Perjanjian Pranikah
Semua Tentang Perjanjian Pra Nikah Dan Perjanjian Pisah Harta
Dalam istilah hukum perkawinan terdapat istilah Perjanjian Pra Nikah, Perjanjian Pisah Harta dan Perjanjian Perkawinan atau dalam bahasa Inggris disebut prenuptial agreement. Apakah perbedaan di antara ketiganya?
Ketiganya memiliki pengertian yang sama, yaitu perjanjian yang dibuat dalam suatu ikatan perkawinan (bisa sebelum dan bisa juga selama masa perkawinan). Untuk mempermudah redaksi, kami akan menggunakan Perjanjian Pra Nikah, sebab ini yang familiar digunakan di masyarakat.
Sebelum dibahasa mengenai Perjanjian Pra Nikah kami akan membahasa dulu apa itu perjanjian perkawinan secara umum.
A. Pengertian Perjanjian Pra Nikah
Perjanjian Perkawinan adalah salah satu bentuk dari perjanjian yang dibuat antara satu pihak dengan pihak lainnya sebelum mengadakan upacara pernikahan untuk mengesahkan keduanya sebagai pasangan suami dan istri. Membuat perjanjian kawin hukumnya mubah atau boleh, selama tidak melanggar asas-asas perjanjian dalam hukum Islam.
B. Manfaat Dibuatnya Perjanjian Perkawinan
Berikut ini adalah manfaat dengan dibuatnya suatu Perjanjian Perkawinan :
Memisahkan harta kekayaan antara pihak suami dengan istri sehingga harta mereka tidak bercampur;
Hutang yang dimiliki suami atau istri akan menjadi tanggung jawab masing-masing;
Apabila salah satu bermaksud menjual harta kekayaannya maka tidak perlu meminta persetujuan pasangannya;
Dalam hal suami atau istri akan mengajukan fasilitas kredit tidak perlu meminta persetujuan pasangannya untuk menjaminkan harga kekayaannya;
Menjamin berlangsungnya harta peninggalan keluarga;
Melindungi kepentingan pihak istri apabila pihak suami melakukan poligami;
Menghindari motivasi perkawinan yang tidak sehat;
Poin 1 diatas menjadi penting dalam masalah keperdataan di Indonesia, terutama aspek hukum akibat perceraian. Banyak sekali sengketa perkawinan karena masalah percampuran harta. Oleh karena itu isu mengenai perjanjian pemisahan harta atau perjanjian pra nikah adalah menjadi sangat penting.
C. Hal Yang Diatur Dalam Perjanjian Pra Nikah
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat diatur dalam Perjanjian Perkawinan
Harta bawaan dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah ataupun warisan;
Semua hutang dan piutang yang dibawa oleh suami atau istri dalam perkawinan mereka, sehingga akan tetap menjadi tanggung jawab masing-masing atau tanggung jawab keduanya dengan pembatasan tertentu;
Hak istri untuk mengurus harga pribadinya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dengan tugas menikmati hasil serta pendapatan dari pekerjaannya sendiri atau dari sumber lain;
Kewenangan istri dalam mengurus hartanya, agar tidak memerlukan bantuan atau pengalihan kuasa dari suami;
Pencabutan wasiat, serta ketentuan-ketentuan lain yang dapat melundungi kekayaan maupun kelanjutan bisnis masing-masing pihak (dalam hal salah satu atau keduanya merupakan pendiri usaha, pemimpin perusahaan atau pemilik bisnis).
D. Dasar Hukum Perjanjian Pra Nikah
Perjanjian Pra Nikah diatur dalamn ketentuan Pasal 29 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan
"Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai Pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”
Dengan ketentuan ini, maka perjanjian pra nikah itu dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.
Pertanyaan berikutnya apakah misal saya sudah menikah, dan saya ingin mendaftarkan perjanjian perkawinan? Jawaban tersebut akan dijelaskan dalam bagian dibawah ini.
E. Bolehkah Pendaftaran Perjanjian Pra Nikah Setelah Pernikahan
Saat ini hal tersebut boleh dilakukan. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (Putusan MK 69/2015) bahwa:
“Pada waktu, sebelum perkawinan dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.
Dan juga melalui putusan itu, pendaftaran/pengesahan/pencatatan prenuptial agreement tidak lagi dilakukan di Pengadilan Negeri tetapi dilakukan di Dukcapil setempat
Perjanjian pra nikah harus didaftarkan, supaya unsur publisitas dari perjanjian yang telah dibuat terpenuhi. Pendaftaran atau pencatatan prenuptial agreement dilakukan agar pihak ketiga (diluar pasangan suami istri tersebut) mengetahui dan tunduk pada aturan yang dibuat didalam perjanjian pisah harta yang dituangkan dalam akta pisah harta. Apabila tidak didaftarkan, maka perjanjian pisah harta hanya berlaku/mengikat bagi para pihak yang ada didalam akta, atau pembuat akta perjanjian pisah harta, atau suami istri yang bersangkutan.
F. Cara Pendaftaran Perjanjian Pra Nikah Bagi Agama Islam
Pendaftaran atau pencatatan perjanjian kawin bagi pasangan beragama Islam, dilakukan sesuai dengan ketentuan dari Kementrian Agama, adalah sebagai berikut:
Pencatatan perjanjian pranikah dilakukan sebelum, pada waktu perkawinan dan selama ikatan perkawinan disahkan oleh Notaris dan di catat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN);
PPN mencatat perjanjian pra nikah di dalam buku nikah;
Khusus perkawinan yang tercatat di negara lain, tetapi perjanjian pra nikah dibuat di Indonesia, maka berlaku ketentuan khusus
Untuk syarat dan ketentuan khusus tersebut dapat di download disini
G. Syarat Pembuatan Perjanjian Pra Nikah
Perjanjian Pra Nikah harus dibuat dalam Akta Notaris yang kemudian di daftarkan dalam Dukcapil.
Berikut ini adalah syarat Perjanjian Pra Nikah :
KTP calon suami istri, atau suami istri
KK calon suami istri, atau suami istri
Fotokopi akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh Notaris yang telah dilegalisir dan menunjukkan aslinya;
Kutipan Akta Perkawinan
Apabila pemohon adalah WNA maka lampirkan Paspor/kitas (untuk WNA)
Dokumen tersebut diperlukan dalam proses pembuatan Akta di Notaris dan proses pendaftaran di Dukcapil dengen proses sebagai berikut:
Tanda tangan Minuta Akta Perjanjian Pra Nikah di hadapan Notaris
Dibuatkan salinan akta oleh notaris
Akta didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat atau di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.
H. Akibat Hukum Perjanjian Pra Nikah
Menurut kami ada hal penting yang perlu dipahami sebelum kamu membuat Perjanjian Pisah Harta, yaitu:
Pemisahan baik harta bawaan & harta yang didapatkan setelah perkawinan menjadi harta masing masing
Perihal warisan, langsung ke anak (suami/istri) tidak dapat, jikapun iya harus ada surat notaris tertulis perihal harta
Untuk WNI bisa membeli property di Indonesia meskipun menikah dengan WNA
Sumber: Semua Tentang Perjanjian Pra Nikah Dan Perjanjian Pisah Harta, https://legalitas.org/tulisan/semua-tentang-perjanjian-pra-nikah-dan-perjanjian-pisah-harta
Perjanjian Pranikah, Syarat dan Cara Membuatnya
Apa Itu Perjanjian Pranikah?
Perjanjian pranikah atau yang biasa disebut dengan prenuptial agreement adalah sebuah kontrak atau perjanjian yang sama sama disepakati oleh pasangan suami istri, baik sebelum pernikahan berlangsung, atau selama dalam ikatan perkawinan. Perjanjian ini berguna untuk melindungi segala hak dan kewajiban antara pihak suami maupun istri setelah menikah kelak.
Prenuptial agreement atau perjanjian pranikah sendiri telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 jo. Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang menyatakan:
Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Perjanjian pranikah umumnya mengatur pencampuran/pemisahan harta sebelum perkawinan atau selama perkawinan berlangsung. Tapi, perjanjian pranikah juga bisa berisi semacam ta’lik talak yang diucapkan sesudah ijab kabul atau dibuat secara tertulis.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu bunyi tujuan perkawinan dalam Pasal 1 UU 1/1974.
Biasanya ada banyak hal yang harus dipertimbangkan matang sebelum menikah. Salah satunya, perjanjian pranikah (prenuptial agreement) yang umumnya menyangkut pemisahan harta.
Cara Membuat Perjanjian Pranikah Atau Prenuptial Agreement
Berikut ini kami rangkum cara membuat perjanjian pranikah di Indonesia:
Lengkapi Daftar Keinginan Bersama Pasangan
Dalam perjanjian pranikah yang dibuat, Anda dapat menuliskan segala hal yang ingin diatur dalam kehidupan setelah pernikahan nantinya. Anda dapat mengatur mulai dari aset, hutang, cicilan bahkan hal kecil lainnya dalam perjanjian pranikah tersebut. Pasalnya perjanjian pranikah merupakan perjanjian yang bersifat bebas namun sah secara hukum.
Konsultasikan dengan Advokat Terkait Perjanjian Tersebut
Jika Anda dan pasangan mengalami kebingungan saat membuat perjanjian pranikah tersebut, Anda dapat berkonsultasi lebih dalam mengenai hal ini bersama advokat ataupun konsultan hukum.
Libatkan Notaris dalam Hal Pengesahan
Untuk mendapatkan pengesahan dan memperkuat kedudukan hukum dari perjanjian tersebut, Anda dapat membawa perjanjian pranikah tersebut ke notaris guna disahkan secara hukum. Nantinya notaris akan menyusun perjanjian tersebut sesuai dengan apa yang telah dituliskan dan menjadi kesepakatan dua belah pihak. Sebelum disahkan menjadi akta, Anda bersama pasangan masih dapat merubah perjanjian pranikah tersebut.
Bawa Akta Perjanjian Pranikah ke KUA atau Kantor Pencatatan Sipil
Selain ke notaris, Anda juga dapat membawa perjanjian tersebut ke lembaga pencatatan sipil atau Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam, guna didaftarkan terlebih dahulu. Hal ini memakan waktu sekitar dua bulan lamanya. Untuk itu, Anda juga wajib memperkirakan waktu tersebut ke hari pernikahan yang telah Anda tentukan, apabila perjanjian pranikah dibuat sebelum pernikahan.
Dalam praktik, perjanjian pranikah belum cukup umum diterapkan di Indonesia. Masih banyak orang yang menganggap bahwa perjanjian ini merupakan hal tabu. Hanya sedikit masyarakat Indonesia yang menyadari pentingnya membuat perjanjian pranikah secara tertulis. Padahal, perjanjian pranikah sebenarnya memberikan perlindungan hukum dari tuntutan ataupun sengketa yang mungkin muncul ketika terjadi perceraian antara suami dan istri atau terjadi perpisahan akibat kematian.
Harta Bersama dan Perjanjian Pranikah
Pada dasarnya, harta yang didapat selama perkawinan menjadi satu, yang dikenal dengan harta bersama. Pasal 119 KUH Perdata menyatakan:
Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh diadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri.
Setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama itu dibagi dua antara suami dan istri, atau para ahli waris mereka tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.[1]
Pasal 35 UU 1/1974 mengatur harta benda meliputi 2 hal. Pertama, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Kedua, harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, yang berada di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain, maksudnya dalam perjanjian pranikah.
Syarat Pembuatan Perjanjian Pranikah
Berikut ini adalah beberapa syarat perjanjian pranikah yang wajib dipenuhi:
Kartu Tanda Penduduk (KTP) calon suami istri, atau suami istri;
Kartu Keluarga (KK) calon suami istri, atau suami istri;
Fotokopi akta perjanjian perkawinan yang dibuat oleh notaris yang telah dilegalisir dan menunjukkan aslinya;
Kutipan akta perkawinan.
Untuk pemohon yang merupakan warga negara asing (WNA), dapat melampirkan dokumen pelengkap lainnya berupa paspor maupun dokumen izin tinggal.
Bolehkah Perjanjian Pranikah Dibuat Setelah Menikah?
Tak hanya sebelum menikah, perjanjian pranikah pun boleh dibuat setelah pernikahan dilangsungkan. Hal ini diatur dalam putusan Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang mengubah Pasal 29 UU 1/1974 yang kami kutip di atas. Yaitu bahwa perjanjian pranikah dapat dibuat "pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan.”
Hal yang Diatur dalam Perjanjian Pranikah
Sebagaimana dikutip dari Permasalahan Perkawinan Campuran dan Harta Bersama, menurut advokat Anita D.A. Kolopaking, perjanjian perkawinan yang lazim disepakati antara lain berisi:
Harta bawaan dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.
Semua utang yang dibawa oleh suami atau istri dalam perkawinan mereka yang dibuat oleh mereka selama perkawinan tetap akan menjadi tanggungan suami atau istri.
Istri akan mengurus harta pribadinya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan dengan tugas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik hartanya itu maupun pekerjaannya atau sumber lain.
Untuk mengurus hartanya itu, istri tidak memerlukan bantuan atau kuasa dari suami.
Dan lain sebagainya.
Dengan begitu, perjanjian pranikah tergolong penting, apalagi ketika terjadi perselisihan yang berujung gugatan perceraian atau cerai talak ke Pengadilan Agama. Perjanjian pranikah yang dibuat secara tertulis akan menjadi salah satu bukti yang dicermati majelis hakim.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.
[1] Pasal 128 KUH Perdata
Sumber: Perjanjian Pranikah, Syarat dan Cara Membuatnya, Sovia Hasanah, S.H., https://www.hukumonline.com/klinik/a/perjanjian-pranikah--syarat-dan-cara-membuatnya-lt61fb916b86ddb
Bentuk-Bentuk Perjanjian Kawin
Di Indonesia, ketentuan mengenai perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).
Perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (“Putusan MK 69/2015”):
Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Putusan MK 69/2015 tersebut telah memperluas makna perjanjian perkawinan sehingga perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement), tetapi juga bisa dibuat selama ikatan perkawinan (postnuptial agreement).
Materi yang Diatur Pada Perjanjian Kawin
Menurut Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) diatur sebagai berikut:
Para calon suami isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut.
Lebih lanjut mengenai hal yang diatur dalam perjanjian kawin ini, Praktisi Hukum, Irma Devita Purnamasari yang didapatkan dari acara Talkshow Kartini Day Kartini Zaman Now Paham Perjanjian Nikah (Pre & Post Marriage) dan Gono Gini, perjanjian kawin atau yang diatur di dalam Pasal 119-198 KUH Perdata pada dasarnya hanya mengatur tentang harta kekayaan yang diperoleh sebelum dan pada saat perkawinan berlangsung.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Irma bahwa dalam undang-undang sebenarnya hanya diatur tiga jenis perjanjian perkawinan, yaitu:
Pemisahan harta sama sekali;
Adanya pemisahaan terhadap harta bawaan dari masing-masing yang diperoleh sebelum perkawinan dilangsungkan, maka harta harta bawaan (seperti halnya hibah, warisan, pemberian orang tua, perolehan sendiri dan lain sebagainya) tetap dalam penguasaan masing-masing suami atau isteri tersebut. Harta yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung menjadi harta bersama; yaitu harta yang dimiliki secara bersama-sama oleh suami isteri tersebut.
Pemisahan harta bawaan saja;
Artinya kalau ada keuntungan yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, maka keuntungan tersebut akan dibagi dua antara suami isteri. Namun sebaliknya, dalam hal terjadi kerugian ataupun tuntutan dari pihak ketiga (orang lain di luar suami isteri tersebut), maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing suami/isteri tersebut (pasal 144 KUHPerdata)
Pemisahan terhadap untung rugi.
Pemisahan harta secara bulat (Sepenuhnya). Jika dilakukan pemisahan harta secara bulat, artinya seluruh harta, baik harta sebelum dan sepanjang perkawinan berlangsung menjadi hak dari masing-masing suami isteri tersebut. Bentuk Perjanjian Kawin inilah yang paling sering dibuat dalam praktiknya. Karena dengan adanya pemisahan harta secara sepenuhnya inilah, maka antara suami dan isteri tersebut bisa melakukan perbuatan hukum sendiri atas hartanya tersebut. Misalnya, hendak dijual, ataupun dijaminkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian kawin itu hanya mengatur mengenai harta kekayaan. Bagaimana jika dalam perjanjian kawin diatur hal lain?
Irma pernah membahas hal ini dalam tulisannya Tiga Bentuk Perjanjian Kawin dan Kaitannya Dengan KDRT yang kami akses melalui laman pribadinya, perjanjian kawin biasanya cuma mengatur tentang harta kekayaan dalam perkawinan. Namun, jika mengacu pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUH Perdata, bisa saja dibuatkan klausula-klausula tambahan misalnya tentang harta sebelum dan sesudah kawin atau setelah cerai, pemeliharaan dan pengasuhan anak, tanggung jawab melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, pemakaian nama, pembukaan rekening Bank, hubungan keluarga, warisan, larangan melakukan kekerasan, marginalisasi (hak untuk bekerja), subordinasi (pembakuan peran).
Pada dasarnya perjanjian kawin hanya mengatur mengenai harta kekayaan, tetapi para pihak dapat mengatur hal-hal lain pada klausula tambahan berdasarkan asas kebebasan berkontrak selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sumber: Bentuk-Bentuk Perjanjian Kawin, Sovia Hasanah, S.H., https://www.hukumonline.com/klinik/a/bentuk-bentuk-perjanjian-kawin-lt5d10395b1ff28
Contoh
PERJANJIAN PERKAWINAN
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani pada hari … tanggal ……….., oleh dan antara:
XXX, warga negara Indonesia, pemegang KTP Nomor …………. Berdomisili di ……………. Selanjutnya disebut sebagai ………..…..“SUAMI”; Dan
XXX warga negara Indonesia, pemegang KTP Nomor …………. berdomisili di ………….. Selanjutnya disebut sebagai ………..…..“ISTRI”;
Dalam hal disebut secara bersama-sama, SUAMI dan ISTRI tersebut disebut sebagai ……………“Para Pihak”.
Para Pihak terlebih dahulu menerangkan:
Bahwa Para Pihak, masing-masing pada saat ini berada dalam status tidak menikah dan berencana untuk melangsungkan perkawinan pada tanggal …..;
Bahwa Para Pihak dalam kondisi kesehatan yang baik dan dari segi keuangan Para Pihak dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka masing-masing;
Bahwa Para Pihak belum pernah menikah sebelumnya dan Para Pihak sampai pada saat ini belum mempunyai anak;
Bahwa SUAMI pada saat ini tidak mempunyai suatu hak, tagihan atau kepentingan dalam atau terhadap hak milik, penghasilan atau harta benda milik ISTRI, demikian pula ISTRI pada saat ini tidak mempunyai suatu hak, tagihan atau kepentingan dalam atau terhadap hak milik, penghasilan atau harta benda milik SUAMI sehubungan dengan adanya hubungan di luar hubungan perkawinan yang terjadi diantara Para Pihak sebelum penadatanganan Perjanjian ini. Disamping itu Para Pihak tidak saling berhutang antara satu dengan yang lainnya;
Bahwa Para Pihak melalui Perjanjian ini bermaksud untuk saling mengungkapkan hak milik dan kewajiban keuangan atau hutang masing-masing dari kedua belah pihak secara jujur, adil dan sewajarnya;
Bahwa Para Pihak melalui perjanjian ini bermaksud untuk membatasi dan menegaskan hak mereka masing-masing terhadap hak milik, penghasilan atau harta benda yang dimiliki oleh masing-masing pihak pada saat ini, maupun terhadap hak milik, penghasilan atau harta benda yang dapat mereka peroleh dikemudian hari setelah perkawinan diantara Para Pihak dilangsungka
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Para Pihak menyetujui dan menyepakati hal-hal sebagaimana dikemukakan dibawah ini:
Pasal 1
Tanggal Efektif
Perjanjian ini akan efektif berlaku pada tanggal perkawinan yang diniatkan oleh Para Pihak dilangsungkan dan pemberlakuan Perjanjian ini dikondisikan secara jelas melalui/berdasarkan perkawinan tersebut. Apabila karena berbagai alasan dan kesalahan dari masing-masing pihak, perkawinan yang diniatkan tersebut tidak dapat berlangsung, maka Perjanjian ini tidak berlaku atau tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi Para Pihak;
Pasal 2
Para Pihak Menandatangani Perjanjian Ini Dengan Suka Rela Dan Tanpa Adanya Paksaan Dari Pihak Manapun Juga
Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa mereka sepenuhnya sadar dan mengerti tentang isi, pengaruh dan akibat atau konsekuensi hukum dari Perjanjian ini, dan Para Pihak menandatangani perjanjian ini dengan suka rela tanpa adanya paksaan, penipuan, pengaruh, kekerasan atau penyalahartian dari isi Perjanjian ini;
Pasal 3
Pengungkapan Harta Kekayaan Dan keadaan atau Kewajiban Keuangan
Para Pihak sepakat bahwa sebelum penandatanganan Perjanjian ini, SUAMI akan mengungkapkan atau memberitahukan harta kekayaan dan kewajiban keuangannya atau hutang-hutangnya kepada ISTRI, di mana daftar dari harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang tersebut akan dikemukakan dalam Lampiran “A” dari perjanjian ini. Perlu dipahami bahwa bentuk dan jumlah harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang tersebut dalam lampiran “A” tersebut bukan merupakan angka atau bentuk yang pasti, tetapi hal ini bermaksud untuk mengungkapkan hal-hal tersebut secara akurat dan dijamin merupakan suatu perkiraan yang terbaik dari bentuk dan jumlah harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang dari SUAMI tersebut. ISTRI dengan ini secara sengaja dan suka rela mengenyampingkan setiap haknya untuk mengungkapkan harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang dari SUAMI di luar pengungkapan/pemberitahuan yang telah disediakan oleh SUAMI;
Para Pihak sepakat bahwa sebelum penandatanganan Perjanjian ini, ISTRI akan mengungkapkan atau memberitahukan harta kekayaan dan kewajiban keuangannya atau hutang-hutangnya kepada SUAMI, di mana daftar dari harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang tersebut akan dikemukakan dalam Lampiran “B” dari perjanjian ini. Perlu dipahami bahwa bentuk dan jumlah harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang tersebut dalam lampiran “B” tersebut bukan merupakan angka atau bentuk yang pasti, tetapi hal ini bermaksud untuk mengungkapkan hal-hal tersebut secara akurat dan dijamin merupakan suatu perkiraan yang terbaik dari bentuk dan jumlah harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang dari ISTRI tersebut. SUAMI dengan ini secara sengaja dan suka rela mengenyampingkan setiap haknya untuk mengungkapkan harta kekayaan dan kewajiban keuangan atau hutang-hutang dari ISTRI di luar pengungkapan/pemberitahuan yang telah disediakan oleh ISTRI;
Para Pihak sepakat bahwa pengungkapan-pengungkapan sebagaimana diuraikan dalam Pasal 3 a dan b tersebut di atas adalah bukan suatu pancingan/bujukan/dorongan bagi Para Pihak untuk menandatangani perjanjian ini. Para Pihak sepakat bahwa masing-masing pihak bersedia untuk menandatangani perjanjian ini tanpa memandang keadaan dan sifat atau tingkat dari asset-asset, kewajiban-kewajiban, penghasilan atau biaya-biaya dari masing-masing pihak dan juga tanpa memandang perjanjian-perjanjian yang menyangkut keuangan yang dibuat oleh masing-masing pihak;
Pasal 4
Hak yang diperoleh Para Pihak melalui hubungan di luar hubungan perkawinan
Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa mereka sebelumnya tidak terikat dalam suatu kontrak atau perjanjian yang lain yang dapat menimbulkan akibat baik secara materil maupun formil terhadap harta kekayaan atau pendapatan masing-masing pihak yang diperoleh dengan cara apapun. Para Pihak menyatakan bahwa pada saat ini diantara mereka tidak ada tuntutan atau gugatan atas hak atau kepentingan dalam bentuk apapun atas kekayaan yang telah dan akan ada, pendapatan atau warisan para pihak, atau hak untuk mendukung, memelihara atau mendapatkan kembali pembayaran dalam bentuk apapun dari pihak lain dengan alasan hubungan di luar hubungan perkawinan antara Para Pihak. Para Pihak dalam hal ini menyatakan bahwa masing-masing pihak telah mendapat nasihat dari Penasihat Hukum masing-masing berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, mengenai hubungan di luar hubungan perkawinan dan menyepakati bahwa Para Pihak tidak memiliki hak dan/atau kewajiban satu sama lain dengan berdasar pada hubungan para pihak di luar hubungan perkawinan.
Pasal 5
Kepentingan-Kepentingan Harta Terpisah dalam Harta Pranikah dan Harta Setelah Perkawinan serta penghasilan-penghasilan
Para Pihak sepakat bahwa semua harta benda, termasuk harta benda yang disebutkan dalam Lampiran “A” yang dimiliki oleh SUAMI pada awal perkawinan sebagaimana mereka kehendaki, dan setiap harta benda yang didapatkan oleh SUAMI selama perkawinan tersebut dari pemberian, hibah, wasiat, atau warisan, adalah dan tetap merupakan harta benda terpisah miliknya. Para pihak selanjutnya mengakui dan setuju bahwa semua sewa, pengeluaran, keuntungan, peningkatan atau pertambahan dan penghasilan dari harta terpisah milik SUAMI, dan sebagian harta lain yang dibeli atau dimiliki dengan cara sebagaimana tersebut di atas, adalah dan tetap merupakan harta terpisah milik SUAMI. Para pihak setuju bahwa perubahan dalam bentuk harta milik SUAMI sebagai akibat dari penjualan, pertukaran, penjaminan atau pengalihan lain dari harta tersebut, atau perubahan dalam bentuk pelaksanaan usaha, tidak merupakan perubahan dari karakteristik harta benda, dan harta tersebut tetap merupakan harta benda milik SUAMI terlepas atau terpisah dari perubahan bentuknya. ISTRI tidak akan memiliki hak, hak milik, kepentingan, atau tagihan berdasarkan peraturan hukum apapun dalam atau atas setiap harta benda terpisah milik SUAMI;
Para Pihak sepakat bahwa semua harta benda, termasuk harta benda yang disebutkan dalam Lampiran “B” yang dimiliki oleh ISTRI pada awal perkawinan yang mereka kehendaki, dan setiap harta benda yang didapatkan oleh ISTRI selama perkawinan tersebut dari pemberian, hibah, wasiat, atau warisan, adalah dan tetap merupakan harta benda terpisah miliknya. Para pihak selanjutnya mengakui dan setuju bahwa semua sewa, pengeluaran, keuntungan, peningkatan atau pertambahan dan penghasilan dari harta terpisah milik ISTRI, dan sebagian harta lain yang dibeli atau dimiliki dengan cara sebagaimana tersebut di atas, adalah dan tetap merupakan harta terpisah milik ISTRI. Para pihak setuju bahwa perubahan dalam bentuk harta milik ISTRI sebagai akibat dari penjualan, pertukaran, penjaminan, atau pengalihan lain dari harta tersebut, atau perubahan dalam bentuk pelaksanaan usaha, tidak merupakan perubahan dari karakteristik harta benda, dan harta tersebut tetap merupakan harta benda milik ISTRI terlepas atau terpisah dari perubahan bentuknya. SUAMI tidak akan memiliki hak, hak milik, kepentingan, atau tagihan berdasarkan peraturan hukum apapun dalam atau atas setiap harta benda terpisah milik ISTRI;
Pasal 6
Upaya Bersama dalam Mengelola Kepentingan Harta Benda Terpisah dari Masing-Masing Pihak:
Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa SUAMI dapat memberikan waktu pribadinya, keterampilan, pelayanan, kegiatan dan upaya yang wajar selama perkawinan mereka untuk investasi dan pengelolaan harta benda terpisah milik SUAMI dan pendapatan yang diperoleh dari hal-hal tersebut. Para Pihak mengakui dan menyetujui bahwa sekalipun pengeluaran dari waktu pribadi, keterampilan, pelayanan, kegiatan dan upaya SUAMI dapat merupakan atau menimbulkan kepentingan harta benda bersama, pendapatan harta benda bersama, atau harta kekayaan bersama tanpa adanya Perjanjian ini, kepentingan harta benda, pendapatan, atau kekayaan bersama yang dihasilkan tersebut tidak dapat timbul karenanya, dan setiap pendapatan, laba, pertambahan, peningkatan dan kenaikan nilai dari harta terpisah milik SUAMI selama perkawinan adalah dan tetap merupakan harta benda terpisah milik SUAMI sepenuhnya;
Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa ISTRI dapat memberikan waktu pribadinya, keterampilan, pelayanan, kegiatan dan upaya yang wajar selama perkawinan mereka untuk investasi dan pengelolaan harta benda terpisah milik ISTRI dan pendapatan yang diperoleh dari hal-hal tersebut. Para Pihak mengakui dan menyetujui bahwa sekalipun pengeluaran dari waktu pribadi, keterampilan, pelayanan, kegiatan dan upaya ISTRI dapat merupakan atau menimbulkan kepentingan harta benda bersama, pendapatan harta benda bersama, atau harta kekayaan bersama tanpa adanya Perjanjian ini, kepentingan harta benda, pendapatan, atau kekayaan bersama yang dihasilkan tersebut tidak dapat timbul karenanya, dan setiap pendapatan, laba, pertambahan, peningkatan dan kenaikan nilai dari harta terpisah milik ISTRI selama perkawinan adalah dan tetap merupakan harta benda terpisah milik ISTRI sepenuhnya;
Pasal 7
Upaya Bersama dalam Mengelola Kepentingan Harta Benda Terpisah Pihak Lainnya.
Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa selama perkawinan mereka, satu pihak dapat memilih untuk memberikan waktu, keterampilan, pelayanan, kegiatan dan upaya pribadi untuk investasi dan pengelolaan harta benda terpisah pihak lainnya dan penghasilan yang diperoleh dari hal-hal tersebut. Para pihak mengakui dan menyetujui bahwa sekalipun pemberian tersebut dapat merupakan atau menimbulkan kepentingan harta benda bersama, penghasilan yang diperoleh dari harta benda bersama tersebut atau kekayaan dan harta benda bersama tanpa adanya Perjanjian ini, tiada kepentingan, pendapatan atau kekayaan harta benda bersama yang timbul karenanya. Para Pihak selanjutnya menyetujui bahwa setiap pemberian tersebut tidak menimbulkan tagihan, hak atau kepentingan lain apapun juga, untuk keuntungan pihak yang memberikan waktu, keterampilan, layanan, kegiatan dan upaya pribadinya, dalam atau pada harta benda dan setiap penghasilan, laba, pertambahan, peningkatan atau kenaikan nilai dari harta benda terpisah milik pihak lainnya selama perkawinan para pihak
Pasal 8
Pendapatan Harta Benda Terpisah, Ganti Rugi yang Ditangguhkan dan Keuntungan Karyawan.
Para pihak sepakat bahwa setiap pendapatan, perolehan atau keuntungan, apapun sifat, bentuk atau sumbernya, dari dan setelah perkawinan tersebut, termasuk tapi tidak terbatas, pada gaji, bonus, opsi saham, ganti rugi yang ditangguhkan, dan manfaat pensiun, adalah harta terpisah dari pihak yang mendapat atau memperoleh pendapatan, perolehan atau manfaat seolah-olah perkawinan yang diniatkan tersebut tidak pernah terjadi. Tidak akan ada alokasi yang terjadi dari setiap pendapatan, perolehan atau manfaat tersebut antara harta benda bersama dan harta benda terpisah, dan pendapatan, perolehan atau manfaat tersebut adalah sepenuhnya merupakan harta benda terpisah dari pihak yang mendapat atau memperoleh pendapatan, perolehan atau manfaat tersebut. Para pihak mengakui pemahaman mereka bahwa dengan tidak adanya Perjanjian ini, maka setiap penghasilan, pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan dari pelayanan pribadi, ketrampilan pribadi dan usaha-usaha pribadi dari salah satu pihak selama perkawinan yang diniatkan tersebut akan menjadi harta bersama.
Pasal 9
Harta Benda Yang Dibeli Dengan Uang Pinjaman
Para Pihak mengakui bahwa sewaktu-waktu, masing-masing dari mereka dapat memperoleh pinjaman untuk membeli harta benda yang dijamin oleh harta benda milik peminjam. Keuntungan dari setiap pinjaman tersebut menjadi harta benda terpisah peminjam, sekalipun bahwa pemberi pinjaman mungkin bermaksud agar pembayaran kembali dilakukan dari pendapatan yang diperoleh selama perkawinan atau dari asset-asset yang diperoleh selama perkawinan. Setiap harta benda yang dibeli dengan uang pinjaman tersebut dan setiap harta benda yang dijamin suatu pinjaman akan tetap menjadi harta benda terpisah dari Peminjam;
Pasal 10
Pengesampingan Hak dalam Harta Masing-Masing
Para Pihak sepakat bahwa masing-masing pihak mengesampingkan dan melepaskan, sejauh yang dapat dibenarkan hukum, semua hak, hak milik, klaim, sitaan, atau kepentingan, baik yang telah ada atau yang akan ada, kepentingan terkait, menurut hukum atau kepantasan, dalam harta benda, pendapatan dan harta pihak lainnya dengan alasan perkawinan tersebut, termasuk tapi tidak terbatas, hal-hal sebagai berikut:
Semua harta bersama, harta semi bersama, dan hak atas harta benda semi perkawinan; Hak untuk mengesahkan tunjangan keluarga; Hak untuk mengesahkan rumah beserta pekarangannya;Hak atau klaim harta warisan, tanda kasih sayang, atau pengganti undang-undang yang sekarang atau selanjutnya diatur menurut hukum suatu negara di mana para pihak mungkin meninggal dunia, bertempat tinggal atau di mana mereka mungkin memiliki harta benda;
Hak untuk mewarisi harta benda dari pihak lain tanpa surat wasiat;
Hak untuk menerima harta benda yang akan beralih dari pihak yang sudah meninggal dengan penempatan wasiat dalam suatu surat wasiat yang ditandatangani sebelum Perjanjian ini;
Hak memilih untuk menerima wasiat dari pihak lainnya;
Hak untuk mengambil bagian yang dibenarkan undang-undang dari pasangan yang meninggal dunia lebih dahulu;
Hak untuk dipilih sebagai pengurus dari harta pihak yang meninggal dunia, atau sebagai pelaksana surat wasiat pihak yang meninggal dunia, kecuali jika dipilih menurut surat wasiat yang ditanda tangani setelah tanggal perjanjian ini;
Hak untuk memiliki harta benda bebas;
Setiap hak, hak milik, klaim atau kepentingan atas harta benda, pendapatan, atau kekayaan dari pihak lain dengan alasan hubungan di luar hubungan perkawinan diantara para pihak.
Pasal 11
Pengalihan Harta Benda Antara Para Pihak
Para pihak sepakat bahwa tidak ada yang ditetapkan dalam Perjanjian ini yang dapat diartikan sebagai larangan bagi salah satu pihak untuk mengalihkan, menyerahkan, mewasiatkan atau menghibahkan suatu harta benda dari masing-masing pihak kepada pihak lainnya. Tidak ada pihak yang bermaksud dengan Perjanjian ini untuk membatasi atau melarang dengan cara apapun hak untuk menerima pengalihan, pemberian, pewasiatan atau penghibahan tersebut dari pihak lainnya yang dilakukan setelah perkawinan para pihak. Namun, Para Pihak secara khusus menyetujui bahwa tiada perjanjian dalam bentuk apapun telah dibuat oleh masing-masing pihak dari mereka mengenai pemberian, hibah, wasiat, pemberian atau pegalihan dari satu pihak kepada pihak lainnya.
Pasal 12
Pengelolaan dan Pengendalian Kepentingan Harta Benda Terpisah; Pelaksanaan Perjanjian
Para Pihak sepakat bahwa masing-masing pihak mendapat dan menikmati pengelolaan dan penguasaan sendiri dan eksklusif mengenai harta benda terpisah miliknya, baik selama hidup dan setelah kematian, seperti belum terjadi perkawinan. Untuk menyelesaikan maksud Perjanjian ini, masing-masing pihak setuju untuk melaksanakan, mengakui dan menyerahkan, atas permintaan pihak lainnya, ahli warisnya, pelaksana, pengurus, pihak yang diberi, penerima wasiat atau penggantinya, suatu dan semua akta, pelepasan, pengalihan tersebut atau instrumen lainnya, dan jaminan lain sebagaimana yang dibutuhkan sewajarnya atau diminta untuk memberlakukan atau membuktikan pelepasan, pengesampingan, atau berakhirnya hak dari pihak tersebut dalam harta benda, pendapatan atau kekayaan pihak lainnya menurut ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini, dan untuk menjamin bahwa setiap pihak mempunyai pengelolaan dan penguasaan sendiri dan eksklusif mengenai harta benda terpisahnya.
Bahwa untuk menguraikan uraian pada pasal 12 tersebut, berikut akan dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
12.a.Para Pihak dengan ini mengakui bahwa SUAMI akan mempunyai hak penuh dan tidak terbatas untuk mengelola, mengalihkan, menyewakan, menjual, menjaminkan, menghibahkan, membebankan dalam bentuk apapun dan/atau mengadakan transaksi atas setiap dan semua harta kekayaan milik SUAMI sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian ini, baik harta kekayaannya dalam bentuk benda bergerak maupun benda tidak bergerak, yang berwujud maupun tidak berwujud, baik yang telah ada maupun yang masih akan ada tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari ISTRI dan lebih lanjut bahwa SUAMI berhak untuk dengan bebas memiliki dan menikmati hasil dan pendapatan baik dari harta benda tersebut maupun dari pekerjaan atau sumber milik SUAMI lainnya.
12.b. Para Pihak dengan ini mengakui bahwa ISTRI akan mempunyai hak penuh dan tak terbatas untuk mengelola, mengalihkan, menyewakan, menjual, menjaminkan, menghibahkan, membebankan dalam bentuk apapun dan/atau mengadakan transaksi atas setiap dan semua harta kekayaan milik ISTRI sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian ini, baik harta kekayaan dalam bentuk benda bergerak maupun benda tidak bergerak, yang berwujud maupun tidak berwujud, baik yang telah ada maupun yang masih akan ada tanpa sepengetahuan atau persetujuan SUAMI dan lebih lanjut bahwa ISTRI berhak untuk dengan bebas memiliki dan menikmati hasil dan pendapatan baik dari harta benda tersebut maupun dari pekerjaan atau sumber milik ISTRI lainnya.
12.c. ISTRI dengan ini memberi kepada SUAMI kuasa yang tidak dapat dicabut kembali dan kewenangan penuh untuk menandatangani setiap dan seluruh dokumen, akta, perbuatan, persetujuan dan untuk menghadap, memberikan informasi kepada pihak ketiga dan insatansi pemerintah yang berwenang atas nama ISTRI untuk melaksanakan maksud dan tujuan dari Perjanjian ini. Surat Kuasa ini tidak dapat dicabut kembali dan tidak dapat berakhir dengan alasan apapun termasuk alasan berakhirnya pemberian kuasa yang diatur dalam pasal 1813 dan 1814 KUHPerdata
12.d. SUAMI dengan ini memberi kepada ISTRI kuasa yang tidak dapat dicabut kembali dan kewenangan penuh untuk menandatangani setiap dan seluruh dokumen, akta, perbuatan, persetujuan dan untuk menghadap, memberikan informasi kepada pihak ketiga dan insatansi pemerintah yang berwenang atas nama SUAMI untuk melaksanakan maksud dan tujuan dari Perjanjian ini. Surat Kuasa ini tidak dapat dicabut kembali dan tidak dapat berakhir dengan alasan apapun termasuk alasan berakhirnya pemberian kuasa yang diatur dalam pasal 1813 dan 1814 KUHPerdata. Para Pihak sepakat bahwa dari waktu ke waktu mereka akan menandatangani dan menyerahkan semua dokumen, surat kuasa, instrument dan jaminan lebih lanjut dan melakukan atau tidak melakukan semua tindakan dan hal yang akan diminta secara layak oleh salah satu pihak dalam rangka melaksanakan secara efektif atau untuk lebih membuktikan atau menyempurnakan semangat, keinginan, makna dan maksud yang sebenarnya dari Perjanjian ini.
Pasal 13
Kewajiban Hutang atas Kepentingan Harta Benda Terpisah
Semua kewajiban (termasuk pokok dan bunganya) yang dikenakan atas atau sebagai akibat dari pembelian, pembebanan atau penghipotikan dari harta benda terpisah dari masing-masing pihak, baiksecara nyata, pribadi atau campuran, dan semua pajak, premi asuransi, dan biaya pemeliharaan dari harta benda terpisah tersebut, atas pilihan pihak tersebut, tidak ada harta benda bersama melalui ketentuan-ketentuan Perjanjian ini. Dalam hal bahwa masing-masing pihak menggunakan harta benda terpisahnya untuk membayar kewajiban-kewajiban tersebut di atas dari pihak lainnya, tiada hak untuk pengembalian atas pengeluaran tersebut.
Pasal 14
Tanggung Jawab Hutang Tak Terjamin
Semua kewajiban setiap pihak yang tak terjamin, tidak peduli bilamana dihutangkan, tetap menjadi kewajiban tersendiri dan terpisah dari masing-masing pihak, dan masing-masing pihak menebus dan menjaga hal lain yang tak terkena kewajiban atasnya. Kewajiban-kewajiban setiap pihak dibayar dari pendapatan harta benda terpisah atau uang harta benda terpisah dari masing-masing pihak, atas pilihan pihak tersebut, tidak ada harta benda bersama dengan ketentuan Pejanjian ini. Sampai dimana masing-masing pihak menggunakan harta benda terpisah miliknya untuk membayar kewajiban tanpa jaminan dari pihak lainnya, tiada hak untuk menebus pengeluaran tersebut.
Pasal 15
Pembebasan dari Biaya Hidup
Biaya hidup bersama para pihak dibayar dari rekening bersama yang dibuat setelah perkawinan para pihak dan ke dalam mana salah satu pihak memberikan gaji mereka dari bekerja selama perkawinan. Istilah “biaya hidup bersama” sebagaimana digunakan dalam ayat ini termasuk, tapi tidak terbatas, pada: biaya makanan; perlengkapan rumah tangga, sarana telepon, laundry; kebersihan, pakaian; kesehatan dan gigi, asuransi kesehatan, jiwa, kecelakaan dan asuransi mobil, perbaikan gas, minyak dan mobil, pembelian mobil dan/atau pembayaran sewa, hiburan, tunjangan anak-anak di bawah umur hasil dari perkawinan yang diniatkan, dan hadiah bersama kepada pihak ketiga. Gabungan gaji harta terpisah masing-masing pihak dalam rekening bersama tersebut di atas tidak merubah sifat gaji terebut sebagai harta terpisah dari pihak yang menyumbangkan, dan tiada pihak yang memperoleh hak dalam gaji pihak lainnya atas dasar gabungan tersebut.
Pasal 16
Tanggung Jawab untuk Pajak Pendapatan; Akibat Pengembalian Bersama
ISTRI membayar pajak pendapatan negara atas pendapatannya, dan membebaskan SUAMI dari padanya. SUAMI membayar pajak-pajak negara dengan pendapatannya, dan membebaskan ISTRI dari padanya. Jika para pihak memilih untuk mengajukan pengembalian pajak pendapatan bersama, tiada satu pihak yang diharuskan untuk membayar pajak pendapatan lebih daripada yang telah dibayarnya jika ia telah mengajukan pengembalian terpisah. Pemilihan, jika ada, untuk mengajukan pengembalian pajak pendapatan negara, pengembalian pajak pemberian, atau pengembalian lainnya yang menggunakan status pengajuan bersama tidak merupakan bentuk perubahan, atau timbulnya harta bersama atau hak atau kepentingan lain yang bertentangan dengan Perjanjian ini.
Pasal 17
Kewajiban Tunjangan
Perjanjian ini tidak dapat ditafsirkan sebagai pembebasan baik kewajiban menurut hukum untuk memberikan tunjangan kepada pihak lainnya selama perkawinan atau untuk memberlakukan bagaimanapun kewajiban untuk memberikan tunjangan terhadap anak-anak hasil dari perkawinan yang diniatkan. Dalam hal peceraian atau berakhirnya perkawinan, kewajiban masing-masing pihak untuk memberikan tunjangan kepada pihak lainnya ditetapkan dan diatur menurut hukum dan peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia.
Pasal 18
Para Pihak dan Orang-Orang yang Terikat
Perjanjian ini mengikat Para Pihak dalam Perjanjian ini dan para ahli waris, para pelaksana wasiat, para wakil, para wali dan para pengganti hak lainnya yang berkepentingan
Pasal 19
Pelepasan Tanggung Jawab
Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa setiap hutang atau kewajiban dalam bentuk apapun bentuknya dan dalam jumlah berapapun yang dibuat baik oleh SUAMI maupun oleh setiap anggota keluarga SUAMI adalah menjadi urusan dan tanggung jawab SUAMI dan/atau keluarganya sendiri, dan tidak akan membebani ISTRI atau setiap anggota keluarga ISTRI sebagai akibat dari hubungan perkawinan antara SUAMI dan ISTRI.
Para Pihak mengakui dan sepakat bahwa setiap hutang atau kewajiban dalam bentuk apapun bentuknya dan dalam jumlah berapapun yang dibuat baik oleh ISTRI maupun oleh setiap anggota keluarga ISTRI adalah menjadi urusan dan tanggung jawab ISTRI dan/atau keluarganya sendiri, dan tidak akan membebani SUAMI atau setiap anggota keluarga SUAMI sebagai akibat dari hubungan perkawinan antara ISTRI dan SUAMI.
Pasal 20
Musyawarah Sukarela
Para Pihak mengakui dan setuju bahwa Perjanjian ini dibuat secara sukarelah oleh dan diantara mereka, dan bahwa sebelum tanggal Perjanjian ini para pihak tidak saling terlibat dalam kegiatan usaha dari pihak lainnya, para pihak tidak pernah saling berkonsultasi dengan pihak lainnya untuk mendapatkan nasehat atau keterangan mengenai urusan usaha masing-masing atau harta kekayaan atau keputusan berinvestasi, dan para pihak tidak saling mengandalkan pihak lainnya sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas. Para Pihak secara khusus mengakui bahwa masing-masing pihak tidak pernah saling menawarkan nasehat bisnis atau salah satu pihak bergantung pada yang lainnya atau mengandalkan pihak lainya untuk mendapatkan nasehat, dan bahwa hubungan mereka terhitung sejak tanggal penandatanganan Perjanjian ini adalah semata-mata hubungan pribadi antara dua individu yang berkehendak untuk saling menikah pada suatu waktu dimasa yang akan datang.
Pasal 21
Penandatanganan Formal
Para pihak secara khusus menyetujui bahwa segera setelah penandatanganan Perjanjian ini, akan dilegalisir di hadapan Notaris. Para pihak lebih lanjut mengakui tanggal yang ditetapkan pada halaman pertama Perjanjian ini adalah merupakan tanggal mereka menandatangani Perjanjian ini. Perjanjian ini atau ringkasan dari Perjanjian ini dapat didaftarkan sewaktu-waktu oleh salah satu pihak di tempat atau kantor yang diberi wewenang oleh hukum yang berlaku untuk mencatatkan Perjanjian tersebut yang dapat mempengaruhi hak atau status pemilikan atas harta benda, khususnya termasuk, tapi tidak terbatas, pada suatu daerah di mana salah satu pihak bertempat tinggal selama perkawinan berlangsung dan setiap daerah di mana salah satu pihak memiliki atau mungkin memiliki harta benda;
Pasal 22
Hukum yang Berlaku.
Perjanjian ini ditandatangani di Jakarta dan tunduk pada dan ditafsirkan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia.
Pasal 23
Keabsahan dan Keterpisahan.
Perjanjian ini telah disiapkan secara bersama oleh Penasehat hukum dari Para Pihak dan tidak dapat ditafsirkan memihak salah satu pihak. Dalam hal ketentuan, syarat-syarat dalam Perjanjian ini dinyatakan oleh pengadilan sebagai tidak sah, batal demi hukum atau tidak dapat dilaksanakan, maka ketentuan-ketentuan lain dalam Perjanjian ini tetap sah dan berlaku dan dengan alasan apapun tidak dapat dipengaruhi, menjadi tidak berlaku atau menjadi tidak sah.
Demikianlah, SUAMI dan ISTRI selaku Para Pihak telah membuat dan menandatangani Perjanjian Perkawinan ini pada hari dan tanggal tersebut diatas.
___________________ SUAMI
______________________ ISTRI
Hubungi Kami
Kantor Advokat dan Konsultan Hukum
Himawan Dwiatmodjo & Rekan
Jl. Rawa Kuning, Pulogebang, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Email: lawyerhdp@gmail.com
Telepon/Pesan Teks: +62895-4032-43447