SESI-6 PROFIL KADER BERKEMAJUAN
MATA KULIAH KODE ETIK PROFESI
PRODI SAINS KOMUNIKASI
By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LLM.
"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)
Masa depan Muhammadiyah salah satunya ditentukan oleh sistem nilai dan budaya organisasi serta kualitas para kadernya. Sistem nilai yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Dibangun di atas fondasi ideologi gerakan Muhammadiyah. Sistem organisasinya prokaderisasi. Prosedur pengelolaan amal usaha yang berorientasi pada kekuatan kader.
Organisasi otonom (Ortom) sebagai kawah candradimuka para pelopor, penerus dan penyempurna gerakan dakwah melalui amal usaha dan Persyarikatan harus bertumbuh dalam kebersamaan saling mendukung dan membesarkan. Rasanya ironis ketika melihat fenomena menjangkitnya potensi perpecahan di kalangan kader. Perebutan tampuk kepemimpinan kerap dibumbui dengan intrik tidak sehat dan saling menegasikan. Lahirlah konflik internal yang kerap diwariskan.
Padahal sejatinya dinamika internal itu untuk mengasah kemampuan kepemimpinan dan tetap menjagakan semangat kebersamaan. Tidak boleh berlama-lama bermusuhan, apalagi saling memotong di belakang. Jika hari ini kita aktif di Ortom, saatnya tiba akan menjadi pimpinan Persyarikatan. Karena itu anggap saja dinamika itu sebagai latihan, agar tangguh berlomba dalam kebaikan di luar Persyarikatan.
Posisi Strategis Kader
Mesti diingat, pada orientasi yang lebih luas kader tidak hanya untuk kepentingan internal Persyarikatan. Kader harus siap membangun umat, bangsa bahkan tampil terdepan dalam agenda kemanusiaan bagi masyarakat dunia, mengimplementasikan Islam rahmatan lil ‘alamiin.
Demikian pula proses pergantian kepemimpinan, orientasi dakwah, sikap politik kebangsaan, ketaatan anggota, jenjang kaderisasi, budaya organisasi yang dibangun penuh dengan semangat ketulusan, dibingkai oleh nilai-nilai keislaman dan ideologi Muhammadiyah. Pencapaian dakwah dalam bentuk amal usaha menjadi pertanda kemajuan organisasi ini. Namun tentu pencapaian tersebut harus lebih ditingkatkan dan dipersiapkan sumberdaya manusianya (kaderisasi) agar sanggup menghadapi tantangan jaman.
Dari perspektif manajemen sumberdaya manusia (human resource management), kader menempati posisi strategis. Keberlangsungan sebuah organisasi dalam jangka panjang dengan pencapaian hebat ditopang oleh kualitas anggota organisasinya. Elan vital organisasi itu ada pada manusianya. Sistem dan budaya organisasi dibangun oleh kekuatan para kadernya.
Dalam Membaca Ulang Dinamika Muhammadiyah (2004) Asep Purnama Bahtiar menggambarkan kader sebagai kelompok elite yang samapta dan terlatih dengan baik, yang menjadi tulang punggung organisasi dengan ku alitas dan nilai lebihnya. Kelompok elite yang terpilih dan terlatih dengan baik itu tidak bisa dilahirkan dalam tempo yang singkat, melainkan melalui proses pelatihan dan kaderisasi yang mapan. Kader-kader yang terbentuk melalui pembinaan dalam ajang pelatihan dan wahana prosess didik diri yang terencana dan berkesinambungan (perkaderan formal, nonformal, dan informal). Pada dasarnya pembentukan kader itu tidak bisa lepas dari proses kaderisasi dan pendidikan yang harus dijalaninya dalam kurun waktu yang tidak terbatas.
Kader Muhammadiyah harus mampu tampil terbaik di zamannya dan memiliki visi masa depan yang melampaui zaman. Tumbuh dan berkembang dengan visi berkemajuan. Kata berkemajuan mengandung makna membebaskan, memberdayakan, mencerahkan dan memajukan.
Membebaskan dari kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Gerakan dakwah yang dibangunnya selalu berusaha mengangkat derajat masyarakat secara ekonomi dan pendidikan. Pendidikan adalah kunci bangkitnya derajat kemanusiaan. Masyarakat miskin dan kurang pendidikan menjadi mitra dakwahnya, sehingga mereka bangkit dan memenangkan kehidupan, keluar dari penindasan.
Memberdayakan mengandung makna kemampuannya untuk mandiri, berdikari tidak hanya untuk dirinya, namun juga keluarga dan masyarakat di sekitar lingkungannya. Tangannya selalu terdepan, membangun gerakan kolektif, menciptakan kemandirian bagi kaum dhuafa.
Mencerahkan mengandung makna, selalu lahir ide-ide baru, memberikan inspirasi yang memajukan, inovasi dan sanggup mengikuti perkembangan jaman tanpa kehilangan nilai dan identitas diri. Kader harus sanggup menjadi manusia terdepan dalam memajukan segala bidang.
Tujuh Kapasitas Diri
Dalam upaya menciptakan kader berkemajuan, setidaknya ada tujuh kapasitas diri yang harus dimiliki kader.
Pertama, kekuatan akidah. Tauhid adalah nilai dasar. Lahirnya Muhammadiyah dalam rangka memurnikan akidah dari anasir syirik yang menggejala di masyarakat. Dosa tak terampuni, mengkhianati persaksian keesaan Allah Swt dan kenabian Muhammad saw. Tauhid menjadikan manusia sebagai hamba, bukan penguasa yang menebarkan penindasan. Tauhid menjadikan alam ini bukan objek eksploitasi, tapi lingkungan yang harus dijaga karena sama-sama makhluk Tuhan. Derajat manusia setara, tak ada tuan dan budak. Sama-sama ciptaan Tuhan yang harus dimuliakan.
Kedua, kesadaran ideologi. Islam agamaku, Muhammadiyah gerakanku. Muqaddimah Anggaran Dasar dan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah menjadi panduan bagaimana ideologi Muhammadiyah itu dirumuskan dan harus diimplementasikan.
Ketiga, tingkat pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan kader, maka kapasitas dirinya akan semakin baik. Ada ratusan perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai sarana penguatan kapasitas diri dan pendidikan. Demikian juga dengan keahlian yang dimiliki, semakin terstandarisasi akan semakin memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan persyarikatan.
Keempat, pengalaman kepemimpinan, baik secara internal maupun eksternal. Setiap orang hakikatnya adalah pemimpin. Kemampuan merealisasikan cita-cita bersama anggota organisasi dengan kekuatan yang dimiliki, mengambil keputusan terbaik dan memastikan kemaslahatan bersama merupakan contoh sederhana kemampuan kepemimpinan.
Kelima, luasnya jejaring. Gerakan kolektif butuh dukungan banyak pihak. Sinergi adalah kunci dan itu hanya mungkin ketika kader bertumbuh dengan kekuatan jejaring yang hebat. Karena itu, kader harus didorong bergaul dan meluaskan jejaringnya dengan berbagai pihak.
Keenam, hubungan media. Era informasi dan big data meniscayakan hubungan baik dengan media massa. Sebaran informasi yang luas dan merata menjadi kebutuhan dalam rangka membangun citra diri dan syiar gerakan dakwah yang telah dilakukan. Data tersinkronisasi, sehingga dapat dengan mudah diakses. Data menjadi pengetahuan eksplisit. Manajemen pengetahuan organisasi Muhammadiyah mutlak diperlukan. Setiap orang di belahan bumi manapun harus dengan mudah dapat mengakses informasi tentang Muhammadiyah. Tentu saja tanpa kader yang memiliki kemampuan dan akses pada pengelolaan data hal ini menjadi sulit direalisasikan.
Ketujuh, visi kewirausahaan. Kewirausahaan jangan dimaknai sempit hanya soal dagang dan keuntungan. Kewirausahaan adalah visi untuk menebarkan nilai tambah, kepedulian dan kemanfaatan pada sesama. Nilai tambah itu bisa dibangun dengan produktivitas di bidang ekonomi dan bidang lainnya. Organisasi sebesar Muhammadiyah ini adalah contoh dari visi kewirausahaan yang melampaui zamannya. Oleh karena itu, butuh para kader penerus yang memiliki visi kemanfaatan.
Upaya sungguh-sungguh untuk memberikan penguatan kapasitas kader yang berkelanjutan mutlak dilakukan. Agar kita yakin generasi mendatang lebih tangguh dibandingkan generasi saat ini. “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs An-Nisa’: 9).
Pengertian Kader
Elite, yakni bagian yang terpilih dan terbaik karena terlatih.
Jantung suatu organisasi.
Inti tetap dari suatu resimen.
Orang yang bermutu, terpilih dan berpengalaman dalam berbagai medan perjuangan, serta taat dan berinisiatif.
Kader Muhammadiyah
Anggota inti yang diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas dan misi Persyarikatan, umat dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah.
Maka hakekat kader Muhammadiyah bersifat tunggal, sedangkan fungsi dan tugasnya bersifat majemuk dan berdimensi luas.
Kriteria Kader Muhammadiyah
Kader Muhammadiyah memiliki kriteria dalam Aspek :
ideologi,
ilmu pengetahuan,
wawasan, dan kepemimpinan,
sehingga kualitas Islam, Iman dan Ihsan terpadu dalam dirinya dalam menjalankan tugas persyarikatan.
Kompetensi Akademis dan Intelektual Kader Muhammadiyah
Fathanah (kecerdasan pikiran sebagai Ulul Albab).
Tajdid (pemurnian dan Pembaharuan dalam
mengembangkan kehidupan sesuai ajaran Islam).
Istiqamah (konsisten dalam pikiran dan tindakan).
Moderat (arif dan mengambil posisi di tengah).
Kompetensi Keberagamaan Kader Muhammadiyah
Kemurnian Aqidah (keyakinan berbasis tauhid yang bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih/maqbulah)
Ketekunan Beribadah
Keikhlasan
Shidiq (jujur dan dapat dipercaya)
Kompetensi Sosial Kemanusiaan Kader Muhammadiyah
Keshalehan (kepribadian yang baik dan utama).
Kepedulian sosial (keterpanggilan dalam meringankan beban hidup orang lain)
Suka beramal (gemar melaksanakan amal shaleh untuk kemaslahatan hidup)
Keteladanan (menjadi uswatun hasanah)
Bingkai Ikhlas khas Kader Persyarikatan
Alam pikiran: selalu berpandangan dakwah
Sikap mental: selalu berjiwa dakwah
Kesadaran beragama: ajaran Islam adalah ruh yang menggerakkan setiap amal perbuatan yang diamalkan dan diusahakan terlaksana dalam masyarakat.
Kesadaran berorganisasi: Muhammadiyah adalah wadah dan alat perjuangan untuk mengamalkan dan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai ajaran Islam dan bukan merupakan tujuan dari perjuangan itu sendiri.
Keahlian: berkemampuan sebagai subyek dakwah yang berwawasan luas, menguasai teknologi, media dan informasi sebagai bagian dari strategi dakwah.
Nilai dan karakter kader Muhammadiyah
Memiliki pemahaman keislaman yang komprehensif
Memiliki totalitas jiwa
Memiliki sikap keteladanan
Selalu berpikir berdasarkan pemikiran yg sistematis, logis & rasional
Berwawasan luas
Memiliki kepribadian matang
Ahli dalam dakwah & menginsyafi dirinya sebagai pribadi dakwah
Memiliki komitmen yang tinggi terhadap persyarikatan
Berakhlaqul karimah
Memiliki kemampuan memimpin & menggerakkan masyarakat
REFLEKSI KADER
Refleksi I “jika engkau minta ijin tidak melakukan suatu pekerjaan yang telah ditetapkan oleh suatu keputusan sidang persyarikatan seperti untuk bertabligh, janganlah engkau memintaijin kepadaku, tapi memintalah ijin kepada tuhan dengan mengemukakan alasan-alasan. Beranikah engkau mempertanggungjawabkan tindakanmu itu kepada-nya?. Jika engkau meminta ijin tidak memenuhi tuga s tersebut karena alasan tidak mampu, maka beruntunglah engkau, aku akan mengajarkan kepadamu bagaimana memenuhi tugas tersebut. Tapi jika engkau meminta ijin tidak memenuhi tugas tersebuthanya karena hanya sekedar enggan, maka tiadalah orang yang bisa mengatasi seseorang yang memang tidak mau memenuhi tugasnya. Janganlah persoalan rumah tangga dijadikan halangan memenuhi tugas kemasyarakatan”
Refleksi II “mengapa engkau begitu bersemangat saat mendirikan rumahmu agar cepat selesai, sedangkan gedung untuk keperluan persyarikatan muhammadiyah tidak engkau perhatikan dan tidak segera diselesaikan”
Refleksi III “hendaknya setiap warga muhammadiyah jangan tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas yang ditetapkan oleh sidang persyarikatan. Telitilah terlebih dahulu keputusan sidang yang menetapkan engkau untuk melakukan suatu tugas, apakah pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas yang telah engkau sanggupi sebelumnya. Jika itu terjadi, hendaknya kau permudah memenuhi tugas dalam waktu yang tidak bersamaan dengan tugas lainnya, agar engkau tidak mudah mempermainkan keputusan sidang dengan hanya mengirim surat atau memberi tahu ketika mendapati waktu pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas lainnya yang telah engkau sanggupi sebelumnya”
Refleksi IV “menjaga dan memelihara muhammadiyah bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Karena itu aku senantiasa berdoa setiapsaat hingga saatsaat terakhir aku menghadap kepada illahi rabbi. Aku juga berdoa berkat dan keridhaan serta limpahan rahmat karunia illahi agar muhammadiyah tetap maju dan bisa memberi manfaat bagi seluruh umat manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman”
Refleksi V Khittah KH. A. Dahlan :
Tidak menduakan muhammadiyah denganorganisasi lain
Tidak dendam, tidak marah, dan tidak sakit hati jika dicela dan dikritik
Tidak sombong dan tidak berbesar hati jika menerima pujian
Tidak jubriya (ujub, kibir dan riya)
Mengorbankan harta benda, pikiran dan tenagadengan hati ikhlas dan murni
Bersungguh hati terhadap pendirian
Refleksi VI “ Aku berpesan, hendaklah engkau sekalian bekerja dengan sungguh-sungguh, penuh kebijaksanaan, penuh kehati-hatian serta senantiasa waspada di dalam menggerakkan muhammadiyah dan mengerahkan tenaga umat. Janganlah engkau menganggap masalah ini sebagai persoalan sepele, persoalan muhammadiyah adalah masalah besar. Siapa saja yang mengindahkan pesanku ini adalah pertanda orang yang tetap mencintai aku dan muhammadiyah” (KH. A. Dahlan)
Refleksi VII “hendaklah aktifis muhammadiyah berhati-hati terhadap masalah perempuan („aisyiyah)jika bisa memimpin dan membimbing perempuan dengan menempatkan mereka pada tempat yang tepat, insya allah akan menjadi patner dan teman yang memperlancar pencapaian cita-cita luhur muhammadiyah”
Refleksi VIII “lengah jka sekali bisalah dimaklumi, tapi jika kelengahan ini berlangsung terus-menerus, maka perlu menjadi perhatian dan diwaspadai. Kelengahan yang selalu terjadi pada diri seseorang akan menyebabkan kesengsaraan di dunia dan akhirat, karena itu hendaklah setiap orang menjalani kehidupannya dengan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Mencari kemuliaan dalam kehidupan di dunia saja jika dilakukan tanpa kesungguhan tidaklah akan berhasil, apalagi jika hal yang sama dilakukan untuk mencari kemuliaan dan kesalehan di akhirat” (KH. A. Dahlan)
Refleksi IX “banyak orang bertanya-tanya tentang berbagai persoalan keagamaan, tapi jarang yang bertanya tentang apa yang harus dilakukan dan harus diamalkan dalam keagamaan, apa-apa yang harus tidak dilakukan atau dijauhi agar bisa lolos dari api neraka” (KH. A. Dahlan)
Terbentuknya kader yang
Cerdas
Kader yang cerdas merupakan konsekuensi logis, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid
Kader yang cerdas adalah mereka yang peka terhadap dinamika
Kader yang cerdas memiliki keluasan wawasan dan keluwesan dalam bersikap
Militan
Militansi kader ditandai dengan konsistensi/keistiqamahan-nya pada khithah perjuangan Muhammadiyah
Kader yang militan boleh terpesona dengan "dunia lain‟, tetapi tidak boleh tergoda, apalagi kemudian berpindah ke "lain hati‟
Kader yang militan siap menerima setiap resiko perjuangan
Mencerahkan
Kader yang tidak hanya bermakna untuk dirinya
Kader yang senantiasa berikhtiar mencerahkan ummat
Kader yang menjadi pelopor dalam mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin
Kepribadian Kader, yang Matang:
A. highly motivation
penuh semangat
tidak memerlukan dorongan dari luar
B. fullfilling commitment
Kemampuan memilih yang terbaik
Bertanggungjawab
Berani menanggung resiko
C. Impluse Control
kemampuan menunda pemenuhan dorongan karena bertabrakan dengan norma
kemampuan mengatasi kekecewaan
tidak emosional
ada keselarasan 3H (head, heart, hand)
D. Creative Thinking
tidak puas terhadap yang diperbuat
selalu ingin berbuat yang lebih baik
berorientasi ke depan
produktif
memiliki kelincahan mental
Iu Rusliana, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat,https://web.suaramuhammadiyah.id/2019/01/31/kader-berkemajuan/. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 22 tahun 2018
Profil Kader Muhammadiyah, Bisyron Muhtar, Sekretaris PWM Jateng, https://mpkmusemarangkota.wordpress.com/wp-content/uploads/2016/08/profil-kader-muhammadiyah-bisron.pdf
Iu Rusliana, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat,https://web.suaramuhammadiyah.id/2019/01/31/kader-berkemajuan/. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 22 tahun 2018
Profil Kader Muhammadiyah, Bisyron Muhtar, Sekretaris PWM Jateng, https://mpkmusemarangkota.wordpress.com/wp-content/uploads/2016/08/profil-kader-muhammadiyah-bisron.pdf