama perkawinan. Setiap harta benda yang dibeli dengan uang pinjaman tersebut dan setiap harta benda yang dijamin suatu pinjaman akan tetap menjadi harta benda terpisah dari Peminjam;


Pasal 10

Pengesampingan Hak dalam Harta Masing-Masing

Para Pihak sepakat bahwa masing-masing pihak mengesampingkan dan melepaskan, sejauh yang dapat dibenarkan hukum, semua hak, hak milik, klaim, sitaan, atau kepentingan, baik yang telah ada atau yang akan ada, kepentingan terkait, menurut hukum atau kepantasan, dalam harta benda, pendapatan dan harta pihak lainnya dengan alasan perkawinan tersebut, termasuk tapi tidak terbatas, hal-hal sebagai berikut:

Pasal 11

Pengalihan Harta Benda Antara Para Pihak

Para pihak sepakat bahwa tidak ada yang ditetapkan dalam Perjanjian ini yang dapat diartikan sebagai larangan bagi salah satu pihak untuk mengalihkan, menyerahkan, mewasiatkan atau menghibahkan suatu harta benda dari masing-masing pihak kepada pihak lainnya. Tidak ada pihak yang bermaksud dengan Perjanjian ini untuk membatasi atau melarang dengan cara apapun hak untuk menerima pengalihan, pemberian, pewasiatan atau penghibahan tersebut dari pihak lainnya yang dilakukan setelah perkawinan para pihak. Namun, Para Pihak secara khusus menyetujui bahwa tiada perjanjian dalam bentuk apapun telah dibuat oleh masing-masing pihak dari mereka mengenai pemberian, hibah, wasiat, pemberian atau pegalihan dari satu pihak kepada pihak lainnya.

Pasal 12

Pengelolaan dan Pengendalian Kepentingan Harta Benda Terpisah; Pelaksanaan Perjanjian


Pasal 13

Kewajiban Hutang atas Kepentingan Harta Benda Terpisah

Semua kewajiban (termasuk pokok dan bunganya) yang dikenakan atas atau sebagai akibat dari pembelian, pembebanan atau penghipotikan dari harta benda terpisah dari masing-masing pihak, baiksecara nyata, pribadi atau campuran, dan semua pajak, premi asuransi, dan biaya pemeliharaan dari harta benda terpisah tersebut, atas pilihan pihak tersebut, tidak ada harta benda bersama melalui ketentuan-ketentuan Perjanjian ini. Dalam hal bahwa masing-masing pihak menggunakan harta benda terpisahnya untuk membayar kewajiban-kewajiban tersebut di atas dari pihak lainnya, tiada hak untuk pengembalian atas pengeluaran tersebut.


Pasal 14

Tanggung Jawab Hutang Tak Terjamin

Semua kewajiban setiap pihak yang tak terjamin, tidak peduli bilamana dihutangkan, tetap menjadi kewajiban tersendiri dan terpisah dari masing-masing pihak, dan masing-masing pihak menebus dan menjaga hal lain yang tak terkena kewajiban atasnya. Kewajiban-kewajiban setiap pihak dibayar dari pendapatan harta benda terpisah atau uang harta benda terpisah dari masing-masing pihak, atas pilihan pihak tersebut, tidak ada harta benda bersama dengan ketentuan Pejanjian ini. Sampai dimana masing-masing pihak menggunakan harta benda terpisah miliknya untuk membayar kewajiban tanpa jaminan dari pihak lainnya, tiada hak untuk menebus pengeluaran tersebut.


Pasal 15

Pembebasan dari Biaya Hidup

Biaya hidup bersama para pihak dibayar dari rekening bersama yang dibuat setelah perkawinan para pihak dan ke dalam mana salah satu pihak memberikan gaji mereka dari bekerja selama perkawinan. Istilah “biaya hidup bersama” sebagaimana digunakan dalam ayat ini termasuk, tapi tidak terbatas, pada: biaya makanan; perlengkapan rumah tangga, sarana telepon, laundry; kebersihan, pakaian; kesehatan dan gigi, asuransi kesehatan, jiwa, kecelakaan dan asuransi mobil, perbaikan gas, minyak dan mobil, pembelian mobil dan/atau pembayaran sewa, hiburan, tunjangan anak-anak di bawah umur hasil dari perkawinan yang diniatkan, dan hadiah bersama kepada pihak ketiga. Gabungan gaji harta terpisah masing-masing pihak dalam rekening bersama tersebut di atas tidak merubah sifat gaji terebut sebagai harta terpisah dari pihak yang menyumbangkan, dan tiada pihak yang memperoleh hak dalam gaji pihak lainnya atas dasar gabungan tersebut.


Pasal 16

Tanggung Jawab untuk Pajak Pendapatan; Akibat Pengembalian Bersama

ISTRI membayar pajak pendapatan negara atas pendapatannya, dan membebaskan SUAMI dari padanya. SUAMI membayar pajak-pajak negara dengan pendapatannya, dan membebaskan ISTRI dari padanya. Jika para pihak memilih untuk mengajukan pengembalian pajak pendapatan bersama, tiada satu pihak yang diharuskan untuk membayar pajak pendapatan lebih daripada yang telah dibayarnya jika ia telah mengajukan pengembalian terpisah. Pemilihan, jika ada, untuk mengajukan pengembalian pajak pendapatan negara, pengembalian pajak pemberian, atau pengembalian lainnya yang menggunakan status pengajuan bersama tidak merupakan bentuk perubahan, atau timbulnya harta bersama atau hak atau kepentingan lain yang bertentangan dengan Perjanjian ini.


Pasal 17

Kewajiban Tunjangan

Perjanjian ini tidak dapat ditafsirkan sebagai pembebasan baik kewajiban menurut hukum untuk memberikan tunjangan kepada pihak lainnya selama perkawinan atau untuk memberlakukan bagaimanapun kewajiban untuk memberikan tunjangan terhadap anak-anak hasil dari perkawinan yang diniatkan. Dalam hal peceraian atau berakhirnya perkawinan, kewajiban masing-masing pihak untuk memberikan tunjangan kepada pihak lainnya ditetapkan dan diatur menurut hukum dan peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia.


Pasal 18

Para Pihak dan Orang-Orang yang Terikat

Perjanjian ini mengikat Para Pihak dalam Perjanjian ini dan para ahli waris, para pelaksana wasiat, para wakil, para wali dan para pengganti hak lainnya yang berkepentingan


Pasal 19

Pelepasan Tanggung Jawab


Pasal 20

Musyawarah Sukarela

Para Pihak mengakui dan setuju bahwa Perjanjian ini dibuat secara sukarelah oleh dan diantara mereka, dan bahwa sebelum tanggal Perjanjian ini para pihak tidak saling terlibat dalam kegiatan usaha dari pihak lainnya, para pihak tidak pernah saling berkonsultasi dengan pihak lainnya untuk mendapatkan nasehat atau keterangan  mengenai urusan usaha  masing-masing atau harta kekayaan atau keputusan berinvestasi, dan para pihak tidak saling mengandalkan pihak lainnya sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas. Para Pihak secara khusus mengakui bahwa masing-masing pihak tidak pernah saling menawarkan nasehat bisnis atau salah satu pihak bergantung pada yang lainnya atau mengandalkan pihak lainya untuk mendapatkan nasehat, dan bahwa hubungan mereka terhitung sejak tanggal penandatanganan Perjanjian ini adalah semata-mata hubungan pribadi antara dua individu yang berkehendak untuk saling menikah pada suatu waktu dimasa yang akan datang.


Pasal 21

Penandatanganan Formal

Para pihak secara khusus menyetujui bahwa segera setelah penandatanganan Perjanjian ini, akan dilegalisir di hadapan Notaris. Para pihak lebih lanjut mengakui tanggal yang ditetapkan pada halaman pertama Perjanjian ini adalah merupakan tanggal mereka menandatangani Perjanjian ini. Perjanjian ini atau ringkasan dari Perjanjian ini dapat didaftarkan sewaktu-waktu oleh salah satu pihak di tempat atau kantor yang diberi wewenang oleh hukum yang berlaku untuk mencatatkan Perjanjian tersebut  yang dapat mempengaruhi hak atau status pemilikan atas harta benda, khususnya termasuk, tapi tidak terbatas, pada suatu daerah di mana salah satu pihak bertempat tinggal selama perkawinan berlangsung dan setiap daerah di mana salah satu pihak memiliki atau mungkin memiliki harta benda;  


Pasal 22

Hukum yang Berlaku.

Perjanjian ini ditandatangani di Jakarta dan tunduk pada dan ditafsirkan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia.

Pasal 23

Keabsahan dan Keterpisahan.

Perjanjian ini telah disiapkan secara bersama oleh Penasehat hukum dari Para Pihak dan tidak dapat ditafsirkan memihak salah satu pihak. Dalam hal ketentuan, syarat-syarat dalam Perjanjian ini dinyatakan oleh pengadilan sebagai tidak sah, batal demi hukum atau tidak dapat dilaksanakan, maka ketentuan-ketentuan lain dalam Perjanjian ini tetap sah dan berlaku dan dengan alasan apapun tidak dapat dipengaruhi, menjadi tidak berlaku atau menjadi tidak sah.


Demikianlah, SUAMI dan ISTRI selaku Para Pihak telah membuat dan menandatangani Perjanjian Perkawinan ini pada hari dan tanggal tersebut diatas.


___________________ SUAMI

______________________ ISTRI

Hubungi Kami

Kantor Advokat dan Konsultan Hukum

Himawan Dwiatmodjo & Rekan

Jl. Rawa Kuning, Pulogebang, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia


Email: lawyerhdp@gmail.com

Telepon/Pesan Teks: +62895-4032-43447