PERSEROAN TERBATAS

MATA KULIAH HUKUM DAN ETIKA DIGITAL/ BISNIS



By: Himawan Dwiatmodjo, S.H., LLM.


"Jika kau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kau akan merasakan perihnya kebodohan." (Imam Syafi'i)

Perbedaan PT Perorangan dengan PT Biasa

Sesuai dengan UU PT No 40 Tahun 2007 atau biasa disebut UUPT, 


Pengertian PT adalah “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yangditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.


Ketentuan ini berubah setelah diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau biasa disebut UU Cipta Kerja menjadi

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil”.


Kesimpulannya berdasarkan UU PT, PT didirikan atas dasar perjanjian dengan begitu PT harus didirikan oleh 2 orang atau lebih, kemudian setelah berlakunya UU Cipta Kerja, PT bisa didirikan oleh 1 orang, dan disebut Perseroan  perorangan.


Perseroan perorangan harus mengubah status badan hukumnya menjadi perseroan apabila pemegang saham menjadi lebih dari satu dan atau tidak memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan kecil, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.


Kemudian juga diatur dalam UU Cipta Kerja bahwa pendiri Perseroan perorangan hanya dapat mendirikan perseroan perorangan sejumlah 1 (satu) PT perorangan dalam 1 (satu) tahun.


Kemudian ketentuan modal dasar PT juga berubah yaitu disebutkan di PP No 8 Tahun 2021

“Besaran modal dasar peseroan ditentukan berdasarkan keputusan pendiri perseroan”.

BUMN

Badan usaha milik negara (disingkat BUMN) dahulu dikenal sebagai perusahaan negara (disingkat PN) adalah perusahaan yang dimiliki baik sepenuhnya, sebagian besar, maupun sebagian kecil oleh pemerintah dan pemerintah memberi kontrol terhadapnya. Yang membedakan BUMN dengan badan lain milik pemerintah adalah status badan hukum, sifat operasional, aktivitas, dan tujuan operasinya. Meski BUMN berperan dalam melaksanakan kebijakan publik (misalnya perusahaan perkeretaapian milik negara bertujuan untuk mempermudah akses dan mobilitas masyarakat), BUMN harus dibedakan dari kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, nonstruktural, juga badan layanan umum karena memiliki status Sifat layaknya Swasta korporat atau yang berdiri independen sendiri untuk mencari profit.


Terminologi

Pendapat mengenai terminologi BUMN menurut para ahli berbeda-beda, terutama dalam mendefinisikan istilah bahasa Inggris untuk BUMN, state-owned enterprise.


Dalam BUMN sendiri, anak perusahaannya dapat bersifat tertutup ataupun terbuka (dicatat dalam bursa efek), tetapi pemerintah memiliki perusahaan tersebut melalui perusahaan induk (membentuk holding BUMN). Terdapat dua definisi mengenai "anak perusahaan BUMN" bergantung kepemilikan pemerintah, yakni definisi pertama adalah pemerintah memiliki setidaknya lebih dari 50% saham pada anak perusahaannya, atau definisi kedua, berapa pun jumlah saham aktif yang ada di tangan pemerintah.


Suatu tindakan yang mengubah badan layanan umum milik pemerintah menjadi BUMN disebut korporatisasi.


Kegunaan (Alasan ekonomi)

BUMN sangat identik dengan monopoli, karena BUMN didirikan untuk memenuhi kepentingan umum. Akibatnya, BUMN dapat mengejar seluas-luasnya nilai ekonomi dari cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, BUMN banyak memonopoli infrastuktur dan penyelenggaraan distribusi dan transportasi (misalnya perusahaan kereta api), barang dan jasa strategis (misalnya jasa pos dan telekomunikasi, produsen senjata, dan pengadaan barang milik negara), sumber daya alam dan energi (misalnya minyak bumi, tambang, atau energi alternatif), bisnis yang secara politis bersifat sensitif, lembaga penyiaran, perbankan, barang yang membawa mudarat (misalnya minuman keras), dan barang bermanfaat (misalnya pelayanan kesehatan).

BUMN dapat membantu industri berkembang yang dianggap "bermanfaat bagi ekonomi negara dan dianggap tidak sesuai bila dikelola oleh swasta".[8] Saat industri yang mulai berkembang mengalami kesulitan suntikan modal dari swasta (mungkin karena barang yang diproduksi membutuhkan investasi berisiko tinggi, sukar dipatenkan, atau terjadi spillover effect), pemerintah dapat membantu industri tersebut hadir di pasar dengan pengaruh ekonomis yang positif. Namun, pemerintah tidak dapat memperkirakan mana suatu sektor industri tersebut sebagai industri berkembang, sehingga peranan BUMN dalam menumbuhkan industri berkembang sering diperdebatkan.

BUMN dapat didirikan untuk membantu program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dari sini, BUMN bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan umum.[10] BUMN juga dapat dijadikan sebagai sarana meringankan tekanan fiskal suatu negara, mengingat BUMN tidak ikut dihitung dalam APBN.[5][6][7][10][11]


Pengaruh

Dibandingkan dengan badan layanan umum, penyelenggaraan kegiatan usaha ekonomi oleh BUMN sangat bermanfaat karena peran politisi tidak digantungkan dalam menyelenggarakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi.

Sebaliknya BUMN dapat merugikan karena pengawasannya relatif lemah seperti naiknya biaya transaksi (termasuk biaya pengawasan, yakni dibutuhkan biaya tinggi dan sukar untuk memimpin BUMN yang sudah otonom daripada di badan layanan umum). Ada bukti kecenderungan bahwa kegiatan BUMN dirasa lebih efisien daripada badan layanan umum, tetapi nilai manfaatnya berkurang saat pelayanannya menjadi cenderung bersifat teknis dan memiliki tujuan publik yang kurang terbuka.

Dibandingkan dengan badan usaha milik swasta, BUMN kurang efisien dalam menjalankan kegiatan usahanya karena ada campur tangan politik. Namun tidak seperti perusahaan yang digerakkan keuntungan, BUMN lebih berfokus pada tujuan publik.


Perkembangan di seluruh dunia

Di Eropa Barat dan Eropa Timur pernah ada nasionalisasi besar-besaran pada abad ke-20, khususnya setelah Perang Dunia II. Di Eropa Timur, pemerintahan berideologi komunis banyak memanfaatkan model-model ala Soviet. Pemerintah di Eropa Barat, baik golongan kanan maupun kiri, melihat campur tangan negara sangat diperlukan dalam membangun kembali perekonomian pascaperang.[14] Kontrol pemerintah atas monopoli industri sudah termaktub dalam aturan. Sektor-sektor tersebut adalah telekomunikasi, pembangkit listrik, bahan bakar fosil, kereta api, bandara, maskapai penerbangan, transportasi umum, bijih besi, pelayanan kesehatan, pos, dan kadang-kadang bank. Banyak perusahaan industri besar juga dinasionalisasi atau dibentuk sebagai perusahaan negara, sebagai contoh British Steel Corporation, Statoil, dan Irish Sugar. Mulai dekade 1970-an dan terus melesat pada 1980 dan 1990-an banyak perusahaan yang diswastanisasi, walau ada yang tetap menjadi milik pemerintah.


BUMN dapat bekerja berbeda dengan perseroan terbatas. Sebagai contoh, di Finlandia, BUMN (liikelaitos) dikendalikan oleh pelaku terpisah. Meski harus bertanggung jawab dengan keuangannya sendiri, mereka tidak dapat menyatakan bangkrut; negara dapat melunasi kewajibannya. Aktiva perusahaan tidak dapat dijual dan jika hendak dipinjam harus dengan persetujuan, mengingat aktiva tersebut merupakan kewajiban pemerintah.


Di banyak negara-negara anggota OPEC, pemerintah memiliki perusahaan minyak yang beroperasi di tanah-tanah miliknya. Misalnya perusahaan Saudi Aramco milik Arab Saudi, yang dibeli sahamnya oleh Pemerintah Arab Saudi pada tahun 1988, yang kemudian diganti namanya dari Arabian American Oil Company menjadi Saudi Arabian Oil Company. Pemerintah Arab Saudi juga memiliki maskapai penerbangan nasional, Saudi Arabian Airlines, dan memegang 70% saham SABIC serta sejumlah perusahaan lain. Namun, sebagian di antara perusahaan itu diprivatisasi satu persatu.


Daftar Badan Usaha Milik Negara di Indonesia

Holding Company

Perusahaan induk adalah perusahaan yang menjadi perusahaan utama yang mengatur, mengendalikan dan mengawasi kinerja dari beberapa anak perusahaan yang tergabung ke dalam satu grup perusahaan. Perusahaan induk umumnya terbentuk dari perusahaan berjenis perseroan terbatas. Ciri umum dari perusahaan induk adalah adanya konglomerat yang dimiliki oleh satu orang atau beberapa orang saja. Perusahaan induk terbentuk secara alami akibat adanya pertumbuhan ekonomi pada bisnis dalam suatu perusahaan. Bentuk pertumbuhan ekonomi ini umumnya adalah bertambahnya sektor bisnis yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan induk menjadi pemimpin bagi anak perusahaan. Tujuan perusahaan induk diterapkan juga oleh anak perusahaan secara sama. Peran perusahaan induk ialah merencanakan dan melakukan koordinasi terhadap anak perusahaan. Perusahaan yang dijadikan sebagai perusahaan induk umumnya ialah perusahaan rintisan yang berkembang pesat sejak pertama kali didirikan. Sifat dari grup perusahaan yang memiliki perusahaan induk ialah adanya sentralisasi. Melalui pengelompokan perusahaan ke dalam perusahaan induk, dimungkinkan terjadinya peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan. Ciri atau unsurnya ialah secara ekonomi ada kesatuan dan secara hukum berjumlah jamak. Faktor penentunya ialah kepemilikan saham, perjanjian, dan faktor faktual.


Sifat

Perusahaan induk memiliki kemampuan pengendalian terhadap anak perusahaan. Pengendalian ini tidak didasarkan pada persentase saham yang dimiliki oleh perusahaan induk atas anak perusahaan. Pengendalian perusahaan induk tetap berlangsung walaupun jumlah sahamnya lebih sedikit dibandingkan dengan anak perusahaan dalam suatu pasar saham. Kondisi yang sama juga berlaku ketika saham perusahaan induk lebih besar dari saham anak perusahaan dalam suatu saham yang sama.


Perusahaan afiliasi

Perusahaan induk umumnya melakukan kerja sama dengan perusahaan lain yang disebut sebagai perusahaan afiliasi. Dalam kerja sama ini, perusahaan induk memiliki kendali atas perusahaan afiliasi. Ciri kerja sama ini ialah kepemilikan saham dari perusahaan afiliasi yang sedikitnya 50% dari jumlah saham keseluruhan. Kerja sama ini umumnya terbentuk karena adanya liabilitas dari perusahaan afiliasi terhadap perusahaan induk yang belum terselesaikan.

Suplemen